Oleh Khairul Anwar*
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Anda tentu pernah mendengar pepatah ini, kan?. Pepatah ini memiliki makna, bahwa sifat, perilaku, atau karakter anak cenderung mirip dengan orang tuanya, sering kali karena faktor genetik dan lingkungan keluarga yang menjadi sekolah pertama bagi anak. Sosok orang tua memang punya peran penting dalam tumbuh kembang sang anak. Sang anak tidak hanya mewarisi soal sifat, perilaku, dan karakter orang tua – entah bapak atau ibu – tapi beberapa anak di berbagai belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia, juga mewarisi hobi hingga profesi orang tuanya.
Dalam dunia olahraga, khususnya sepakbola, nama Rachmat Irianto menjadi sosok yang cukup sukses di belantika dunia bal-balan tanah air. Sejak usia 18 tahun, Irianto sudah menjadi langganan tim nasional. Dari mulai level U18, U19, hingga senior. Meski, namanya sudah jarang terdengar selama setahunan terakhir ini. Namun selama kurun waktu 2017 – 2023 nama Rachmat Irianto tidaklah asing di telinga supporter sepakbola Indonesia. Ia adalah tulang punggung tim nasional Indonesia dan Persebaya Surabaya sebelum pindah ke Persib Bandung tahun 2022.
Rachmat Irianto mewarisi apa yang pernah dilakukan oleh ayahnya, Bejo Sugiantoro. Bejo ialah andalan Timnas Indonesia pada tahun 1997 – 2004. Keduanya sama-sama berposisi sebagai pemain bertahan. Tak berlebihan jika Rachmat Irianto disebut sebagai fotokopi sang ayah. Pembawaan dan gaya permainan keduanya serupa: tenang, pintar, dan lugas.
- Iklan -
Jika di lapangan sepakbola ada Rachmat Irianto, maka di dunia angkat besi, ada nama Rizki Juniansyah, sang peraih medali emas Olimpiade Paris 2024. Atlet berusia 22 tahun ini dilatih dan dibimbing oleh ayahnya sendiri, M. Yasin, seorang mantan atlet angkat besi nasional, yang berprestasi di SEA Games pada 1983-1993. M. Yasin melatih Rizki dengan lebih keras untuk memberikan contoh kepada atlet-atlet lain di sasananya, dan Rizki telah menunjukkan tekun dan mampu menjalankan program latihan sejak kecil.
Selain dua contoh di atas, tentu masih banyak kisah kehebatan anak yang ditularkan melalui karakter orang tuanya. Baik di dunia olahraga, maupun non olahraga.
Nah, beranjak dari cerita di atas, saya percaya peran orang tua memang penting dalam membimbing kesuksesan sang anak. Tanpa doa restu darinya, seorang anak mungkin saja tak akan bisa meraih kesuksesan dalam hidupnya. Tapi, tentu saja, doa dan harapan orang tua saja tidak cukup. Sang anak harus jadi sosok yang punya tekad dan kemauan yang keras untuk mewujudkan segala impian.
Orang tua sudah mendukung penuh, dengan memberikan fasilitas dan sering mendoakan misalnya, tapi kalau anaknya hobinya cuma malas-malasan, ya akan sulit berkembang, bahkan bisa layu sebelum tumbuh.
Melihat pencapaian Rachmat Irianto yang sukses menjadi jenderal lapangan tengah Timnas selama kurang lebih enam tahun, dan menyabet gelar juara Liga 1 bersama Persib Bandung, dan Rizki Juniansyah pada khususnya, seorang atlet muda berusia 21 tahun kala merebut Emas Olimpiade 2024, dengan menumbangkan lawan-lawan tangguh, membuat kita perlu merenungkan diri, “Di usia yang sama dengan Rizki, kita sudah pernah berbuat apa?” serta “Prestasi apa yang sudah pernah kita raih?”.
Saya tak bermaksud ingin membandingkan, tentang apa yang telah dicapai Irianto dan Rizki dengan kita, karena tentu saja proses yang kita lewati, jalan yang kita tempuh, dan akses yang kita miliki berbeda, pun begitu support sistemnya juga berbeda.
Ubah Nasib Sendiri
Tulisan ini menekankan bahwa sesukses apa pun orang tua Anda, sehebat apa pun orang tua Anda, belum tentu sang anak bisa meneruskan jejak keberhasilannya, jika sang anak tak mau bertekad mengubah nasibnya sendiri. “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Surah Ar-Ra’d ayat 11).
Orang tua Anda mau sekaya apa pun, kalau anaknya nggak mau kerja keras, nggak mau belajar, hobinya cuma ngabisin duit orang tua, ya jangan harap bisa sukses mengikuti jejak positif orang tua. Bisa-bisa, bukannya mengangkat derajat orang tuanya, sang anak malah jadi beban keluarga. Naudzubillah.
Saya yakin, Irianto dan Rizki, yang meskipun orang tuanya adalah atlet hebat pada zamannya, kalau keduanya nggak ada usaha, dan hobinya hanya rebahan sambil main game di kamar, tak mungkin bisa menjadi pemain level nasional bahkan internasional. Sebab, dia nggak mau bersusah payah mewujudkan keinginannya dan lebih nyaman dengan menscroll status whatsapp atau instagram.
Nama besar orang tua bukanlah jaminan bagi kesuksesan sang anak. Itu di luar bidang politik. Dalam dunia politik, konteksnya bisa berbeda, dimana kebesaran orang tua, bisa cukup berpengaruh terhadap karir dan masa depan sang anak. Namun kesuksesan yang diraih sang anak bukan karena ia pintar, rajin, dan pantang menyerah, melainkan karena privilege orang tuanya yang punya jabatan dan kekuasaan, atau setidaknya punya jaringan yang luas. Dengan orang tua yang punya jabatan politik, ia bisa menjadikan hidup anaknya menjadi lebih baik.
Proses dan Ketekunan
Irianto dan Juniansyah, bisa menjadi pemain atlet berprestasi dan dikenal banyak orang, karena mereka mau berproses dari bawah. Giat berlatih, kerja keras, bertanding kesana kemari dan berani keluar dari zona nyaman. Di saat anak usia seangkatannya mungkin menghabiskan waktu dengan berpacaran, atau kegiatan yang nggak jelas babar blas, mereka berdua justru sibuk berlatih mengolah si kulit bundar dan angkat beban.
Proses lah yang akan membentuk kepribadian seseorang. Jika kita mau menanam, maka kita akan memanen. Tapi jangan lupa, setelah menanam kita juga perlu konsisten menyiram, agar apa yang kita tandur membuahkan hasil yang baik. Tanpa meniru proses orang lain, kita bisa sukses dengan cara kita masing-masing. Yang terpenting tadi, perlu proses dan kerja keras serta jangan bermalas-malasan, dumeh orang tuanya kaya raya, sehingga hanya mengandalkan uang dan jabatan orang tuanya.
Tulisan ini bukan bermaksud memuja muji Irianto dan Rizki. Keduanya hanya saya jadikan sebagai contoh saja. Tentu, kita jangan terlalu terburu-buru menilai Irianto dan Rizki sudah menjadi atlet yang luar biasa, karena bagaimana pun usia mereka masih muda, Irianto (26 tahun) dan Rizki (22 tahun) serta perjalanan karirnya masih sangat panjang dalam mengarungi dunia olahraga. Kita juga perlu menanti sejauh mana mereka bisa konsisten di bidangnya masing-masing.
Dan jangan lupa, kita tetap harus mewujudkan impian kita masing-masing, karena kita nggak punya privilege. Jalan terjal, dan jurang yang curam, perlu kita hadapi, sebab orang tua kita bukan pejabat, orang tua kita bukan pengusaha kaya, sehingga tak memungkinkan buat membawa kita ke arah yang lebih baik. Kita sendiri lah yang harus berjuang. Melewati badai, menerjang ombak, dan berusaha bertanggungjawab terhadap apa yang ingin kita raih.
*Tinggal di Pekalongan: Dosen, Penulis, Jurnalis.



