Oleh Hamidulloh Ibda
Salah satu lembaga pers yang jarang diperhatikan publik adalah Lembaga Pers Siswa. Lembaga ini biasa disebut LPS. Jika mahasiswa mempunyai Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), siswa di sekolah/madrasah juga memiliki LPS. Meski jarang yang tahu, namun LPS itu ada.
Dalam rangka meningkatkan kualitas literasi perlu gagasan bernas dan jangka panjang yang menguatkan lembaga pers maupun mutu siswa di bidang literasi. Salah satunya melalui LPS. Sebab, LPS menjadi kawah candradimuka bagi siswa untuk belajar media dan literasi. Karena saya yakin, rumus kemajuan bangsa ada pada kompetensi, karakter, literasi dan numerasi.
Intinya, melalui tulisan ini saya berasumsi bahwa LPS harus dibangkitkan. Bisa bangkit dari nol karena belum ada LPS. Bisa membangkitkan LPS yang sudah ada namun “la yamutu wala yahya”.
- Iklan -
Hal ini menjadi penting karena beberapa hal. Pertama, masih sedikit madrasah atau sekolah memiliki LPS. Jangankan memiliki, mengerti saja tidak. Padahal lembaga ini sangat mendukung penguatan literasi pada siswa. Khususnya di jenjang MTs/SMP, MA/SMA/SMK.
Kedua, LPS menjadi corong informasi kegiatan sekolah atau madrasah. Baik melalui saluran media cetak seperti majalah, tabloid, koran siswa, buletin, mading alias majalah dinding, media siber dan media sosial.
Ketiga, LPS menjadi agen dan media branding, promosi semua kegiatan madrasah/sekolah bahkan masyarakat luas. Selain PPDB, semua kegiatan madrasah/sekolah dapat terpublikasikan. Masyarakat utamanya wali murid dapat memantau kegiatan melalui publikasi LPS.
Keempat, dakwah melalui publikasi media milik LPS mudah dilaksanakan. Utamanya di era serba digital saat ini dan masa new normal yang masih serba daring.
Alasan-alasan ini saya kira hanya sebagian kecil dari pentingnya membangkitkan LPS di madrasah/sekolah. Apakah hanya itu? Tentu tidaklah!
Penguat Skill dan Penalaran Siswa
Ketika ada LPS, siswa dapat belajar banyak hal. Pertama, manajemen keredaksian. Mereka tahu bagaimana alur kerja pers siswa. Masing-masing bagian seperti pemimpin umum, pemimpin redaksi, redaktur/editor, reporter dan lainnya mengajarkan mereka untuk mengasah skill atau kemampuan berkinerja laiknya jurnalis.
Kedua, lewat LPS, siswa dapat mengembangkan banyak karya. Mulai dari karya tulis jurnalistik, karya tulis ilmiah, hingga karya sastra dan karya digital. Inilah penguat skill siswa ketika mereka digembleng di LPS. Aktivis LPS pasti berbeda dengan siswa biasa. Mereka memiliki keunggulan lain dan cara berpikir berbeda dengan siswa biasa.
Ketiga, menjadikan LPS sebagai wahana belajar untuk berkompetisi. Ketika ada LPS, siswa dapat belajar apa saja. Ya belajar menulis berita, feature, artikel / esai populer, artikel ilmiah, resensi, puisi, cerpen, video, meme, fotografi dan desain. Ketika sudah terbiasa, sewaktu-waktu ada perlombaan, sudah tinggal mematangkan saja.
Bayangkan kalau madrasah / sekolah tidak punya LPS, tentu mereka akan kelabakan ketika akan mendelegasikan siswanya ikut lomba. Sebab, urusan tulisan itu kebiasaan bukan soal training singkat yang langsung membuat anak mahir. Maka LPS lah jawabannya.
Keempat, menjadi bekal ketika mereka akan melanjutkan studi. Pengenalan dunia jurnalistik, karya ilmiah, karya sastra dan digital, menjadi bekal mereka ketika duduk di bangku perkuliahan. Saya yakin, anak-anak LPS sudah terbiasa berpikir, mengolah kata, mengedit video, mendesain, melayout, yang sangat bermanfaat bagi masa depan mereka.
Mendesain LPS
Salah satu program Gerakan Literasi Ma’arif (GLM) LP. Ma’arif PWNU Jawa Tengah adalah LPS. Madrasah atau sekolah dapat memulainya dengan beberapa langkah. Pertama, menyiapkan SDM untuk menjadi pembina dan pengurus LPM. Kedua, menyiapkan SK sebagai payung hukum.
Ketiga, menyiapkan media publikasi. Bisa berupa majalah, buletin, mading, koran siswa, website, media sosial, media baru seperti Youtube, maupun penerbitan dan percetakan. Ini sangat mendukung dan menguntungkan madrasah/sekolah. Tanpa perlu mengundang wartawan meliput kegiatan, namun ketika sudah punya jurnalis LPS, akan mudah menerbitkan informasi.
Informasi itu dapat berupa berita teks, foto/meme, atau video yang dapat diunggah di channel Youtube. Di era kini, tentu kebutuhan publikasi menjadi penting karena semua sudah berbasis siber. Madrasah/sekolah yang memiliki LPS akan mudah dicari dan terkenal di dunia digital. Ketika mau mencari tinggal mencari kata kunci di Google, Youtube, atau media lainnya.
Desain LPS yang bagus tentu tidak mudah. Saya mengamati hanya beberapa LPS di Jawa Tengah dapat berkembang dan bertahan. Saya mencontohkan LPS Cendekia MA Manahijul Huda Ngagel, Pati. LPS ini awalnya hanya memiliki publikasi sederhana seperti mading dan buletin serta publikasi berita di Facebook.
Kemudian, perkembangan zaman membuat LPS Cendekia kini sudah memiliki website yang aktif serta Youtube. Dulu, beberapa jurnalisnya sering mengirim beritanya ke saya karena mereka belum memiliki website sendiri. Namun kini mereka sudah mandiri.
Selain melakukan pelatihan yang melibatkan wartawan, fotografer, youtuber, mereka juga sering melakukan kunjungan ke redaksi koran-koran besar. Sebut saja Jawa Pos dan Suara Merdeka. Mereka juga aktif membuat perlombaan dan sudah pernah saya bantu menerbitkan antologi puisi dan dibedah bersama sastrawan.
Saya kira madrasah/sekolah lain perlu meniru LPS Cendekia. Bukan karena medianya, namun yang membuat saya mengacungkan jempol adalah istikamahnya, regenerasinya dan model perkaderannya. Bahkan mantan pemimpin umumnya yang kini sudah menjadi mahasiswa pun masih sering meminta saya untuk mereview karya tulis ilmiahnya ketika ada perlombaan.
Mereka saya bilang komplit lah. Menerbitkan buku, buletin, mading, punya website lpscendekia.id, youtube, instagram, facebook dan twitter.
Keempat, perlu adanya dukungan serius dari kepala madrasah/sekolah bahkan yayasan. Biasanya urusan karya tulis dipasrahkan kepada guru Bahasa Indonesia. Ini tidak harus. Sebab tidak semua guru Bahasa Indonesia bisa dan konsisten menulis apalagi memiliki kapasitas mengawal LPS. Maka semua elemen madrasah/sekolah perlu mendukung aktivis LPS dari sisi dana maupun kebijakan.
Selain mewajibkan siswa aktif di Osis, IPNU-IPPNU, Pramuka, mewajibkan siswa di LPS saya kira menjadi langkah bernas ketika berharap LPS bagus dan bergerak apik. Sebab, waktu mereka menjadi siswa baik di jenjang MTs/SMP, MA/SMA/SMK hanya tiga tahun. Tidak panjang.
Maka mendukung LPS menjadi harga mati. Tanpa dukungan itu, maka LPS ya stagnan bahkan mati. Sebab, menghidupkan LPS itu sama saja menghidupkan madrasah / sekolah. Bukankah demikian?
–Pembimbing Jarak Jauh LPS Cendekia MA. Manahijul Huda, Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Temanggung TV, Ketua Bidang Media Massa, Hukum dan Humas Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah, Wakil Ketua I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan STAINU Temanggung.