Oleh Sam Edy Yuswanto*
Seorang guru, idealnya harus memiliki kebiasaan membaca buku. Hal ini dimaksudkan untuk menambah wawasan keilmuannya. Semakin banyak beragam jenis buku bacaan yang dibaca, maka akan semakin membuat wawasannya semakin bertambah lebar. Sehingga saat mengajar para peserta didiknya dia memiliki berbagai metode atau “cara mengajar” yang tidak monoton dan tidak membuat para siswa merasa bosan karenanya.
Selain memiliki kebiasaan membaca buku, seorang guru juga penting menularkan kebiasaan membacanya itu terhadap murid-muridnya. Misalnya, mengajak mereka agar rajin mengunjungi perpustakaan. Bebaskan siswa untuk memilih bahan bacaan yang paling disukainya terlebih dahulu. Saya yakin, seiring berjalannya waktu, siswa akan merasa tertarik untuk membaca buku-buku yang lebih beragam, tak hanya satu genre saja misalnya novel atau kumpulan cerpen.
Namun, yang menjadi kendala adalah: ternyata membiasakan diri membaca buku itu tidaklah gampang. Parahnya lagi ketika ada sebagian orang hanya pandai berbicara, misal menyuruh atau memotivasi orang lain agar gemar membaca buku, sementara dirinya sendiri malah tidak memiliki kebiasaan tersebut. Karenanya, penting di sini untuk memberikan keteladanan kepada mereka. Misalnya, ketika siswa melihat gurunya rajin membaca buku dan juga rajin mengampanyekan pentingnya membaca buku, maka saya yakin kebiasaan membaca tersebut juga akan ditiru oleh siswanya.
- Iklan -
Tentang cara agar anak-anak rajin membaca, kita bisa menyimak ulasan Lubis Grafura dan Ari Wijayanti dalam bukunya, Spirit Pedagogi di Era Disrupsi (2019). Dalam buku tersebut, penulis menjelaskan lima upaya yang bisa menjadi altenatif untuk diupayakan oleh guru dalam rangka mengampanyekan budaya membaca. Kelima upaya tersebut saya coba paparkan secara ringkas berikut ini:
Pertama, memberi teladan terlebih dahulu. Hal ini menjadi upaya mendasar yang mesti dilakukan oleh guru. Bila guru berkomitmen untuk membudayakan membaca sementara ia juga memberikan keteladanan nyata maka ada peluang bagi peserta didik untuk terinspirasi.
Kedua, memanfaatkan kliping koran bekas yang berisikan berita inspiratif. Hanya dengan meminta waktu 5-10 menit, peserta didik di awal atau di sela-sela pembelajaran akan mampu meningkatkan kemampuan membaca mereka.
Ketiga, mengampanyekan atau mengajak peserta didik ke perpustakaan daerah sekitar. Pengejewantahan dari upaya ini adalah membuat klub membaca atau ekstrakurikuler. Hal ini akan meningkatkan budaya membaca dimulai dari perpustakaan.
Keempat, mengoptimalkan perpustakaan sekolah. Guru bisa mengajak peserta didik untuk membersihkan atau menata ulang perpustakaan menjadi tempat yang menyenangkan bagi mereka.
Kelima, mempromosikan buku selama lima menit sebelum memulai pembelajaran. Guru bisa memulai mengampanyekan budaya membaca dengan cara mempromosikan buku di awal pembelajaran. Promosi di sini memuat isi, kelebihan, serta alasan peserta didik harus membaca buku tersebut. Terlebih bila buku yang dipromosikan tersebut tersedia di perpustakaan sekolah, diasumsikan mereka akan tertarik dan meminjamnya.
Mengatasi Rasa Bosan Membaca
Memang harus saya akui, yang namanya memiliki kebiasaan membaca buku itu butuh perjuangan panjang dan berkelanjutan. Sebagai seorang yang memiliki kebiasaan membaca, saya juga kerap didera rasa malas untuk membaca buku. Kadang begitu bersemangat membaca, kadang begitu malas untuk menjamah buku dan membacanya. Namun saya merasa yakin, kejenuhan atau rasa malas membaca itu hanya bersifat sementara alias tidak akan bertahan lama. Sama persis dengan kebosanan-kebosanan dalam melakukan hal-hal lain yang kadang mendera kehidupan kita.
Rasa bosan dan malas memang manusiawi dan kadang (atau bahkan kerap) hadir dalam kehidupan setiap orang. Namun jangan sampai hal tersebut dijadikan sebagai “pembenaran” dan menjadikan kita merasa malas secara berkelanjutan lalu tidak melakukan kegiatan yang bermanfaat.
Menurut hemat saya, untuk mengatasi rasa bosan membaca, kita bisa melakukan beragam selingan. Misalnya, saat hari ini sedang bosan membaca buku, kita bisa keluar sejenak, jalan-jalan ke tempat wisata, atau mencicipi kuliner kesukaan kita, atau membeli sesuatu yang kita senangi selama harganya masih masuk akal hehehe. Setelah itu tekadkan, misalnya mengatakan dalam hati, “Ketika sampai di rumah, saya harus kembali membaca buku”. Ini hanya sekadar contoh kecil dari saya yang bisa dilakukan untuk mengatasi kejenuhan membaca.
Mudah-mudahan tulisan singkat dan sederhana ini dapat meningkatkan kebiasaan membaca kita di rumah bahkan di mana saja kita berada. Terlebih bagi para guru atau mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, yang mestinya dituntut memiliki wawasan luas. Logikanya, mana mungkin guru bisa memiliki wawasan luas kalau dia tidak memiliki kebiasaan membaca beragam buku? Wallahu a’lam bish-shawaab.
***
*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.