Oleh Irna Maifatur Rohmah
Bicara soal pendidikan merupakan hal yang sudah ada sedari dulu sejak adanya kehidupan manusia. Hal ini tidak pernah habis dibahas hingga berakhirnya kehidupan umat manusia di bumi ini. Setiap berpindahnya waktu memiliki pergeseran dan pembaruan masing-masing. Pendidikan tidak mengenal ras, agama, suku, ataupun budaya, semua memiliki sisi pendidikan tersendiri, di manapun dan kapanpun.
Pendidikan merupakan hal yang vital yang mempengaruhi peradaban. Oleh karena suatu hal dapat dilihat dari pendidikan yang dilakukan saat itu. Pendidikan menjadi salah satu titik tolak suatu perubahan yang ada di masyarakat. Namun perubahan-perubahan tersebut tidak menggeser beberapa hal dalam pendidikan.
- Iklan -
Dalam dunia pendidikan, kurikulum, instrumen, dan berbagai administrasi lainnya mudah sekali berganti, entah karena perubahan pemimpin, kondisi lapangan atau faktor pendukung lainnya. Namun hal ini tidak bisa digeserkan dalam dunia pendidikan. Apa saja? Simak di bawah ini:
Pertama, dunia pendidikan tidak menolak story telling atau cerita. Tidak bisa dipungkiri, dalam pelaksaan pendidikan masih banyak instansi yang menerapkan metode pembelajaran yang monoton. Sehingga menyebabkan peserta didik bosan dan enggan mendengarkan apalagi menangkap dengan baik. Metode ceramah menjadi metode paling laris di dunia pendidikan. Padahal masih banyak metode lain yang perlu dicoba untuk meningkatkan mutu serta kualitas pendidikan itu sendiri. Dengan berbagai alasan, salah satunya keterbatasan waktu menjadi penghalang pendidik untuk mencoba hal baru. Memang selain akademis, guru dituntut untuk kreatif dan mengikuti pergeseran sosial yang terjadi pada siswa. Guru tidak hanya pandai secara akademis namun harus cerdas menghadapi situasi lingkungan serta psikis peserta didik. Story telling menjadi salah satu alternative dalam melaksanakan pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Dengan bercerita, pendidik bisa menyulap materi atau pembahasan menjadi cerita menarik yang sangat dekat dengan lingkungan sosial peserta didik. Secara tidak sadar, hal yang menjadi poin utama dari materi bisa diterima dengan baik. Karena dunia anak sangat dekat dengan cerita. Anak-anak tidak akan menolak cerita. Dengan adanya cerita pula, mereka bisa memasukkan dalam bagian tersendiri dalam otak mereka. Mereka mem-plot-plot setiap bagian dan akan terbangun suatu istana yang mudah diulik kembali dalam otak mereka.
Kedua, dunia pendidikan tidak menolak hadiah. Siapa si yang bisa menolak hadiah? Hampir tidak ada yang mau menolak hadiah. Apalagi peserta didik yang notabene-nya masih anak-anak. Anak akan senang ketika mendapat hadiah dari guru, apapun bentuknya. Mereka merasa usaha yang telah dilakukannya diapresiasi dengan baik dan akan menumbuhkan semangat mereka ke depannya. Anak-anak tidak menilai seberapa besar hadiah yang diberikan, namun pengakuan yang mereka butuhkan. Dengan adanya hadiah pula bisa menjadikan rasa percaya diri mereka tumbuh. Sebab, apresiasi dan pengakuan dari seorang guru yang notabene-nya panutan mereka yang justru dibutuhkan selama ini.
Ketiga, dunia pendidikan tidak menolak games. Dunia pendidikan tidak sesempit membacakan materi dan evaluasi. Peserta akan bosan dan tidak bergairah. Sama halnya dengan poin pertama, peserta didik mudah bosan dengan hal yang berulang-ulang. Perlu kreativitas serta inovasi dalam pembelajaran. Belajar tidak selamanya dilakukan dengan tegang dan duduk. Otot-otot dan kinerja otak perlu dilemaskan, salah satunya dengan games. Games tidak harus bersumber dari ponsel. Bisa dibuat dengan sederhana yang melibatkan seluruh peserta didik dan tidak lepas dari materi yang sedang dibahas. Seperti mengubah evaluasi dengan mengkolaborasikan dengan permainan yang sering dimainkan oleh siswa. Misalnya permainan domino, ular tangga, monopoli, ludo, dan lainnya yang tentunya berisi materi yang sedang dibahas. Dengan adanya games membuat anak lebih bergairah dan meningkatkan semangat anak. Selain itu games juga bisa dilakukan oleh siswa di luar jam pelajaran sehingga permainan yang mereka mainkan tidak hanya sekadar mainan namun mengandung materi yang sudah diberikan di kelas. Tentu cara ini membantu pendidik dalam meningkatkan progres peserta didik.
Nah, apakah masih mau menggunakan tiga hal itu dalam dunia pendidikan? Perlu dipikir berkali-kali untuk meninggalkan tiga hal di atas sebagai variasi dalam pembelajaran. Sebab, dunia pendidikan tidak akan menolak tiga hal tersebut, story telling, hadiah, dan games.
-Irna Maifatur Rohmah, Berdomisili di Pondok Pesantren Nurul Iman Pasir Wetan Banyumas dan Mahasiswa UIN Prof KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto