Oleh: Untung Wahyudi
Judul Buku : Jangan Berputus Asa
Penulis : Syahban Danas, dkk
Penerbit : Indiva Media Kreasi, Solo
Tebal : 120 Halaman
Cetakan : Pertama, 2021
ISBN : 9786232530461
Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti akan menemukan banyak kesalahan dan kegagalan yang tidak pernah disengaja. Dua hal ini sangat lazim terjadi dalam kehidupan seseorang. Kegagalan adalah hal yang manusiawi yang tidak perlu disesali. Jangan gampang berputus asa karena suatu kegagalan. Sebaliknya, hendaknya kegagalan dijadikan pelajaran agar bisa lebih baik di masa mendatang.
Dalam Al-Quran surat Yusuf ayat 87 Allah berfirman, “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”
- Iklan -
Sebagai orangtua hendaklah kita mendidik dan mengajarkan anak untuk terus berjuang dan tidak berputus asa dalam mengerjakan sesuatu. Kegagalan bukanlah akhir segalanya. Kegagalan bisa menjadi pelecut agar seseorang menjadi pribadi yang tangguh. Kegagalan yang dihadapinya bisa dijadikan jalan untuk meraih kesuksesan.
Pelajaran tentang larangan berputus asa inilah yang terselip dalam cerita Jangan Berputus Asa yang ditulis oleh Syahban Danas. Dalam kumpulan cerita anak ini, Syahban menceritakan sekelompok siswa yang diberi tugas dalam materi prakarya oleh guru mereka. Kiki dan teman-temannya sepakat membuat kerajinan dari kulit telur karena dianggap murah. Untuk membuat dari bahan lain, mereka harus mengeluarkan dana yang bisa memotong uang jajan.
Berdasarkan kesepakatan, mereka mengerjakan tugas tersebut di rumah Sri, salah seorang anggota kelompok. Setelah tugas selesai, tugas itu dibawa Kiki ke rumahnya untuk disetorkan keesokan harinya. Namun, Kiki telat bangun untuk ke sekolah sehingga membuatnya terburu-buru. Karena takut telat, Kiki berlari begitu menginjakkan kakinya di gerbang sekolah. Kiki jatuh dan kerajinan yang dibuat oleh kelompoknya hancur tak berbentuk. Teman-teman Kiki kesal dengan ulah Kiki yang ceroboh.
Untunglah guru mapel prakarya baik hati. Mereka diberi waktu untuk mengerjakan ulang tugasnya selama dua hari. Jika tidak bisa, maka mereka tidak akan mendapatkan nilai. Kiki dan teman-temannya heboh, namun salah seorang dari mereka berusaha menenangkan. Mereka tidak ingin berputus asa dengan kejadian tersebut (hlm. 119).
Cerita lain ditulis Haqqiya Hurulayni A. dalam Hati-Hati Riya. Dalam cerpen ini, Haqqiya berkisah tentang Saras yang merasa jengah dengan sifat pamer yang sering dilakukan salah seorang temannya di media sosial. Saras tak habis pikir, kenapa kebaikan yang dilakukan seseorang, termasuk ibadah, harus dipamerkan di medsos. Shalat, baca Al-Quran, berpuasa, dan lainnya, tidak seharusnya dipamerkan kepada orang lain.
Jika hal itu dilakukan untuk memotivasi orang lain, mungkin tidak masalah. Tapi, bagaimana jika kebiasaan pamer tersebut mendatangkan sifat sombong, riya, atau karena ingin dipuji banyak orang? Kebaikan yang dilakukan bisa mengurangi pahala karena tidak dilakukan dengan ikhlas, melainkan karena haus pujian (hlm. 33).
Dalam cerpen Tidak Harus Malu, Muhammad Rafid NR berkisah tentang seorang anak bernama Naifa yang malu dengan dirinya yang memiliki kelainan hormon. Saat keluarganya berencana liburan, dia senang karena tidak harus menahan malu saat berkumpul dengan teman-temannya.
Naifa memiliki kumis, padahal dia perempuan. Menurut dokter, tubuh Naifa memiliki kelebihan hormon androgen. Hormon androgen seharusnya berada dalam tubuh laki-laki. Tingginya hormon androgen pada perempuan seperti Naifa, disebut hirtusisme. Karenanya, teman-teman Naifa sering mempertanyakan jenis kelamin Naifa yang sebenarnya. Padahal, Naifa benar-benar perempuan. Hanya saja, ia memiliki kumis yang seharusnya tidak dimiliki perempuan (hlm. 90).
Kehadiran buku ini cukup istimewa karena ditulis oleh beberapa penulis cilik Indonesia berbakat. Berisi sepuluh cerita, secara keseluruhan kisah-kisah dalam buku ini mengajarkan banyak hal, terutama tentang pendidikan karakter untuk anak. Bagaimana mereka bergaul dengan teman, menghormati guru dan orangtua, dan sifat-sifat baik lainnya yang seharusnya dimiliki dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
*) Untung Wahyudi, lulusan UIN Sunan Ampel, Surabaya. Tulisan-tulisannya tersiar di beberapa media cetak dan online. Penulis tinggal di Sumenep