Oleh Akhmad Idris
***
Sekolah di masa depan⸻yang seharusnya sejak masa sekarang⸻diharapkan mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang termaktub di dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003. Di dalam Undang-Undang tersebut, disebutkan bahwa keberadaan pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan yang berarti berhubungan dengan intelektual serta membentuk watak yang berarti berkaitan dengan moral. Sayangnya, merealisasikan tujuan tersebut bukanlah hal yang mudah dilakukan. Fakta tentang kasus penganiayaan seorang siswa terhadap guru pada tahun 2018 di Sampang dan beberapa kasus-kasus amoral yang dilakukan oleh pebelajar baru-baru ini, sudah cukup menjadi bukti potret buram pendidikan negeri ini.
Banyak faktor yang diungkapkan oleh para pakar pendidikan terkait masalah kegagalan membentuk watak, satu di antaranya adalah karena ketakseimbangan porsi pembagian dimensi intelektual; emosional; dan spiritual. Dimensi intelektual menjadi hal yang paling diutamakan, sementara dimensi emosional dan spiritual lebih sering menjadi kebutuhan sampingan, padahal tiga dimensi tersebut sudah seyogianya berjalan beriringan agar para pebelajar menjadi generasi yang unggul secara intelektual sekaligus secara moral. Kini, Sekolah-Sekolah Islam berusaha mengatasi masalah tersebut dengan mengupayakan pengembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual secara lebih komprehensif lewat pendirian Sekolah Islam Boarding School.
Sekolah Berasrama
Nama lain dari boarding school adalah sekolah berasrama. Maksudnya, para pebelajar diberikan pendidikan serta pengawasan selama 24 jam. Pada umumnya, para pebelajar mendapatkan kelas reguler dari pagi hingga siang, lalu dilanjutkan dengan kelas-kelas khusus di asrama. Di Sekolah Islam Boarding School, para pebelajar tak hanya mangembangkan kecerdasan intelektual, tetapi juga mengembangkan kecerdasan spiritual serta emosional lewat program-program yang telah dirancang secara khusus. Sebut saja seperti pembiasaan salat malam, zikir, program menghapal Al-Quran, gerakan Jumat berkah, field trip, study tour, program Klinik Mata Pelajaran, hingga ektrakurikuler seni budaya.
Melalui program Klinik Mata Pelajaran, para pembelajar dapat dengan leluasa mengulang sekaligus menanyakan materi-materi yang kurang dipahami pada waktu kelas reguler. Keleluasaan seperti inilah yang membuat para pebelajar lebih mudah mengembangkan aspek kognitifnya. Program ini menjadi solusi yang cukup efektif untuk masalah keterbatasan waktu pada kelas reguler. Selain mata pelajaran, Sekolah Islam Boarding School juga memfasilitasi bakat dan minat para pebelajar lewat program ekstrakurikuler seni budaya yang meliputi tari, menjahit, hingga drama. Program semacam ini menjadi penting karena beberapa anak memiliki bakat dan minat yang berbeda-beda, sehingga memaksa anak-anak untuk tertarik hanya pada buku-buku mata pelajaran sama saja dengan menolak kodrat. Senada dengan yang disampaikan oleh Pablo Picasso bahwa setiap anak adalah seorang seniman yang bisa saja lemah di dalam melakukan hapalan perkalian, tetapi sangat mengagumkan ketika mengejawantahkan imajinasi ke dalam lukisan.
- Iklan -
Sebagai lembaga pendidikan yang berciri Islam⸻sesuai dengan visi yang diusung⸻, Sekolah Islam Boarding School juga berupaya untuk mempersiapkan para pebelajar memiliki bekal yang cukup untuk kecerdasan spiritualnya lewat program menghapalkan Al-Quran, salat malam, hingga Gerakan Jumat Berkah. Kecerdasan spiritual dibutuhkan untuk menjaga keimanan para pebelajar agar tidak mudah dipengaruhi oleh paham-paham yang menyesatkan. Selain itu, kecerdasan spiritual juga menjadi sumber untuk membentuk karakter yang berakhlak mulia. Kondisi batin yang baik akan menunjang konsentrasi para pebelajar dalam menerima materi pelajaran yang diberikan oleh para pengajar.
Hal terakhir yang membuat Sekolah Islam Boarding School layak disebut sebagai sekolah masa depan adalah kondisi lingkungan yang dapat meningkatkan kemampuan sosialisasi para pebelajar sejak dini. Di dalam lingkungan sekolah berasrama, para pebelajar akan dihadapkan dengan miniatur kehidupan di lingkungan masyarakat. Keberadaan pebelajar yang heterogen (mulai karakter yang berbeda-beda, kebiasaaan yang berbeda-beda, hingga suku yang berbeda-beda), akan membuat setiap anak belajar cara menghargai; cara menghormati; cara berkomunikasi; dan cara mengakrabkan diri antarsesama. Sebagaimana yang disebutkan oleh peribahasa, bahwa lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Kondisi seperti inilah yang akan mengembangkan kecerdasan emosional para pebelajar.
Ketika menghadapi seorang pebelajar lain yang keras kepala dan tidak mau kalah, maka pebelajar⸻baik secara langsung maupun tidak langsung⸻akan mulai belajar mengendalikan diri untuk lebih memilih diam atau mengalah karena membantah tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Tindakan yang berbeda akan berlaku saat menghadapi seorang pebelajar lainnya yang kurang percaya diri, sehingga mendiamkannya akan semakin membuatnya terasing dan terpinggirkan. Selain itu, lingkungan sekolah berasrama juga dapat meningkatkan kemandirian para pebelajar. Menjalani hari-hari di asrama yang berarti jauh dari perhatian keluarga, secara perlahan akan menghilangkan sifat kebergantungan anak terhadap bantuan orang lain. Agaknya pepatah lama itu memang benar, bahwa mengembara akan membuat seorang anak kecil menjadi lebih dewasa.
Meskipun sekolah berasrama terkesan membutuhkan banyak biaya (karena segala fasilitas yang lebih dari sekolah biasa), banyak Sekolah Islam Boarding School yang justru merekrut calon pebelajar dengan komposisi 30% jalur biaya mandiri untuk kalangan keluarga mampu dan 70% jalur beasiswa penuh dari yayasan untuk kalangan keluarga kurang mampu. Sistem ini seolah menjadi bukti keseriusan sekolah islam berasrama dalam membantu pemerintah mewujudkan tujuan pendidikan nasional.