Oleh: Fathorrozi
Judul Buku : Ulama-Ulama Nusantara yang Mempengaruhi Dunia
Penulis : Thoriq Aziz Jayana
Penerbit : Noktah
Cetakan : I, 2021
Tebal : 178 halaman
ISBN : 978-623-6175-11-8
Merupakan perilaku yang baik, jika kita sudi memetik keteladanan dari orang-orang yang memiliki jiwa besar, yang layak dijadikan teladan dan panutan. Tidak dimungkiri, pengaruh teladan yang baik itu jauh lebih besar daripada teguran yang tajam. Kita bisa belajar untuk memperbaiki diri dengan cara melihat dan merenungkan kehidupan orang lain dalam mencapai kesuksesan.
Kita hidup butuh inspirator. Kita butuh sosok yang telah sukses menjalani hidupnya untuk kita teladani dalam meraih ridha-Nya. Kita butuh inspirasi dari seorang inspirator yang akan membuat kita berada dalam semangat juang yang tinggi. Dengan mempelajari kisah hidup sang inspirator, –keluarganya, kesehariannya, keberhasilannya, pemikirannya, dan banyak hal tentang dirinya termasuk mempelajari prosesnya– akan membawa kita menuju gerbang kesuksesan secara lebih cepat.
- Iklan -
Buku dengan judul Ulama-ulama Nusantara yang Mempengaruhi Dunia ini layak untuk kita miliki, lalu kita baca, kemudian kita teladani isinya. Buku ini memaparkan tentang kehidupan dari tiga ulama kharismatik Nusantara yang hingga sekarang tetap harum namanya. Mereka adalah Syekh Junaid al-Batawi, Syekh Nawawi al-Bantani, dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi.
Syekh Junaid al-Batawi merupakan sosok ulama yang patut diteladani bagi generasi muda muslim saat ini. Beberapa keteladanan beliau yang bisa kita tiru adalah sebagai pengembara ilmu sejati. Syekh Junaid al-Batawi rela meninggalkan Betawi demi mempelajari ilmu di pusat studi keislaman. Saat ia berhasil menguasai banyak ilmu, ia tidak pelit mengajarkan ilmunya kepada orang lain, terutama kepada masyarakat Nusantara yang sedang berhaji. Ia mentransfer ilmunya kepada thullab yang rela meluangkan waktunya untuk menimba ilmu di majelisnya (hlm. 52).
Tantangan dan rintangan dalam mencari ilmu tidak jarang juga Syekh Junaid dapati. Mulai dari rasa malas yang tiba-tiba datang, mengulang-ulang pelajaran yang mengusik kesabaran, sulitnya biaya sehingga harus menahan lapar saat belajar, hingga waktu dan jarak yang harus ditempuh dengan lama dan jauh untuk mendapatkan ilmu dari para gurunya yang mulia. Ia menghadapi semua tantangan dan rintangan dalam pengembaraan ilmu itu dengan penuh ketabahan.
Selain itu, Syekh Junaid al-Batawi juga dikenal sebagai sosok yang memiliki akhlak mulia kepada semua orang, mudah memaafkan, rendah hati, tidak pendendam, dan jauh dari sifat dengki (hlm. 52). Ia adalah sosok manusia yang sederhana, tidak terpesona oleh gemerlap dunia, dan kesederhanaan ini membuatnya dekat dengan semua kalangan (hlm. 55).
Sementara itu, ulama besar lainnya yang memberikan kontribusi dalam khazanah keislaman untuk kita teladani adalah Syekh Nawawi al-Bantani. Ia merupakan seorang muslim yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, baik pengetahuan agama maupun lainnya. Ia telah menghabiskan sebagian besar waktu hidupnya untuk mencari ilmu. Ia berkelana mulai dari Nusantara ke Hijaz, lalu ke Mesir (hlm. 110). Waktu-waktunya hanya dihabiskan untuk belajar. Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Baginya, waktu adalah pengetahuan. Sehingga, melalaikan satu waktu saja sama halnya melenyapkan satu pengetahuan dalam dirinya.
Ia juga sosok ulama yang gemar membaca. Sebab dengan rajin membaca, ia mampu menguasai dan mengetahui beragam ilmu pengetahuan. Tradisi membaca Syekh Nawawi al-Bantani bukan sekadar mengkhatamkan buku, melainkan juga meresapi dan mengkajinya hingga benar-benar paham (hlm. 112). Ia pun termasuk ulama yang sangat produktif menulis. Berdasarkan sumber buku ini, diketahui bahwa kitab karangannya yang terklarifikasi sejumlah 115 karya, dan mungkin masih banyak karyanya yang tidak terdeteksi atau tidak sampai kepada kita.
Sedangkan beberapa keteladanan yang bisa kita contoh dari ulama Nusantara lainnya, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi adalah gemar berdiskusi. Kebiasaan berdiskusi ini membuatnya banyak mendapat perhatian. Sejak masih muda kecerdasannya mampu mengalahkan teman-teman sebayanya. Dan hal itu terus dibawanya sampai ia menjadi pengajar di Masjidil Haram. Ia tidak pernah lupa menerapkan metode diskusi kepada para muridnya (hlm. 153). Dengan berdiskusi, pikiran kita akan terbuka, sehingga dapat menemukan jalan keluar. Diskusi juga sebagai sarana mengembangkan diri, sehingga dirinya mempunyai sikap demokratis, saling menghargai, tidak gampang menyalahkan orang lain, mengembangkan daya pikir kritis, dan melatih kemampuan berbicara.
Selain itu, semangat juang dari Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang patut kita teladani adalah kecintaannya kepada Tanah Air Indonesia tidak hilang meski ia tinggal di Makkah. Melalui karya-karya dan gagasan-gagasannya yang kemudian dibawa oleh murid-muridnya ke Indonesia, ia telah berhasil memberikan kontribusi terhadap gerakan pembaruan Islam di Tanah Air (hlm. 168). Gerakan-gerakan pembaruan Islam di Indonesia dilakukan dalam beragam bentuk, mulai dari pemurnian akidah, pengembangan pendidikan, hingga gerakan-gerakan reformasi dan kemerdekaan, seperti resolusi jihad oleh KH. Hasyim Asy’ari.
Dengan menghayati dan merenungi isi buku yang bahasanya sangat mudah dipahami ini, insya Allah kita bisa mengambil keteladanan dari para masyayikh tersebut. Mereka telah sukses dalam menjalani kehidupan hingga menjadi manusia yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan umat Islam di berbagai penjuru dunia.***
*) Fathorrozi, penulis lepas, tinggal di YPI Qarnul Islam Ledokombo Jember.