*)Oleh: Tjahjono Widarmanto
Beberapa waktu lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pra kongres kebudayaan Jawa III yang diselenggarakan di Yogyakarta, sebagai persiapan kongres kebudayaan Jawa yang mengusung tema Kabudayan Jawa Anjayeng Bawana. Istilah Kabudayan Jawa anjayeng bawana secara harafiah dimaknai sebagai ‘kebudayaan Jawa berjaya di dunia’ .
Tema Kebudayaan Jawa Anjayeng Bawana dipilih sebagai upaya agar budaya Jawa mampu mendunia, mampu berbicara dalam dunia global. Tidak hanya berorientasi agar lebih dikenal masyarakat dunia, Kabudayan Jawa Anjayeng Bawana diharapkan mampu berjaya di era global.
- Iklan -
Kabudayan Jawa Anjayeng Bawana; kebudayaan Jawa yang berjaya memiliki pengertian lahir dan batin. Pengertian lahirnya adalah kebudayaan Jawa lebih dikenal di dunia. Sedangkan dalam pengertian batin, kebudayaan Jawa mampu menjadi penggerak untuk membuka berbagai kemungkinan dan memiliki peran dalam membangun humanitas yang menerabas batas-batas kewilayahan.
Upaya menjadikan kebudayaan Jawa menjadi lebih berjaya itu menjadi relevan apabila dikaitkan dengan situasi dan kondisi kebudayaan global saat ini. Realitas yang terjadi pada situasi saat ini adalah terjadinya dominasi budaya kontemporer dan budaya populer. Situasi tersebut dipicu dengan realitas kondisi masyarakat yang makin terbuka dan mengglobal yang mengusung dominasi pasar dan komersial.
Situasi zaman tersebut di atas menjadikan kebudayaan Jawa dihadapkan dalam sikap dan pilihan-pilihan. Sikap dan pilihan-pilihan tersebut adalah (1) memilih menyingkir (mengasingkan), (2) mengikuti arus secara pasif, (3) mempertahankan identitas budaya secara aktif, (4) berperan membangun dunia baru, (5) menampilkan diri bersama-sama, dan (6) melakukan hegomoni. Tentu saja sikap dan pilihan yang ideal adalah mempertahan identitas budaya secara aktif sekaligus berperan membangun dunia baru dengan tampil bersama-sama tanpa melakukan hegomoni dan dominasi kebudayaan lain.
Situasi global mengakibatkan dua alternatif besar yang bersinggungan dengan budaya Jawa, yaitu memunculkan kemungkinan sentralisasi, atau sebaliknya muncul fragmentasi. Situasi-situasi global juga secara otomatis melahirkan dua pertanyaan yang terkait dengan eksistensi budaya Jawa dalam posisi ke-Indonesiaan sekaligus posisi global.. Dua pertanyaan itu yaitu pertama, “Bagaimana menyikapi dan menempatkan budaya Jawa dalam peradaban Indonesia?” dan “Bagaimana menyikapi dan menempatkan budaya Jawa di tengah globalisasi?”
Konsekuensi dari dua jawaban besar di atas akan berlanjut pada dua pertanyaan besar lainnya untuk menuju pada pewujudan budaya Jawa yang anjayeng bawana. Dua pertanyaan besarYaitu yang pertama, “ Apa dan bagaimana yang dapat diberikan kebudayaan Jawa bagi habitus manusia dan kebudayaan Jawa?” dan kedua” Apa dan bagaimana yang harus dilakukan kebudayaan Jawa berkait manusia lain dan kebudayaan lain?”.
Sapta Gati Sebagai Pendekatan Mewujudkan Kabudayan Jawa Anjayeng Bawana
Kongres budaya Jawa sebelumnya yaitu Kongres 8udaya Jawa II yang diselenggarakan di Surabaya merumuskan abstraksi prinsipal dan filosofis untuk pondasi dalam menyiapkan irisan-irisan strategis dalam mendesain strategi kebudayaan Jawa. Abstraksi prinsipal dan filosofis tersebut disebut sebagai sapta gati atau tujuh perhatian penting.
Saptagati tersebut adalah (1) kebudayaan Jawa sebagai jatidiri nasional bersama kebudayaan lokal lainnya, (2) kebudayaan Jawa sebagai sendi dasar pembangunan bangsa, khusunya pada masyarakat Jawa, (3) kebudayaan adalah kekuatan pilar penyangga kesatuan negara RI, (4) kebudayaan Jawa adalah pagu nilai-nilai luhur perilaku kepemimpinan nasional, (5) kebudayaan Jawa adalah benteng penangkal erosi identitas lokal dan nasional, (6) kebudayaan jawa cahaya pemahaman nilai global dalam bingkai nasional, dan (7) kebudayaan Jawa adalah daya mental spiritual tata pergaulan internasional.
Dengan berbasis saptagati di atas bisa disusun irisan-irisan strategis yang sistematis, dan berkesinambungan untuk mewujudkan Kabudayan Jawa Anjayeng Bawana. Anjayeng bawana disini bukan berarti menganggap kebudayaan Jawa sebagai superioritas dan memandang rendah kebudayaan lain. Pun anjayeng bawana atau berjaya di bumi bukan berarti dominasi atau hegomoni terhadap kebudayaan lainnya. Anjayeng Bawana ini adalah cita-cita menjayakan budaya Jawa dengan mengambil posisi, peranan penting dan bersama-sama dengan warga dunila dalam membangun tatanan nilai dunia.
Sapta gati sebagai basis filososi strategi kebudayaan tentunya harus sinergi dengan konsep pemajuan kebudayaan yang menjadi acuan utama yang sudah termaktub dalam undang-undang pemajuan kebudayaan.
Strategi Difusi dan Strategi Inovasi dalam Mewujudkan Kabudayan jawa Anjayeng Bawana
Untuk menjadikan budaya Jawa anjayeng bawana perlu lebih dahulu dilakukan kontekstualisasi kebudayaan jawa. Kontekstualisasi adalah memastikan nilai-nilai budaya Jawa dapat memberikan sumbangan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan masa kini, tidak saja secara lokal tetapi juga secara nasional dan global.
Setelah kontekstualisasi maka dilajutkan dalam dua strategi yaitu strategi difusi budaya Jawa dan strategi inovasi budaya Jawa. Strategi difusi adalah penyebaran aspek-aspek budaya tertentu dari suatu kelompok masyarakat ke kelompok masyarakat lain, sehingga mewujudkan perubahan kebudayaan. Budaya Dengan kata lain difusi kebudayaan adalah proses penyebaran kebudayaan secara geografis yang pada titik tertentu menimbulkan perubahan kebudayaan bagi penerima unsur kebudayaan lain tersebut.
Difusi budaya sangat strategis karena bisa memunculkan imbas budaya yang terjadi akibat interaksi antar satu budaya dengan budaya lain sehingga mengakibatkan proses asimilasi dan akulturasi. Dalam proses ini ada tiga komponen penting yang harus bersinergi yaitu proses-jejaring-agensi, yang apabila interasi berjalan baik dengan pelibatkan tiga komponen tersebut pastilah kebudayaan Jawa akan menjadi mantap untuk menuju anjayeng bawana.
Difusi sebagai strategi budaya harus berwawasan ke masa depan dan ke luar dengan tetap berjejak pada nilai-nilai luhur budaya sendiri, serta tidak silau terhadap budaya lain. Dalam proses difusi harus memanfaatkan situasi dunia yang mengalami pergeseran dari mediterian-atlantik menuju Indo-pasifik.Dalam proses difusi harus muncul sikap proaktif untuk menawarkan dan memberikan alternatif sumbangan bagi pembentukan tata dunia baru.
Strategi difusi bisa masuk melalui diplomasi budaya atau melalui diaspora. Diplomasi budaya atau soft power diplomacy merupakan sarana dan cara menawarkan gagasan budaya, nilai budaya, seni dan karya budaya kepada komunitas lain. Diplomasi budaya akan menjadi lebih efektif bila ada campur tangan aktif negara. Melalui diplomasi budayalah peluang pasar bisa dibuka seluas-luasnya.
Jikalau diplomasi budaya ke negara atau komunitas bangsa yang keluar dari kewilayahan berhasil, maka pasti memberikan umpan balik positif bagi penguatan budaya Jawa. Kemitraan dan persentuhan dengan anasir-anasir budaya lain sebagai konsekuensi diplomasi budaya akan secara otomatis membuka peluang kerjasama di bidang lainnya yang mendorong peningkatan kesejahteraan, pertukaran teknologi, kerjasama pendidikan, kerjasama ekonomi dan sebagainya yang kemudian mendorong permajuan kebudayaan dan memunculkan peradaban. Tak kalah pentingnya, diplomasi budaya dan kemitraan itu akan memunculkan penghargaan dan pengakuan dunia sehingga makin mengokohkan identitas budaya
Selain diplomasi budaya, diaspora bisa menjadi pintu masuk yang efektif bagi difusi budaya. Diaspora memiliki sifat-sifat yang memungkinkan terjadinya difusi budaya. Sifat-sifat diaspora itu diantaranya adalah kecenderungan mencari akar budaya, memiliki keterkaitan budaya dengan budaya leluhur, memiliki kebutuhan pemenuhan kerinduan akan budaya asal, berpotensi sebagai jejaring yang terbuka, dan sekaligus berfungsi sebagai agensi untuk menjadi ujung tombak pengenalan budaya kepada komunitas lainnya.
Selain strategi difusi ada strategi lain yang bisa digunakan untuk mejadikan kebudayaan Jawa anjayeng bawana, yaitu strategi inovasi atau innovation. Inovasi dapat diartikan sebagai ‘penemuan’. Penemuan artinya menemukan sesuatu yang baru, walaupun sebenarnya sudah ada sejak lama baru kemudian diketahui atau memang benar-benar baru dalam arti sebelumnya tidak ada.
Inovasi bisa saja berupa proses transformasi ide-ide baru atau pengetahuan baru ke dalam karya-karya baru. Inovasi bisa pula mengarah pada terciptanya funsi-funsi baru atau karya-karya baru. Bisa pula mewujud pada penciptaan konsep baru, dapat juga berupa pengimplisasian ide-ide dalam kehidupan nyata.
Inovasi dapat mewujud dalam berbagai tipe. Tipe-tipe itu di antaranya adalah inovasi inkremental yaitu menambahkan karya tambahan di atas karya sama dengan hasil yang lebih baik. Tipe inovasi aditif yaitu penemuan atau penambahan nilai baru ke dalam karya yang ada. Adalagi inovasi komplementer yaitu penemuan baru dengan penciptaan baru sekaligus mengubah struktur karya yang ada. Yang terakhir adalah inovasi bertipe radikal atau terobosan yaitu mengubah dasar-dasar karya atau menciptakan karya baru dan jalan baru untuk memperluas jangkauan wilayah kekaryaan.
Untuk memunculkan inovasi baru diperlukan strategi-strategi. Strategi-strategi inovasi itu adalah sederhana, unik, spesifik,konkrit, dilakukan dalam suatu sistem, membangun kepercayaan, pertukaran informasi dan silang ide dan pemanfaatan teknologi. Melalui strategi-strategi tersebut diharapkan Inovasi mampu menjadi pandam sekaligus pandom, menjadi pemandu sekaligus penerang. Inovasi juga harus mampu membumikan kembali nilai-nilai di tengah-tengah perubahan global
Inovasi-inovasi harus selalu dibentuk dan digulirkan agar kebudayaan Jawa tidak stagnan dan selalu relevan dengan kebutuhan dan sebaiknya aplikatif dengan kehidupan-kehidupan nyata. Inovasi-inovasi dimungkinkan dapat dilakukan seluas-luas mungkin dengan daya kreativitas. Kreativitas dalam inovasi di kebudayaan Jawa harus disasarkan menuju upaya reaktualisasi dan reartikulasi kebudayaan jawa. Reaktualisasi adalah mencari upaya kreatif-inovatif untuk mengaktualkan kebudayaan Jawa dalam konstelasi kebudayaan global sehingga dapat diterima tidak saja oleh para pewarisnya namun juga oleh warga kebudayaan dunia. Adapun reartikulasi adalah memaknai kembali kebudayaan Jawa sehingga dapat diterima oleh generasi-generasi muda sehingga tak hanya memunculkan sikap handarbeni saja namun juga melahirkan kesadaran untuk mengenalkan sekaligus mengambil posisi penting dalam peradaban dunia global.
Inovasi-inovasi yang segar tak hanya membawa kebudayaan jawa untuk mengambil peran, berpartisipasi sekaligus berkolaborasi dengan masyarakat global untuk menciptakan tatanan baru, namun juga dapat benar-benar menjadikan kabudayan jawa anjayeng bawana dengan tidak menghegomoni apalagi mendominasi, tidak merasa paling super, tidak menganggap paling digdaya, tidak ekspansif, namun berjaya dengan berbagi kearifan, keluhuran, tampil sebagai alternatif, berpotensi solusif, dan saling menjaga marwah.
*) Tjahjono Widarmanto, adalah pemerhati budaya, sastrawan dan guru SMA 2 Ngawi