DI BAHU JALAN SETAPAK
Angin berjalan pelan menawarkan remah kasih sayang
Mendesir dari sela-sela rerumputan
Di ufuk barat, matahari sesekali memeluk awan keabu-abuan
Orang-orang berebut manis senja seraya menyesap tawa
Lebih manis mana temaram senja
atau janji pejabat yang berlipat-lipat?
Luka di kaki, semalam terobati
Lebam di hati, seribu satu malam menghantui
Aku yang duduk di bahu jalan setapak
Tak lebih jauh dari sepasang mata basah
yang merekam senja serta warna emasnya
Beranjak tenggelam pada sepasang matamu
yang bening dan yang hening
- Iklan -
Cilacap, 8 April 2025
DI BIBIR PANTAI
Di bawah rindang pohon di bibir pantai
Kepalaku yang semak belukar
Diam-diam beranjak tersibak
Oleh mekar senyummu yang lebar
Biru laut terbentang riang
Gemulai daun dibimbing langkah angin
Hatiku seumpama layang-layang
yang talinya kautarik ulur ugal-ugalan
Apa yang membawaku pergi sejauh ini
Adalah penasaran dan perasaan yang menuntut dikejar
Pangandaran, 8 April 2025
MENUSUK TAJAM
Diam-diam aku memintal benang-benang kusut dalam keriput hatimu
Lalu merajutnya dengan tekun dan senyum
Menjadikannya kencang kembali
Setelah sekian musim, usang dan terurai
Diterjang waktu, kehampaan, dan harapan
Rindu tak sekalipun letih membuntuti
Sewaktu seusai kau aku menghambur-hamburkan tawa
pada riuh redam perjalanan
Bahkan sampai pada gelap mata terpejam
Justru senyummu lebih menusuk tajam
Wonosobo, Februari 2025
DINGIN DAN MALAM
Alam senantiasa pandai menyemai sayang
Hujan dan kabut saling silang bertaut
Dingin malam di sebuah kaki gunung
Bukanlah cuaca buruk yang melahirkan cemas, kantuk, dan terpuruk
Kecemasan tak lain hati yang kehabisan strategi
dalam menghirup keadaan
dan menghembuskan tindakan
Dingin dan malam
Membuatku menyisir hening bola matamu
Membuatku menyusur kesunyian
Mengubah kakiku, menjelma selimut
dari kedinginan, kecemasan, dan ketakutan
Wonosobo, Februari 2025
SPAGETI
Sebongkah sphagetti
Rekah di pagi hari
Hatimu semringah
Pipimu jambu merah
Sembari melahap spageti sesuap-suap
Hatiku kemelut angin gunung
Gugup gempita
Cuma mengeja rasa
Mengucap terbata-bata
Mengecap keheningan
Mengecup kesunyian
Sementara di sana
Pertalite dan Pertamax mabuk sempoyongan
Campur aduk
Diaduk-aduk
Wonosobo, Februari 2025
Fajrul Alam, lahir di Kebumen, Februari 2001. Kecanduan kopi dan gorengan. Saat ini seorang guru honorer dan berkegiatan di SKSP (Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban) Purwokerto. Karya-karyanya terbit di beraneka ragam koran, buku antologi puisi, majalah, dan media online. Buku antologi puisi pribadinya berjudul Resep Bahagia (2025).