Oleh: M. Ikhwan Zakaria Al Faris, S.E.
Pembaharuan kurikulum merupakan keniscayaan dalam dunia pendidikan.
Perubahan ini perlu dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor penting, seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh, serta nilai-nilai budaya bangsa yang harus tercermin dalam kurikulum. Namun, di Indonesia, faktor utama yang kerap mendominasi perubahan kurikulum justru adalah faktor politik. Setiap pergantian menteri seringkali diikuti dengan pergantian kurikulum, dengan dalih-dalih yang terkadang tidak berdasar kuat. Ini seolah mencerminkan keinginan sang menteri untuk menunjukkan eksistensi dan kinerjanya.
Indonesia seharusnya memiliki prioritas kurikulum jangka pendek dan jangka panjang yang jelas dan konsisten, sehingga tidak terjadi perubahan kurikulum yang drastis setiap kali terjadi pergantian kepemimpinan. Jika kondisi seperti ini terus berlangsung, maka pendidikan kita tidak akan pernah maju. Guru dan siswa hanya akan menjadi “kelinci percobaan”, tanpa kepastian arah dan hasil yang signifikan.
Isu Perubahan Menuju Kurikulum Nasional Baru
- Iklan -
Menjelang tahun ajaran 2025/2026, telah berkembang isu bahwa akan terjadi perubahan kurikulum dari Kurikulum Merdeka menuju Kurikulum Nasional dengan pendekatan deep learning. Di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, sejumlah kebijakan baru disiapkan sebagai langkah reformasi kurikulum nasional. Beberapa di antaranya meliputi Tes Kemampuan Akademik (TKA) menggantikan Ujian Nasional (UN), Penjurusan di jenjang SMA akan dihidupkan kembali, Pengurangan bobot materi pelajaran, Penambahan materi pelajaran Koding dan Kecerdasan Buatan (AI), dan Penerapan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Sekilas, kebijakan-kebijakan ini tampak biasa saja dan lebih pada perubahan istilah dari konsep yang sebenarnya sudah pernah diterapkan sebelumnya. Hanya satu yang cukup progresif, yakni pengembangan kompetensi digital melalui AI dan koding.
Perubahan yang Berpusat pada Peserta Didik
Pendidikan di Indonesia perlu bergerak ke arah perubahan yang benar-benar berpihak pada peserta didik. Kurikulum berbasis deep learning dapat menjadi salah satu pilihan dalam menentukan arah kebijakan jangka panjang. Kurikulum ini memiliki ciri-ciri utama: Berpusat pada siswa, Mendorong berpikir kritis dan reflektif, Mengaitkan materi dengan konteks dunia nyata, dan Melibatkan pembelajaran lintas mata pelajaran.
Tujuan akhirnya adalah membentuk peserta didik yang memiliki pemahaman mendalam, mampu berpikir kritis, menyelesaikan masalah, dan siap menghadapi tantangan dunia nyata.
1. Berpusat pada Siswa
Kurikulum deep learning yang berpusat pada siswa sangat tepat diterapkan di Indonesia, terutama dalam membangun karakter peserta didik. Pendekatan ini tidak hanya membuat siswa memahami materi secara mendalam, tetapi juga menjadikan mereka pribadi yang berpikir kritis, mandiri, dan bertanggung jawab.
Dengan deep learning, siswa tidak sekadar menghafal materi, tetapi diajak menyelami makna dari setiap pelajaran. Misalnya, dalam pelajaran Ekonomi, siswa tidak hanya mempelajari teori kemiskinan, melainkan juga diajak berdiskusi, menganalisis data, bahkan melakukan observasi langsung di masyarakat. Dari proses itu, mereka belajar tentang empati, kepedulian sosial, dan tanggung jawab sebagai warga negara.
2. Mendorong Berpikir Kritis dan Reflektif
Kemampuan berpikir kritis sangat penting di era banjir informasi saat ini. Siswa perlu dilatih untuk tidak menerima informasi secara mentah, tetapi mampu menilai, mempertanyakan, dan menyaring kebenarannya. Berpikir kritis juga membantu mereka memecahkan masalah secara logis dan mandiri, tidak hanya mengikuti pendapat orang lain.
Sikap ini sangat penting tidak hanya dalam pembelajaran, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Siswa yang berpikir kritis akan menjadi pribadi yang bijak, rasional, dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang mereka ambil.
3. Menghadapi Tantangan Dunia Nyata
Pembelajaran yang dikaitkan dengan dunia nyata akan membuat siswa lebih memahami manfaat dari apa yang mereka pelajari. Jika pelajaran hanya berisi teori dan hafalan, siswa cenderung merasa jenuh dan tidak memahami urgensi pembelajaran tersebut.
Contohnya, dalam pelajaran Ekonomi, jika siswa hanya belajar teori permintaan dan penawaran tanpa melihat aplikasinya di pasar sekitar, maka konsep tersebut akan terasa abstrak. Namun, jika siswa diajak mengamati harga barang yang sering mereka beli dan mendiskusikannya di kelas, maka pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dan mudah dipahami.
Dengan mengaitkan pembelajaran pada realitas kehidupan, siswa akan lebih terlatih dalam memecahkan masalah yang terjadi di sekitar mereka. Ini akan membentuk pribadi yang lebih tangguh, peka terhadap lingkungan, dan siap terjun langsung ke tengah masyarakat.
Arah kurikulum nasional ke depan tidak boleh lagi dikendalikan oleh kepentingan politik sesaat. Kurikulum harus disusun dan dikembangkan secara matang, berkelanjutan, dan relevan dengan kebutuhan zaman. Deep learning menjadi salah satu alternatif pendekatan yang menjanjikan untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga bijak, kreatif, dan siap menjawab tantangan masa depan. Pendidikan bukanlah ladang eksperimen, melainkan investasi peradaban yang harus dibangun dengan visi yang kuat dan konsisten.
-Penulis Buku Si Buah Hati dan Guru di SMP Ma’arif NU 03 Tarbiyatut Tholibin Bumijawa