Oleh Dini Salamah
“ Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”. Istilah ini tentu sudah tidak asing di telinga kita semua. Guru memiliki tugas utama yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi peserta didik. Karena pengorbanan yang besar ini, serta jasa-jasanya yang tidak bisa tergantikan, guru di istilahkan sebagai “pahlawan”. Sebagaimana pengorbanan para pahlawan yang telah gugur karena berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia yang jasanya akan terkenang sepanjang masa.
Keberadaan guru bagi suatu negara sangatlah penting. Tanpa adanya sosok guru, maka masa depan bangsa akan hancur. Sebab anak-anak generasi penerus bangsa akan menjadi bodoh dan tidak berpengetahuan yang akhirnya akan mudah di tipu oleh negara lain. Bukankah Bapak Pendidikan Vietnam Ho Chi Min pernah berkata: “No Teacher No Education No Education no Economis dan Sosial Development?” Yang atinya Tidak ada guru tidak ada pendidikan tidak ada pendidikan tidak ada pembangunan ekonomi dan sosial?
Merdeka berarti bebas, tidak terjajah lagi. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan guru merdeka yaitu seorang guru yang memiliki kemerdekaan dalam berfikir. Guru yang merdeka di harapkan mampu membangun komitmen pada tujuan pembelajaran. Serta tidak terjajah dan terbelenggu dalam problematika pendidikan. Namun dalam kenyataannya, guru belum sepenuhnya merdeka. Bahkan mereka masih jauh dari kata merdeka.
- Iklan -
Alasan yang pertama yaitu karena mereka masih terjajah dalam hal gaji dan status honorer, wiyata bhakti/ guru kontrak. Fakta di lapangan mengungkapkan bahwa, masih banyak ditemukan gaji guru di bawah standar minimal. Terutama gaji para guru honorer/ guru yang mengajar di daerah pedesaan yang terpencil. Bisa kita bayangkan. Bagaimana mungkin gaji 250- 300 ribu mereka bisa hidup sejahtera? Bahkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari pun masih di rasa sulit dan jauh dari kata cukup.
Mereka harus mencari penghasilan tambahan. Seperti menjadi tukang ojek, berjualan online, berjualan di pinggir jalan dan lain sebagainya. Hal ini mereka lakukan karena jika hanya mengandalkan gaji dari mengajar tidak akan bisa menutupi kebutuhan keluarganya. Ironis memang, di negeri yang terkenal dengan sebutan “Paru-paru Dunia” , negeri yang terkenal akan kaya sumber daya alamnya, negeri yang terkenal karena kesuburan dan kemakmuran rakyatnya ini, belum bisa mensejahterakan hidup para gurunya.
Alasan yang kedua yaitu guru masih terjajah dengan segudang problematika administrasi. Di awal dan di akhir tahun problematika administrasi seakan tiada henti. Tuntutan adiministrasi yang banyak ini menjadikan tanggungan guru semakin berat. Akhirnya guru tidak bisa focus dalam hal mengajar karena mereka juga sibuk menyelesaikan tanggungan administrasi.
Alasan yang ketiga yaitu terjajah oleh status PNS (Pegawai Negeri Sipil). PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu dan diangkat sebagai ASN( Aparatur Sipil Negara) untuk menempati posisi di pemerintahan yang sifatnya permanen (pegawai tetap). Kebanyakan guru yang sudah menjabat sebagai ASN mereka lalai dalam menjalankan tugas-tugasnya. Mereka menjadi malas bergerak, berpikir,berkarya serta berinovasi lagi. Karena mereka berpedoman bahwa menjadi pegawai PNS merupakan pekerjaan aman serta mapan karena mendapat gaji dan tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil. Serta mendapat jaminan pensiun dihari tua.
Mensejahterakan hidup para guru merupakan salah satu upaya mewujudkan guru merdeka. Dengan lahirnya Undang-undang SISDIKNAS no. 30 tahun 2003, terutama pada pasal 14 dan 15 ayat (1) yang berbunyi “setiap guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan minimum dan jaminan kesejahteraan sosial”. Hal ini nampaknya membawa kegembiraan tersendiri bagi para guru karena adanya perubahan mengenai kesejahteraan dan nasib mereka. Salah satunya yaitu lewat pemberian tunjangan profesi.
Tetapi kebijakan pemerintah tersebut nampaknya kurang berjalan mulus. Karena untuk memperoleh tunjangan profesi para guru dan dosen harus berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun non PNS dan telah lulus proses sertifikasi. Namun dalam memperoleh tunjangan profesi ini, mereka harus menempuh sejumlah persyaratan yang bisa dikatakan sulit. Mereka harus mengikuti progra sertifikasi dan penilaian portofolio. Bisa kita bayangkan. Betapa susahnya jalan yang harus mereka tempuh hanya demi memperjuangkan nasib mereka agar memiliki kehidupan yang layak.
Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan guru merdeka pemerintah seharusnya mengevaluasi kembali seluruh aturan-aturan yang membelenggu khususnya di bidang administrasi sekolah. Agar para guru bisa lebih focus dan konsentrasi dalam hal mengajar dan mendidik siswa. Tanpa harus memikirkan urusan administasi sekolah saja dan akhirnya tugas utama mengajarpun di nomor duakan.
Yang terakhir yaitu untuk mewujudkan guru merdeka maka hendaknya guru bisa bersikap profesional. Guru yang profesional yaitu guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru profesional. Mereka senantiasa melakukan pekerjaannya secara konsisten dan selalu semangat dalam mengajar berinovasi, serta berkreasi. Dengan terwujudnya guru yang merdeka, maka merdeka belajar pun akan terwujud yaitu guru, murid dan sekolah bebas dalam berinovasi, berkreasi, serta bertindak dalam proses belajar mengajar.
– Mahasiswi Prodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung