Oleh Ahmad Hamid
Anak adalah anugerah terindah yang Allah amanahkan kepada orang tua. Bagaimana masa depan anak, bergantung dari didikan orang tua, atau dalam bahasa jawanya ” kacang ura ninggal lanjaran” tabiat anak tidak jauh berbeda dengan tabiat orang tuanya. Kalau orang tuanya gemar ngaji, tadarus Al Qur’an dan pergi ke Masjid, InshaAllah anaknya juga akan ikut orang tuanya, orang tua seperti magnet untuk anak-anaknya.
Akhir-akhir ini,terutama di lingkungan tempat tinggal saya, ada sekelompok orang atau jamaah pengajian yang terang-terangan melarang anak-anak ikut orang tua berjamaah di Masjid atau Mushola. Dengan alasan banyak sekali, diantara alasan yang paling mendasar adalah, menganggu kekhusukan jemaah ketika melaksankan salat.
Ya, saya sadar namanya juga anak-anak terkadang sudah dikasih tempat dengan sajadah yang kecil serta imut, tetapi ketika sudah dimulai Salat, anak tersebut langsung meninggalkan tempatnya dan asyik berjalan-jalan menyusuru lorong-lorong baris diantara jamaah, dan muaranya duduk tepat di depan Imam Salat. Saya yakin, semua jamaah sangat dendam dengan anak tersebut, apalagi anak tersebut “mohon maaf” anak orang biasa bukan anak pejabat, pasti setelah selesai Salat orang tua dan anak akan menjadi sasaran amarah jamaah salat tadi. Ujung-ujungnya anak tersebut tidak ikut lagi ke Masjid, untuk waktu yang sangat lama.
- Iklan -
Selain menggangu dengan kepolosan anak tadi, juga kebersihan anak-anak yang kadang banyak dipertanyakan. Kita tahu namanya anak, kadang pipis sembarangan, atau kaki dan tangan pegang najis kemudian ditempelkan ke pakaianya.
Hal-hal inilah yang diperdebatkan oleh jamaah ngaji. sekitar dua jam ngaji hanya membahas tentang larangan anak-anak untuk ikut ke Masjid. Yang saya takutkan, ketika anak-anak dimarahi dan dimaki-maki ketika ke Masjid maka sampai dewasapun mereka akan selalu ingat, bahwa di Masjid adalah tempat yang tidak ramah untuk anak, sehingga anak tadi yang sekarang sudah dewasa akan enggan untuk pergi Masjid.
Seperti kisah, Umar Abdul Kafi, penulis buku al Wa’dul Haq bertemu dengan seorang laki-laki yang sudah berusia tua. Umar tidak melihat sedikitpun tanda-tanda pada laki-laki tersebut bekas sujud pada dahinya. Kemudian Umar memberanikan diri untuk bertanya, “Kira-kita kapan terakhir kali Anda sujud kepada Allah Ta’ala?” kemudain laki-laki tadi menjawab ” sekitar limah puluh lima tahun yang lalu” sementara laki-laki tersebut sekarang berusia sekitar enam puluh tahun, berarti dulu terkhir Salat pada usia lima tahun. Kemudian setelah selesai tanya jawab tersebut, laki-laki tersebut menceritakan tentang fobianya dirinya dengan masjid, adalah ketika usia baru lima tahun dia dan kawan-kawanya Salat di masjid kemudian ada laki-laki dewasa yang menghampirinya dengan marah-marah yang intinya melarang dan mengusir anak-anak Salat di dalam masjid. Sambil menunjuk ke luar masjid, ” pergilah kalian dari Masjid dan Salatlah di luar masjid”.
Dari kisah Umar dan laki-laki tadi kita bisa mengambil hikmahnya, bagaimana dahsyatnya larangan anak-anak yang dimarahi ketika berada di Masjid. tentang cerita, betul atau tidaknya hanya Allahlah yang tahu, setidaknya dari kisah tadi kita bisa lebih berhati-hati, memperlakukan anak ketika berada di masjid.
kita bukan Nabi, bukan Rasalullah tetapi kita mengaku sebagai umat Rasullah dan selalu ingin mengikuti sunah-sunah beliau. Meskipun belum mampu setidaknya ada niatan terlebih dahulu. Karena niat bagus meskipun belum terlaksana tetapi kita sudah mendapat catatan pahala.
Bagaimana akhlak Nabi kita, Nabi Muhammad Saw, memperlakukan anak-anak ketika di Masjid. Banyak dijelaskan di dalam hadits. Bagaimana beliau memperlama sujudnya karena cucu-cunya Hasan dan Husain sedang menaiki punggung beliau ketika beliau sedang sujud dalam salat.
Jika ada sahabat yang ingin melarang Hasan-Husein, maka Rasulullah memberi isyarat untuk membiarkannya. Apabila Salat telah selesai, Rasulullah memangku kedua cucunya itu (HR: Ibnu Khuzaimah).
Selain hadits tersebut ada juga Hadits yang menjelaskan tentang pelakuan Rasullah kepada anak kecil yang ikut dalam rombongan jemaah.
“Kalau sedang shalat, terkadang saya ingin Salatnya agak panjang, tapi kalau sudah mendengarkan tangis anak kecil yang dibawa ibunya ke masjid maka saya pun mempersingkat shalat saya, karena saya tahu betapa ibunya tidak enak hati dengan tangisan anaknya itu.” (HR: Bukhari dan Muslim).
Tarik kesimpulan, kita ini siapa, pemilik masjid? Yang membangun Masjid? Yang wakaf tanah untuk bamhun masjid? Saya yakin bukan, kalaupun semuanya betul, tetapi Masjid adalah rumah Allah, milik Allah. Manusia hanya disuruh untuk memakmurkannya dengan ngaji dan Salat berjamaah di Masjid. Tidak ada embel-embel memakmurkan masjid dengan mengusir, memaki, memarahi anak-anak yang ingin ikut memakmurkan masjid. Anggap anak-anak yang ada di masjid adalah malaikat-malaikat yang dikirim oleh Allah untuk menerangi Masjid di masa mendatang. Jangan sampai karena larangan-larangan tersebut menjadikan Masjid menjadi gelap di kelak kemudian hari.
Kaitan dengan anak-anak rame dan dianggap tidak beradap terhadap orang dewasa. Harusnya orang dewasa berfikir lebih dewasa. Namanya juga anak-anak, mereka bukannya tidak sopan atau tidak beradap dengan berjalan-jalan di depan orang Salat. Mereka hanya belum tahu maka mklumlah dan kalau mau menasihati, masih ada jalan yaitu dengan cara yang lembut.
Untuk masalah najis yang dibawa oleh anak-anak ke Masjid. Yang perlu dibimbing adalah orang tuanya untuk lebih hati-hati dalam menjaga kebersiahan buah hati. Sekarang sudah zaman modern ada popok dan lain-laian tentunya kebersihan bisa lebih terjaga.
Muhammad Al-Fatih, penakluk Konstantinopel (Turki) mengatakan: “Jika suatu masa kamu tidak mendengar gelak tawa anak-anak, riang gembira di antara shaf Salat di masjid-masjid, maka sesungguhnya takutlah kalian akan datangnya kejatuhan generasi muda di masa itu.”
Ingat pesan dari penakluk Konstantinopel tersebut. Jangan sampai generasi kita nanti hancur, hanya karena suka memarahi anak-anak yang pergi ke masjid.
Sediakan tempat yang nyaman sesuai dengan usia mereka di Masjid. Sehigga hati anak-anak akan selalu terpaut dengan masjid. Karena di masa sekarang tantangan mereka untuk menjahui Masjid amat sangat terbuka lebar.
Salah satunya internet, internet yang meliputi segalanya bisa mengalihkan dunia anak untuk jauh dari dunia nyata, sekali lagi jangan jauhakan anak dari Masjid dengan kata-kata kasar kita.
Sayangi mereka ketika di Masjid, meskipun anak-anak membuat buyar kekhusukan Salat kita. InsyaAllah, Allah tetap menerima Salat kita. Jadikan Masjid sebagai tempat yang ramah untuk anak-anak (children friendly).
Karena setelah kita tiada, anak-anak itulah yang akan meneruskan kemakmuran Masjid-Masjid kita.
-Penulis adalah Guru SD Al Madina Unsiq Wonosobo.