Oleh : Dzika Fajar Alfian Ramadhani
Di berbagai daerah di Indonesia setiap pesantren memiliki karakteristik dan keunikan masing-masing. Di setiap pesantren memiliki keunggulan mulai dari visi, program hingga kurikulum yang beragam. Manajemen yang ada di pesantren tergantung pada pimpinan tertinggi yang dalam hal ini dipegang oleh kiai. Kemudian Kiai ini sebagai pemegang kendali juga sebagai pengasuh Pesantren.
Pada awalnya pesantren adalah lembaga pendidikan yang berdiri jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Hingga saat ini berbagai dinamika yang melekat dalam manajemen pesantren, salah satu nya adalah mengatur bagaimana cara agar pesantren tetap eksis. Dari dulu pesantren memiliki kontribusi yang cukup besar untuk kemajuan bangsa. Mulai dari sejarah bangsa yang tak luput dari cengkraman produk pesantren yang bernama santri.
- Iklan -
Bukan hanya soal manajemen dan transformasi pesantren saja, namun dibalik itu semua dalam berdirinya pesantren khususnya pesantren modern secara umum memiliki beberapa tujuan. Pada mulanya pesantren adalah Lembaga Pendidikan non formal yang dulunya berbentuk halaqoh atau sebuah kelompok belajar biasa. Seiring dengan perjalanan waktu pesantren mencoba untuk adaptif terhadap perkembangan zaman. Misalnya dari halaqah kemudian dibangun bangunan-bangunan dengan sistem keasramaan. Hal ini bukan tanpa alasan, tujuan sistem keasramaan yang dibangun ini adalah sebagai ajang transfer keilmuan. Ini mengadopsi pendidikan timur tengah yang mempunyai esensi sebagai laboratorium akhlak dan keilmuan.
Pesantren ini Lembaga-lembaga yang didirikan secara sukarela sehingga dalam perkembanganya Lembaga ini memiliki afiliasi dan ideologinya masing-masing. Pada umumnya lembaga semacam pesantren memiliki kiblat ideologi terhadap Ahlussunnah Wal Jamaah yang terbukti lembaga ini telah melahirkan para tokoh yang masyhur untuk kemajuan bangsa. Tetapi pada dasarnya tujuan didirikanya adalah murni sebagai samudera keilmuan yang bersanad.
Singkatnya pesantren didirikan bukan berorientasi terhadap kekuasaan yang secara implisit hanya berkutat terhadap jabatan, uang dan kepentingan-kepentingan duniawi. Tetapi dalam perkembangannya pesantren tidak bisa lepas dari jerat kekuasaan. Bagaimana tidak? Lembaga pendidikan formal maupun non formal harus terintegrasi dengan kekuasaan. Sebuah lembaga pendidikan khususnya harus terintegrasi atau setidaknya tercatat dan terdaftar dalam naungan pemerintah. Hal ini menjadi problem yang perlu diperhatikan. Tetapi dibalik itu semua untuk menunjukan bahwa pesantren adalah Lembaga legal dan juga diperhatikan oleh pemerintah.
Misalnya dibuatnya Undang Undang Pesantren (UUP) yang menegaskan fungsi pesantren mencakup lembaga pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat. Legitimasi negara terhadap pesantren tercermin pada di sah kan nya Undang-Undang Pesantren (UUP) yang memuat berbagai aspek yang melatarbelakanginya diantaranya dari aspek Historis, Filosofis, hingga yuridis. Dalam aspek yuridis misalnya peraturan yang dibuat tersebut nyatanya belum bisa mengakomodir kebutuhan pesantren yang tentunya masih banyak aspirasi seiring dengan perkembangan pesantren saat ini.
Belum lagi intervensi negara terhadap kurikulum pesantren yang pada dasarnya berbeda satu sama lain. Semakin banyak lahir pesantren sekaligus mulai banyak juga pesantren dengan program unggulannya masing-masing. Sehingga jika regulasi seperti (UUP) ini hanya bisa mengakomodir nilai nilai dasar Lembaga pesantren. Dan tak jarang, geliat intervensi ini menjadi salah jalur yaitu digunakan sebagai propaganda untuk tujuan tujuan tertentu misalnya seperti politik praktis.
Sejalan dengan hal tersebut teringat dengan Hari Santri yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober. Peringatan ini ditandai dalam keputusan presiden nomor 22 tahun 2015 yang merujuk pada salah satu tokoh Nahdlatul Ulama yang menyerukan Resolusi Jihad utamanya pada kalangan pesantren. Sehingga saat ini Lembaga seperti pesantren diharapkan menjadi pemecah masalah dengan berbagai sistem yang ada di dalamnya sehingga dapat membentuk karakter alumninya.
Walau di dalam referensi yang ada di dalam kitab kuning seperti yang dipelajari di berbagai pesantren tidak secara langsung mempelajari politik, ilmu seperti siyasah (ilmu politik) sangat jarang ditemui di pesantren. Ada beberapa hal lain juga turut menjadi problematika terhadap pesantren yaitu stigma tradisionalis. Stigma ini yang kemudian menjadikan dikotomi terhadap keilmuan. Seakan pesantren hanya mempelajari hal hal keagamaan saja dan soal halal haram saja. Sehingga pola pola seperti ini yang perlu diperhatikan agar selaras dengan tujuan didirikanya pesantren.
Tetapi saat ini pesantren menjadi salah satu Lembaga Pendidikan paling eksis. Pasalnya orang tua percaya terhadap sistem Pendidikan didalamya. Kemudian disinilah pesantren menjadi “Center Of Exellence” atau pusat keunggulan dengan program unggulan yang dimiliki. Karena pada dasarnya pesantren mempunyai fungsi yang sama yaitu menekankan secara signifikan terhadap Pendidikan agama dan moral.
Oleh karena itu perlunya menejemen dan sdm yang berkualitas dengan cara dipilih sdm unggulan secara periodik sebagai Langkah evaluasi secara berkala. Dan juga sebagai cara untuk menilai efektifitas program, pelaksanaan hingga alumninya. Serta dapat dijadikan sebagai penggali kelemahan untuk Menyusun strategi pengembangan pesantren pada periode atau tahun ajaran selanjutnya.
– Penulis aktif di IPNU Gondokusuman Yogyakarta, PMII Komisariat “Veteran” Yogyakarta, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Sikap, Komunitas Perpustakaan Jalanan Kunduran Blora