Oleh Ira Khoirun Nisa
Tak terasa pandemi covid-19 sudah setahun menyerang dan berada di negara kita Indonesia bahkan hampir di seluruh belahan dunia virus ini menyerang. Berjuta-juta jiwa bahkan telah menjadi korban. Pandemi ini sangat mempengaruhi pola hidup dari kalangan konglomerat hingga jelata pun mengalami. Pada aspek kesehatan, masyarakat tanpa terkecuali harus menerapkan protokol kesehatan mulai dari kegiatan beribadah, hajatan maupun kegiatan yang lain yang menimbulkan kerumunan ditiadakan.
Kegiatan belajar mengajar langsung berbalik arah yang mana kegiatan ini dilaksanakan secara daring atau tanpa tatap muka dan dilaksanakan dirumah masing-masing peserta didik. Tentu kegiatan ini awal mulanya untuk para orang tua yang notabene buruh atau pekerja serabutan lain sangat kewalahan karena para orang tua harus mendampingi kegiatan belajar anak di rumah dan harus mengurus pekerjaan yang lain. Namun, setahun telah berlalu dan kegiatan belajar tatap muka pun tak kunjung dilaksanakan juga karena masih di masa pandemi dan masih di khawatirkan nantinya akan ada kluster baru.
Problematika Pembelajaran Jarak Jauh
Dengan pembelajaran jarak jauh ini yang sudah satu tahun ini nampaknya para peserta didik sudah jenuh, ada yang menikmati, ada yang memanfaatkannya bermain terus, dan lebih ironis lagi para peserta didik menghabiskan waktunya dengan asyiknya berselancar dengan gawai. Mereka tidak fokus memanfaatkan gawainya untuk belajar namun, mereka menggunakannya untuk bermain game, youtube, tiktok dan social media yang lain. Bahkan permainan tradisional yang mana mengandung unsur kebersamaan, gotong royong mereka sudah tak mengenal lagi. Sangat ironis bukan?
- Iklan -
Terkait dengan pembelajaran jarak jauh yang berjalan secara daring selama pandemi ini . Tugas dan praktikum pun dikirim via WhatsApp (WA). Untuk tugas teori dikirim berupa foto atau file dokumen word dan untuk tugas parktikum seperti olah raga, hafalan, salat, berbuat baik kepada lingkungan berupa video. Meskipun saat ini zoom meeting menjadi aplikasi terunggul untuk kegiatan belajar mengajar maupun work form home (WFH) namun, tidak semua khususnya para siswa yang berada dalam jangkauan yang sulit jaringan.
Problematika lain dalam pembelajaran jarak jauh ini untuk para pendidik khususnya juga mengalami keresahan dan beban dimana sebagai guru yang ditaruhkan punggungnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara menstransfer ilmu, menanamkan karakter, medidik ke arah arah yang lebih baik, menjadi motivator untuk peserta didik mewujudkan mimpi dan cita-citanya. Soedijarto (2000:69) ada empat pilar belajar yaitu learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together. Namun hal ini menjadi keraguan untuk para pendidik, mengapa demikian? Karena dengan pembelajaran daring ini hanya dalam bentuk penugasan saja, dan lebih ironis lagi tugas tersebut yang mengerjakan orang tuanya. Tentu hal ini menjadi kabar buruk untuk pendidik dan tujuan pendidikan Indonesia.
Pendidikan Agama sebagai Pendidikan Karakter
Saat ini negara kita tengah terjadi fenomena dekandensi moral yang mulai merebak ditengah-tengah masyarakat. Bobroknya jati diri dan karakteristik bangsa Indonesia ini semakin hari semakin memprihatinkan seperti kriminalitas yang tinggi, kasus korupsi, kekerasan, dan masih banyak lagi. Fenomena ini menjadi sebuah cambuk keras untuk pemerintah agar segera mengupayakan program-program untuk memperbaiki permasalahan-permasalahan tersebut
Pendidikan karakter menjadi sebuah jawaban atas permasalahn tersebut. secara lebih luas pendidikan karakter dapat diartikan sebagai pendidikan yang menjujung tinggi dan mengembangkan nilai dan budaya serta menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan masyarakat. Akhlak menjadi sasaran yang utama dalam proses pendidikan dalam islam. Pendidikan karakter bukan hanya tentang suatu materi yang di catat, dihafal, dan dipahami oleh peserta didik, namun dimana peserta didik dapat mengaplikasikan apa yang ia dapat dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan unggah ungguh atau sopan santun, sikap toleransi, nasioanlisme, taat beribadah dan masih banyak hal lain. Dan tentunya proses dalam pendidikan karakter ini tidak bisa secara instan namun perlu adanya proses yang berkesinambungan.
Pendidikan agama merupakan salah satu materi pembelajaran yang memiliki tujuan untuk meningkatkan nilai spiritual serta akhlak yang mulia yang ada dalam setiap individu siswa. Oleh sebab itu pendidikan agama menjadi mata pelajaran yang wajib ada disetiap sekolah dari segala jenjang pendidikan baik dari sekolah dasar, sekolah menegah pertama, sekolah menengah atas hingga ke perguruan tinggi.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 36 bahwa kurikulum di Indonesia disusun berlandaskan peningkatan iman dan takwa serta akhlak yang mulia tentu dalam hal ini menegaskan dimana pendidiakan agama memiliki urgensi dalam pendidikan karakter. Untuk pembelajaran PAI sendiri khususnya jika yang menjadi prioritas utama ialah akhlakul karimah maka secara otomatis nilai secara kognitif, psikomotorik, dan afektif akan berjalan dengan baik. Karena pembelajaran pendidikan agama islam bukan hanya tentang hafalan belaka melainkan keteladanan yang baik, kebiasaan, nasihat.
Peran pendidikan agama islam sangat relevan untuk meningkatkan dan mewujudkan pembentukan karakter. Salah satu jalan alternatif yang dapat dilakukan dalam membentuk karakter peserta didik di sekolah yaitu dengan memaksimalkan pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam). Karena pendidikan agama islam merupakan alat transformasi pengetahuan dari segala aspek.
Jika disetiap sekolah menyusun mata pelajaran yang menekankan dan menerapkan dalam penanaman nilai-nilai agama akan menghasilkan peserta didik yang memiliki nilai spiritualitas yang tinggi. Karena pada dasarnya setiap agama selalu menitikberatkan pada penanaman sikap yang belandaskan ajaran agama itu sendiri.
Sebagai guru PAI juga harus memberikan tauladan yang baik untuk muridnya. Selain menjadi contoh yang baik guru harus menjadi teman untuk siswa dan bekerja sama dengan orangtua atau wali agar siswa dapat hidup seimbang dan memiliki kebiasaan yang baik antara di sekolah dan di rumah. Dengan pembiasaan-pembiasaan kecil jika di lakukan secara konsisten kelak akan menjadi kebiasaan baik yang tercipta di kemudian hari.
Dengan pembiasaan-pembiasaan ini sudah mengandung prinsip kurikulum yaitu fleksibilitas yaitu dimana kurikulum harus mampu menpersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan masa yang akan datang, disini, dan di tempat lain selain itu bagi guru juga memberikan ruang gerak yang membebaskan guru dalam mengembangkan program pengajaran.
Oleh karena itu, pembelajaran agama di sekolah sangatlah penting sebagai upaya pembentukan karakter siswa. Untuk mempersiapkan generasi bangsa yang berkarakter harus di mulai sejak anak usia dini dalam penanaman karakter anak. Karena anak-anak merupakan aset terbesar bangsa yang kelak akan memimpin bangsa ini dan untuk menjadi pemimpin bangsa sangat diperlukan generasi yang berkarakter agar kelak menjadikan negara ini menjadi negara yang beradap dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa.
-Penulis adalah Mahasiswi STAINU Temanggung