Oleh: Mohammad Sholihul Wafi
Dalam sebuah diskusi, seorang teman pernah mengungkapkan, “Meski seluruh pelaku korupsi ditangkap, tetapi tanpa mewujudkan pendidikan antikorupsi yang baik, generasi berikutnya pasti akan melakukan hal yang sama”. Tentu hal tersebut bisa bukan menjadi hal yang keliru, melihat perilaku korupsi elite politik negeri ini. Sebab itu, penulis merasa tergugah hati untuk mengkaji lebih lanjut mengenai betapa pentingnya mewujudkan Pendidikan Antikorupsi di sekolah-sekolah.
Kita ketahui, sampai saat ini Indonesia masih belum terbebas dari bahaya korupsi. Bahkan, menurut Corruption Perceptions Index (CPI) 2021 yang dilansir Transparency International Indonesia menunjukkan Indonesia memperoleh skor 38 dari skor maksimal 100 dengan menempati ranking 96 dari 176 negara. Rendahnya skor indeks persepsi korupsi tersebut mengindikasikan lemahnya hukuman bagi koruptor, serta maraknya perilaku suap dan korupsi di kalangan elite politik.
Dalam menangani hal tersebut, sejatinya pemerintah telah melakukan berbagai upaya guna memberantas perilaku korupsi melalui tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hanya saja, apabila hal tersebut tanpa dibarengi upaya mewujudkan pendidikan anti korupsi di sekolah, tidak akan memberikan dampak optimal. Sebab itu, pemerintah (baca; masa SBY) juga sempat membuat surat edaran bertanggal 30 Juli 2012 berupa Instruksi Presiden RI Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 melalui pendidikan anti korupsi.
- Iklan -
Fundamental
Pendidikan adalah hal yang fundamental dalam membentuk karakter manusia dan bisa menentukan tinggi-rendahnya peradaban yang dibentuknya. Artinya, tujuan pendidikan tidak hanya transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Tujuan sejati dari pendidikan adalah lebih dari sekadar memberi informasi, yakni untuk mengembankgan manusia seutuhnya.
Oleh karena itu, pendidikan anti korupsi sebagai cara menumbuhkan karakter jujur dan sikap anti korupsi sangat penting untuk direalisasikan di sekolah-sekolah. Pendidikan Anti Korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar-mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, Pendidikan Anti Korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengetahuan (kognitif), namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter(afektif), dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik), terhadap perilaku korupsi.
Hanya saja, penanaman karakter kepada siswa masih dalam tataran teori. Misalnya, seorang guru marah-marah kepada siswanya karena sering terlambat, sedangkan guru sendiri sering datang terlambat. Padahal, dalam ungkapan Jawa Guru adalah sosok yang digugu lan ditiru. Artinya, peran keteladanan guru sangat penting dalam menumbuhkan karakter siswa, termasuk karakter anti korupsi. Namun, selain keteladanan, membangun budaya antikorupsi dengan cara-cara yang inovatif, kreatif, dan menyenangkan juga perlu diwujudkan.
Metode Pembelajaran
Menurut Elwina dan Riyanto (dalam Yaramadani, Febri: 2012), menyarankan bahwa dalam menanamkan nilai-nilai antikorupsi ada salah satu metode yang dapat dilakukan, yaitu metode demokratis. Metode ini menekankan pencarian secara bebas dan penghayatan nilai-nilai hidup dengan langsung melibatkan anak untuk menemukan nilai-nilai tersebut dalam pendampingan dan pengarahan guru.
Guru tidak bersikap sebagai pemberi informasi satu-satunya dalam menemukan nilai-nilai antikorupsi yang dihayatinya. Guru berperan sebagai penjaga garis atau koridor dalam penemuan nilai hidup tersebut. Metode ini dapat digunakan untuk menanamkan nilai keterbukaan, kejujuran, penghargaan pada pendapat orang lain, sportivitas, kerendahan hati dan toleransi. Tahap demi tahap anak diajak untuk menata jalan pikiran, cara berbicara, dan sikap hidupnya. Dengan cara ini anak diajak untuk belajar menentukan nilai hidup secara benar dan jujur.
Pembelajaran antikorupsi pada prinsipnya menggunakan seluruh metode yang melibatkan seluruh aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta kecerdasan sosial. Dalam penyampaian nilai-nilai antikorupsi harus digunakan cara-cara yang menarik dan disesuaikan dengan kemampuan anak didik.
Selain itu, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan sistem pendidikan di Indonesia. Pemerintah perlu menekankan pada pentingnya pendidikan moral dan norma sosial di sekolah-sekolah. Karena pendidikan moral dapat menjadi fondasi yang kokoh terhadap pembentukan karakter siswa.
Inilah salah satu cara memberantas korupsi di sekolah-sekolah melalui penanaman sikap kejujuran di dalam keseharian siswa di lingkungan sekolah. Meskipun, harus diakui, mengubah perilaku tidak atau kurang jujur menjadi jujur bukanlah suatu hal yang ringan. Tetapi, apabila sikap jujur telah ditanamkan di hati para generasi penerus melalui aktivitas pendidikan, niscaya negara ini akan terbebas dari korupsi di masa mendatang. Wallahu a’lam bish-shawaab.
–Penulis adalah Praktisi Pendidikan, Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta