Oleh Ribut Lupiyanto
Bulan Suci Ramadan atau Pasa sudah di depan mata. Kini telah masuk pada akhir bulan Sya’ban atau ruwah. Awal Ramadan diprediksi jatuh pada 13 April 2021. Akulturasi budaya dan Islam sangat kental di Nusantara termasuk Jawa di bulan ini melalui tradisi ruwahan.
Ruwahan di beberapa daerah dimulai sejak awal bulan dan ada yang sepuluh hari jelang ramadan. Ritus dan kultur yang dilakukan beragam antara lain bersih dusun, kendhuren, tahlilan, megengan, nyadran, hingga padusan. Semua ini dilakukan guna mempersiapkan dan menyambut kehadiran bulan Ramadan. Upaya nguri-uri dengan tetap menjunjung urusan syar’i penting untuk optimalisasi diri dan kemasyarakatan.
Tradisi Ruwahan
Filosofi Ruwahan melambangkan kesucian dan rasa sukacita memasuki ibadah puasa yang merupakan bentuk iman kesalehan individual dan sosial (Hananto, 2017). Ruwahan merupakan perwujudan praktik doa bagi keluarga dan tetangga yang masih hidup dengan saling bersilaturahmi, saling memaafkan dan membantu untuk siap memasuki ibadah puasa dengan rasa yang suci penuh suka cita menjadi kesadaran orang Islam Jawa.
- Iklan -
Beberapa tradisi ruwahan awalnya merupakan tradisi Hindu-Budha. Walisongo sejak abad ke-15 para Walisongo melakukan strategi akulturasi. Penggabungkan tradisi tersebut dengan dakwah dimaksudkan agar agama Islam dapat dengan mudah diterima masyarakat. Penyelarasan dilakukan melalui penambahan pembacaan ayat Al-Quran, tahlil, dan doa.Tujuan para wali sesungguhnya adalah untuk meluruskan kepercayaan masyarakat Jawa saat itu tentang pemujaan roh yang dalam agam Islam berkategori musyrik (Lupiyanto, 2016).
Tradisi megengan identik dengan sajian makanan ketan, kolak, dan apem. Makna dari ketiganya memiliki makna folosofis. Ketan yang lengket merupakan simbol mengeratkan tali silaturahmi. Kolak yang manis bersantan mengajak persaudaraan bisa lebih ‘dewasa’ dan barokah penuh kemanisan. Sedangkan apem berarti jika ada yang salah maka sekiranya bisa saling memaafkan.
Selain bermakna simbol-filosofis teologi dan budaya, tradisi-tradisi ruwahan juga memberikan nilai sosial ekonomi. Nilai sosial antara lain mempererat kekeluargaan dan kemasyarakatan. Awalnya mudik justru dikenal saat ruwahan. Mudik dilakukan untuk melakukan tragisi megengan dan nyadran ke makam orang tua dan leluhurnya. Roda perekonomian juga turut berputar atas pelaksanaan tradisi ruwahan. Pihak yang mendapatkan kemanfaatan ekonomi antara lain sektor transportasi, pedagang bunga, pedangan bahan makanan, pedagang pasar, dan lainnya.
Penyambutan Ramadan
Ajaran Islam sangat menganjurkan adanya upaya-upaya spiritual guna mempersiapkan kedatangan bulan Ramadan. Istilah dikenal dengan tarhib ramadan. Ramadan sebagai bulan suci ummat Islam membutuhkan persiapan yang baik agar saat memasukinya dapat berdinamika dengan ibadah yang optimal.
Persiapan Ramadan selain berupa ritual juga dianjurkan adanya gebyar sebagai media sosialisasi dan bermisi dakwah. Persiapan yang dilakukan juga penting dilakukan komprehensif, mulai fisik, mental, sosial ekonomi, spiritualisme, dan lainnya.
Tradisi Ramadan dan tarhib Ramadan penting disikapi secara proporsional sekaligus berbasis teologikal. Sikap membenturkan antara keduanya penting diminimalisasi karena menyangkut tradisi yang diyakini khalayak. Tugas da’i atau pemuka agama adalah meminimalisasi hingga menghindari praktik yang berunsur syirik.
Upaya mengarahkan juga penting dikomunikasikan dengan etis dan sistematis. Karakter dakwah sendiri adalah merangkul bukan memukul. Pendekatan persuasif dapat diprioritaskan. Teknik mendebat berbasis argumentasi juga mesti disampaikan secara baik dan dalam forum yang kondusif.
Perbedaan adalah sunnatullah. Penyepakatan atau ketidaksepakatan terhadap tradisi ruwahan mesti disikapi secara bijaksana. Bentuk ketidaksepakatan mestinyta tidak diimplementasikan secara keras dan menyinggung pihak lain. Sebaliknya pengucilan mesti dihindari sebagai sanksi sosial kepada pihak ini.
Di sisi lain upaya nguri-uri tradisi ruwahan penting dihormati dan diberikan jalan. Modernitas menjadi salah satu tantangan berat bagi kelestarian tradisi ini. Sedangkan dialektika hingga improvisasi tradisi dengan masuknya unsur-unsur lebih Islami terbuka potensinya tanpa harus menggerus total.
Tradisi ruwahan memiliki potensi sebagai destinasi warisan intangible Islam di Jawa. Pemerintah penting memfasilitasi melalui finansial dan regulasi yang mendukungnya. Tradisi ruwahan menjadi salah satu khasanah budaya Islam di Nusantara. Budaya ini layak digaungkan secara internasional. Modernisasi justru penting dioptimalkan guna syiar dan membuka kontribusi Islam dalam peradaban global.
-Penulis adalah Deputi Direktur Center for Public Capacity Acceleration (C-PubliCA)