Oleh Hamidulloh Ibda
Tampaknya ada yang luput, meluputkan diri, atau memang nglali. Bisa jadi, karena aspek humanisme, Kemdikbud khilaf memasukkan Nahdlatul Ulama (NU) atau tokohnya dalam Kamus Sejarah Jilid I. Baru-baru ini memang sempat membaca berita, dan substansinya memang seolah-oleh “NU yang butuh”. Padahal substansinya, NU tidak butuh, hemat saya begitu.
Namun pandangan lain, harusnya bangsa ini (termasuk pemerintahannya), harus dan sudah seharusnya menghargai NU sebagai salah satu ormas Islam terbesar yang turut mengawal NKRI. Mulai dari pra kemerdekaan, hingga detik ini, NU masih tetap setia NKRI tanpa ada ide atau gagasan sedikitnya mengubah dasar negara laiknya ormas Islam lainnya.
Bukan Protes, Tapi Tabayun!
Bagi saya, respon NU lewat siapa saja bukanlah protes atas tiadanya NU di Kamus Sejarah Indonesia. Meski sebelumnya, Ketua Umum NU CIRCLE (Masyarakat Profesional Santri) R. Gatot Prio Utomo telah melakukan tabayun atas Kamus Sejarah Jilid I. Menurut Gatot, Kemendikbud “sengaja” menghilangkan jejak tokoh pendiri NU, Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari, dalam kamus tersebut. Maka, mau tidak mau, Mendikbud Nadiem Makarim diminta bertanggung jawab atas penghilangan jejak sejarah tersebut.
- Iklan -
Jika ditelisik, terbitnya Kamus Sejarah Indonesia itu tidak sekadar tidak ada foto Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari. Namun, ternyata ketika Anda melihatnya dengan cermat, tidak ada entry nama Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari. sehingga berpretensi menghilangkan nama dan rekam jejak sejarah ketokohannya. Kami meminta kamus itu direvisi dan ditarik dari peredaran.
Inilah sebenarnya yang melahirkan polemik kegegeran. NU dengan berdarah-darah sampai hari ini tetap menjadi “pemain tunggal” moderasi beragama, ormas Islam yang setia NKRI bersama Muhammadiyah, namun mengapa tokohnya “dihilangkan” begitu saja. Apakah ini kehilafah atau memang benar-benar kesengajaan?
Kita perlu ingat, paparan beberapa tokoh militer pra dan pasca Hari Santri Nasional diresmikan pada 22 Oktober 2015 melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Dalam paparan itu, ditegaskan bahwa santri menjadi garda depan dalam memerangi penjajah yang mencoba mengusik kemerdekaan dalam alur sejarah Resolusi Jihad.
Ini baru peran dalam peristiwa itu saja. Tokoh-tokoh NU banyak yang berperan dalam merumuskan Pancasila sampai detik ini pun berperan penting dalam perjalanan bangsa. Kurangnya apa, tanpa membawa embel-embel NU lah, foto Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari itu kan sudah dijadikan pahlawan nasional. Melalui Surat Keputusan Presiden RI No.294 Tahun 1964 tanggal 17 November 1964, Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Bukan apa-apa, ini kurang apa dan bagaimana peran beliau, jasanya, perjuangannya terhadap bangsa ini? Kok bisa-bisanya tidak ada dalam Kamus Sejarah.
Perbaikan
Namun, NU dan Nahdiyin itu tidak terlalu kaku. Terbukti, pada 22 April 2021 kemarin, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim bersilaturahmi dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di kantor PBNU diterima dengan hangat oleh Ketua Umum PBNU K.H. Said Aqil Siroj. Tidak hanya Kiai Said, hadir putri Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Yenny Wahid, Sekjen PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini dan Ketua PBNU Robikin Emhas.
Tujuan Mas Menteri itu dalam rangka silaturahmi dan meluruskan isu yang beredar mengenai tokoh pendiri NU dalam draf naskah Kamus Sejarah Indonesia yang beredar di masyarakat. Dijelaskan Nadiem, bahwa rancangan Kamus ejarah Indonesia itu disusun sebelum ia menjadi menteri. Namun sebagai menteri yang sekarang, ia pun siap bertanggung jawab untuk melakukan koreksi dan perbaikan. Ia juga akan segera melakukan revisi naskah Kamus Sejarah tersebut.
Saya menangkap, dari beberapa berita di media siber, ada beberapa substansi atas pertemuan tersebut. Pertama, permohonan maaf Mendikbud kepada PBNU. Meski bukan resmi kesalahannya, namun permintaan maaf dan komitmen mengoreksi itu hadir dari Nadiem.
Kedua, adanya beberapa isu dan ketidaklengkapan dalam draf naskah Kamus Sejarah Indonesia. Maka perlu pelurusan isu tersebyt dengan input dari NU dan organisasi organisasi lainnya dan sejarawan-sejarawan yang akan melengkapi kamus tersebut.
Kedua, dari kritik, saran, dan masukan dari PBNU kepada Mendikbud terkait draf naskah Kamus Sejarah Indonesia itu, maka akan dibuat tim baru. Tugasnya, mereka akan melakukan revisi total, dan PBNU telah menugaskan Ketua PP Lembaga Pendidikan Ma’arif NU K.H. Arifin Junaedi untuk menjadi salah satu tim perumus yang akan menyampaikan masukan-masukan agar sejarah ini dapat diluruskan.
Ketiga, Mendikbud diberikan Ensiklopedia Nahdlatul Ulama dari K.H. Said Aqil Siroj sebagai salah satu bentuk dukungan PBNU dalam penyempurnaan Kamus Sejarah Indonesia.
Keempat, dengan adanya silaturahmi itu, maka sudah selesai sudah polemik Kamus Sejarah Indonesia. Artinya, ini menjadi dinamika yang perlu diambil pelajarannya.
– Pengajar Bahasa Indonesia, Wakil Ketua I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan STAINU Temanggung