Judul: Resiliensi: Kemampuan Bertahan dalam Tekanan, dan Bangkit dari Keterpurukan
Penulis: Eem Munawaroh, M.Pd dan Esya Anesty Mashudi, M.Pd
ISBN:978-602-53552-5-7
Cetakan: III, Mei 2021
Tebal: 14×21 cm, viii + 170 Halaman
Diterbitkan: CV. Pilar Nusantara
Temanya soal resiliensi, dan ternyata ketika peresensi membaca prakata di dalam buku bersampul “unyu” ini, penulis juga mengakui ada proses panjang yang dilalui. Meski bergulat dengan hal itu, buku menarik pembaca untuk mendalami resiliensi secara praktis, tidak sekadar teoretis belaka.
Setelah melalui berbagai keragu-raguan dan melewati tahap-tahap kehilangan fokus, akhirnya melalui self-reinforcement berulang-ulang, penulis dibawa kembali untuk menjejak ke lintasan awal dan menyelesaikan apa yang telah dimulai. Buku ini tersaji sebagai buah pikir penulis yang teramat ingin berkontribusi dan berdedikasi terhadap bidang Pendidikan dan kesehatan mental di Indonesia. Sebab, sebagai praktisi di kedua bidang tersebut, penulis merasa masih sangat sedikit sekali menyumbangkan karya terhadap dunia keilmuan (hlm. v).
Banyak strategi yang ditulis dalam buku ini. Misalnya pada Bab IV Resiliensi dalam Perspektif Perkembangan Sepanjang Hayat, ada poin resiliensi pada anak (hlm. 76), lalu relisiensi pada remaja (hlm. 81), dan resiliensi pada orang dewasa (hlm. 90). Sedangkan pada Bab V Implementasi Resiliensi Dalam Berbagai Adegan Kehidupan, penulis menyajikan resiliensi di Tempat Kerja (hlm. 99), resiliensi dalam Keluarga (hlm. 107) dan resiliensi Akademik (hlm. 111).
- Iklan -
Dari akar masalah dalam kehidupan, utamanya dalam konteks ini adalah keterpurkan maupun bertahan dalam tekanan, solusinya adalah resiliensi. Dalam buku ini, dijelaskan resiliensi pada prinsipnya adalah sebuah konsep yang relatif baru, dalam khasanah psikologi. Paradigma resiliensi didasari oleh pandangan kontemporer yang muncul dari lapangan psikiatri, psikologi dan sosiologi, tentang bagaimana anak, remaja dan orang dewasa dapat bangkit kembali dan bertahan dari kondisi stress, trauma dan risiko dalam kehidupan mereka (hlm. 7).
Istilah resiliensi berasal dari kata Latin “resilire” yang artinya melambung kembali. Awalnya istilah ini digunakan dalam konteks fisik atau ilmu fisika. Resiliensi berarti kemampuan untuk pulih kembali dari suatu keadaan, kembali ke bentuk semula setelah dibengkokkan, ditekan, atau diregangkan. Bila digunakan sebagai istilah psikologi, resi1iensi adalah kemampuan manusia untuk cepat pulih dari perubahan, sakit, kemalangan, atau kesulitan (Hlm. 9).
Penulis menyajikan sepuluh langkah untuk membangun resiliensi dari American Psychological Association. Pertama, menciptakan hubungan yang baik dengan orang-orang sekitar (hlm. 113).
Kedua, jangan melihat masa krisis sebagai sebuah masalah yang tidak bisa diatasi. Setiap orang pasti mengalami masa yang penuh dengan kesulitan, tekanan, dan tantangan. Kita tidak bisa mengubah sebuah peristiwa yang menyedihkan terjadi pada hidup kita, tetapi kita bisa mengubah cara kita menginterpretasi dan merespon terhadap peristiwa tersebut. Kita dapat memilih dengan respon normal atau emosional (hlm. 114).
Ketiga, terimalah perubahan sebagai bagian dari kehidupan. Keempat, perubahan adalah kehidupan itu sendiri, tidak ada yang tidak berubah di dunia ini. Tujuan yang kita cita-citakan mungkin tidak tercapai karena kesulitan yang kita hadapi, tetapi menerima situasi baru akan membantu kita fokus pada tujuan dan cita cita yang dapat kita capai. Hidup adalah perubahan, perubahan terjadi di setiap waktu, perubahan pada hubungan keluarga, kehidupan ekonomi, pekerjaan, dan pergaulan sosial (hlm. 115).
Kelima, bergerak ke arah tujuan. Ketika kita sudah menetapkan tujuan hidup, maka kita harus konsisten berada dalam jalur tersebut. Buatlah tujuan detil yang lebih realistis, konkrit dan dan tercapai (hlm. 116).
Keenam, membuat keputusan secara aktif. Ketika berada dalam situasi yang tidak menyenangkan, maka kita harus secara aktif mencari solusi dengan mencoba berbagai alernatif solusi dengan menghitung dan mengkalkulasikan baik buruk, positif dan negatif, serta manfaat dan risikonya (Hlm. 116).
Ketujuh, mencari kesempatan pencarian jati diri. Individu seringkali belajar sesuatu mengenai dirinya dari kesulitan yang dihadapinya. Dalam kondisi sulit, seringkali individu mengeluarkan kemampuan luar biasa yang tidak muncul saat kondisi normal (hlm. 117).
Kedelapan, memiliki perspektif. Kesembilan, memelihara harapan. Kesepuluh, menjaga diri sendiri, yakni memperhatikan perasaan dan kebutuhan diri sendiri. Milikilah aktivitas yang menyenangkan dan berlatihlah secara rutin. Menjaga badan dan pikiran sehingga selalu prima dalam menghadapi berbagai situasi (hlm. 118).
Selain sepuluh ini, ada pula konsep-konsep lain yang dapat dilakukan untuk bertahan dalam tekanan maupun bangkit dari keterpurukan. Buku ini menjadi bagian dari khazanah untuk pecinta psikologi, maupun psikologi yang dikembangkan dalam dunia media, rumah sakit, puskesmas, psikolog, dan lainnya.
Peresensi menyarankan, bagi Anda yang dilanda masalah psikis, banyak utang, habis patah hati, atau sekadar ingin membaca luasnya “ilmu jiwa”, perlu dan sangat perlu membaca buku ini.