Lebah
Ia bersayap selaput, berdengung bagai helikopter penambang yang mengintai tanah ulayat. Matanya batu pasir intan; gelap serupa malam tanpa gemintang. Di tubuhnya jutaan rambut siap menjadi pahlawan bagi anak-anaknya yang kelaparan, dan tentu pula penyebar kabar baik kepada beragam tanaman. Ia rela memakan nektar dan serbuk sari, semata agar kelak yang keluar dari perutnya, senang belaka kau menikmatinya: menjadi makanan atau obat-obatan. Ia hidup berkoloni; bekerja keras, bahkan sebelum perempuanmu menghidangkan roti dan segelas susu di pagi hari. (meski ada pula yang menyendiri serupa si schizoid yang acuh pada pujian dan kritikan) sungguh, ia adalah tamsil, supaya kau terlepas dari jerat waham yang menghalau pandang—makna tujuan kau diciptakan. Ia tak mengenal pamrih—bukan serupa si kaya yang rajin berderma, namun tega menginjak tengkuk tetangga—meski esok anakmu iseng melempar istananya yang mengantung di pohon atau di atap rumah yang tua. Oleh karena itu—jangan sampai terlambat—segerakanlah memetik umpama dari perilakunya, sebelum kau tuangkan isi perutnya ke dalam minuman, atau kau oleskan di bibir kekasih yang kepayahan menelan karena seriawan.
Akasia 11CT
Laron
Bila kau pandai menyalakan bulan putih terang selepas hujan di rumahmu, maka jangan tangisi sayapnya berserakan di lantai. Cukup beri ia waktu sekadar, agar hasrat purbanya lunas sebelum cahaya syamsu memercik dari celah-celah pohon mangga. Ia tak pandai berlindung (betapa lemah menjaga diri) bila burung, tokek, atau cecak yang litak melihat ia kering cahaya. Tapi sungguh ia tak buta seperti saudaranya si pekerja dan si prajurit yang juga mandul meski syahwatnya utuh menggantung. Sebab itu ia begitu penting dalam puak nenek moyangnya—menjaga tradisi turun-temurun sejak si jangkung dan si tambun masih kuasa di hamparan buana.
Akasia 11CT
- Iklan -
Capung
Sungguh kau dan perempuanmu takkan mampu mengalahkan tubuh rampingnya, meski puasamu melampaui Daud. Ia mahir menjaga air, sehingga anak-cucunya bebas berenang sebelum pandai terbang melayang. Ia pun rajin menjaga tanamanmu supaya kutu dan wereng takluk dalam rahangnya yang tajam merunjam. Matanya indah tapi tak pantas kau jadikan umpama dalam puisi cintamu (seindah itukah?) Ia juga sebenar-benar pilot yang paling ulung di udara: menyamping, mengayun, bahkan berhenti sambil mengintai musuh. Maka hormatilah ia, semata agar banua yang kau tempati terus terjaga dari rakusnya tangan yang gila.
Akasia 11CT
Kupu-Kupu
Ia terang-benderang bagai pagi yang cerah setelah hujan. Tapi ia juga tembus dipandang mata bila usianya makin dewasa. Ia pun pintar belaka menyaru tanaman atau bunga yang mekar, lantaran ia begitu ringkih bagai pesawat kertas buatan anakmu. Jika kau rajin mengunyah maka ia rajin menyedot (sebenarnya aku bimbang memilih antara kata menghisap atau menyedot yang pantas aku sematkan dalam puisi pendek ini) namun jangan kau kira lidahnya mampu mencecap, sebab kakinyalah yang berjaya dalam perkara rasa. Akan tetapi sungguh, itu bukan inginnya melainkan takdir lahir yang ia bawa sejak purba. Maka jangan ajari ia sopan dan santun bila tangan dan lidah kau jadikan ukuran, karena ukuran tak pernah sama dalam menguji setiap rasa.
Akasia 11CT
Simha
Tentu saja memanjat bukan beridamu
Tapi aummu tetaplah gelegar rimba raya
Wira nian kau telan sulung tetuamu; agar
Lapang-lempang jalanmu ke puncak geta
Sudah sejak lampau kami tahu kau liar belaka
Sedang saudaramu bermalas sungguh di kasur
(Bukankah ia pejantan yang santai menunggu?)
Duh, tahu apa mereka perihal santai dan menunggu
Jika aummu menceraikan nyali musuh
(Duhai tengkuk berbulu tebal
Alangkah ripuh beta bercerita
Sedang puisi amatlah dangkal
Menjadi tanda engkau tak tiada)
Apabila tiba musim kawin; betapa candu kau pada kopulasi
Sehari tak terhitung oleh jari kami; lakumu tentu terpuji
Hingga semua yang mahir berlari teramat ingin menjadi permaisuri
Maka tetap teguhlah mengawasi padang rumput kami
Dari tangan berahi yang suka iseng menggerogoti
Tanah ulayat lelulur kami
Akasia 11CT
*ILHAM WAHYUDI. Lahir di Medan, Sumatera Utara. Ia seorang juru bicara bagi teman-teman yang tak mau bicara dan Fuqara di Amirat Sumatera Timur. Puisi-puisinya ada yang ditolak redaksi ada yang dimuat redaksi. Buku kumpulan puisinya “Pertanyaan yang Menyelinap” akan segera terbit. Akun Media Sosial: FB Ilham Wahyudi. Akun IG : ilhamwahyudi_ilham