Oleh Hamidulloh Ibda
Serat Wedhatama merupakan salah satu karya sastra agung dalam khazanah budaya Jawa yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan karakter. Karya ini ditulis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IV pada abad ke-19, sebagai nasihat untuk anak keturunannya. Namun, seiring perkembangan waktu, ajaran dalam Serat Wedhatama melampaui sekat keluarga dan menjadi pedoman hidup bagi masyarakat luas.
Serat Wedhatama merupakan karya sastra yang ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV pada abad ke-19. Wedhatama berasal dari kata Wedha dan Tama. Dalam Kamus Bahasa Jawa-Indonesia, wedha mempunyai arti ilmu, pengetahuan. Sedangkan tama berasal dari kata utama yang mempunyai arti utama, baik dalam sikap, budi, maupun tindak-tanduk (Santo, 2023).
Serat Wedhatama, mahakarya sastra Jawa kuno yang lahir dari pena KGPAA Mangkunegara IV pada abad ke-19, bukan sekadar rangkaian indah tembang macapat. Lebih dari itu, serat ini adalah intisari ajaran budi luhur dan nilai-nilai Islam yang terjalin harmonis, dipersembahkan sebagai pedoman hidup bagi putra dan keturunan sang penguasa. Namun, keagungan ajarannya melampaui batas keluarga, menjadikannya sumber kearifan yang relevan bagi masyarakat luas, terutama dalam konteks pendidikan karakter. Inti ajaran dalam Serat Wedhatama mencakup dimensi spiritual (konsep keTuhanan), sosial (kemasyarakatan), dan personal (kemanusiaan). Dalam konteks pendidikan karakter, nilai-nilai ini menjadi fondasi yang kokoh untuk membentuk individu yang berakhlak mulia dan bertanggung jawab.
- Iklan -
Isi Serat Wedhatama
Serat Wedhatama berisi lima tembang macapat (pupuh) dan terdiri atas 100 bait. Serat Wedhatama lengkap berisi tembang Pangkur, Sinom, Pocung, Gambuh, dan Kinanthi. Semua pupuh memuat pesan-pesan yang mendorong manusia berbudi luhur dalam bersikap.
Serat Wedhatama berisi pokok ajaran dan nilai dari setiap pupuh. Pertama, Tembang Pangkur menjelaskan cara memiliki identitas atau menjadikan diri sebagai figur yang baik. Kedua, Tembang Sinom menyampaikan tentang hal, kewajiban, hingga dasar-dasar spiritual untuk menjalani kehidupan. Ketiga, Tembang Pocung menjelaskan makna pentingnya perjuangan manusia untuk memperoleh kekuasaan, ketrampilan, dan kekayaan demi mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan. Keempat, Tembang Gambuh menerangkan cara dalam memahami agama yang terdiri dari sembah catur (raga, cipta, jiwa, dan rasa). Kelima, Tembang Kinanthi mengajarkan tentang konsep menjalankan hidup dengan baik (Yahya, 2025).
Jika dirinci, terdapat cuplikan isi dari sejumlah bait dalam pupuh yang terkandung dalam Serat Wedhatama. Pertama, lila lamun kelangan nora gegetun (rela jika kehilangan sesuatu). Kedua, trima lamun ketaman saserik sameng dumadi (menerima dengan sabar jika mendapatkan perlakuan yang menyakitkan hati). Ketiga, legawa nalangsa srah ing Bathara (ikhlas menyerahkan diri pada Tuhan). Keempat, wirya harta tri winasis (tiga kedudukan manusia adalah pangkat, harta dan kepintaran). Kelima, eling lan waspada; awas lan eling (selalu ingat dan waspada). Keenam, gonyak-ganyuk nglelingsemi (jangan bertindak kurang sopan dalam pertemuan, sehingga memalukan). Ketujuh, nggugu karepe priyangga (Jangan bertindak semaunya sendiri). Kedelapan, traping angganira (harus dapat menempatkan diri). Kesembilan, angger ugering keprabon (mematuhi tatanan negara). Kesepuluh, bangkit ajur ajer (pandai bergaul dengan berbagai kalangan).
Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Serat Wedhatama
Serat Wedhatama mengandung ajaran budi pekerti luhur, konsep ketuhanan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan. Pendidikan karakter dalam karya ini menekankan pentingnya pengembangan kepribadian manusia yang seimbang antara aspek spiritual, moral, dan sosial. Terdapat sejumlah nilai pendidikan karakter yang menonjol dalam Serat Wedhatama.
Pertama, keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan. Serat Wedhatama mengajarkan tentang pentingnya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam bait-baitnya, Mangkunegara IV menegaskan bahwa hidup harus selalu dilandasi oleh rasa syukur, tawakal, dan kesadaran akan kekuasaan Tuhan. Hal ini sesuai dengan nilai pendidikan karakter religius dalam konteks pendidikan modern. Serat Wedhatama menempatkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pijakan utama dalam menjalani kehidupan. Kesadaran akan kehadiran dan kekuasaan Tuhan menumbuhkan rasa takut untuk berbuat buruk dan mendorong manusia untuk senantiasa berbuat kebajikan. Ajaran ini menekankan pentingnya eling lan waspada (ingat dan waspada) terhadap segala tindakan, karena diyakini akan ada pertanggungjawaban di hadapan Sang Pencipta. Pendidikan karakter yang berlandaskan spiritualitas akan menghasilkan individu yang memiliki integritas dan moralitas yang kuat.
Kedua, kesadaran diri dan kebijaksanaan. Tokoh utama dalam Serat Wedhatama adalah manusia yang bijaksana (wikan), mampu mengendalikan diri, serta menjaga lisan dan perbuatan. Ini mencerminkan nilai pendidikan karakter tentang pengendalian diri, kejujuran, dan kebijaksanaan dalam bertindak. Ajaran tentang kemasyarakatan dalam Serat Wedhatama menekankan pentingnya hidup rukun, saling menghormati, dan gotong royong. Konsep tepa selira (tenggang rasa) diajarkan sebagai kunci dalam berinteraksi dengan sesama. Memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain akan menumbuhkan empati dan solidaritas sosial. Pendidikan karakter yang menginternalisasi nilai-nilai ini akan melahirkan warga negara yang peduli, bertanggung jawab, dan berkontribusi positif bagi lingkungannya.
Ketiga, kesederhanaan dan kerendahan hati. Mangkunegara IV mengajarkan agar manusia tidak sombong dan selalu rendah hati. Sikap andhap asor (rendah hati) dan tidak pamer atau riya menjadi prinsip hidup yang ditekankan. Ini relevan dengan pendidikan karakter yang menumbuhkan sikap sederhana dan empati kepada sesama.
Keempat, menjaga etika dalam bermasyarakat. Serat Wedhatama juga mengajarkan tentang pentingnya sopan santun, etika, dan tata krama dalam pergaulan sosial. Hal ini menjadi landasan dalam membangun karakter sosial yang harmonis dan saling menghargai dalam kehidupan bermasyarakat.
Serat Wedhatama memberikan perhatian besar pada pengembangan kualitas diri yang luhur. Ajaran tentang pengendalian diri (nepsune dinerak), kesabaran (sabar lan narima), kejujuran (lurus ing batine), dan kebijaksanaan (wicaksana) menjadi panduan penting. Proses olah batin (mengolah batin) ditekankan sebagai upaya untuk membersihkan diri dari sifat-sifat buruk dan mengembangkan potensi diri yang positif. Pendidikan karakter yang berorientasi pada pengembangan kemanusiaan akan menghasilkan individu yang matang secara emosional, memiliki etika yang kuat, dan mampu mengambil keputusan yang bijak.
Integrasi ke dalam Pendidikan Modern
Ajaran-ajaran tersebut disampaikan melalui bentuk tembang macapat, seperti pangkur, sinom, pocung, gambuh, dan kinanthi. Setiap tembang memiliki makna dan filosofi tersendiri yang mendalam, sehingga mudah diterima dan diresapi oleh masyarakat Jawa.
Keunikan Serat Wedhatama terletak pada penyampaian ajarannya melalui tembang macapat. Setiap jenis tembang, seperti pangkur, sinom, pocung, gambuh, dan kinanthi, memiliki karakteristik dan suasana yang berbeda, yang secara halus dapat mempengaruhi emosi dan pemahaman pembacanya. Melalui melodi dan lirik yang indah, ajaran-ajaran luhur ini tidak hanya mudah diingat tetapi juga meresap ke dalam hati. Bentuk sastra ini menjadi media pendidikan karakter yang efektif dan menarik.
Nilai-nilai dalam Serat Wedhatama sangat relevan dengan konsep pendidikan karakter yang menjadi perhatian dalam dunia pendidikan saat ini. Karya ini bukan hanya bagian dari warisan sastra, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dalam membangun generasi yang berakhlak mulia, beriman, dan memiliki kepedulian sosial tinggi.
Di tengah arus globalisasi dan tantangan degradasi moral, nilai-nilai yang terkandung dalam Serat Wedhatama tetap relevan dan mendesak untuk diinternalisasikan dalam pendidikan karakter. Ajaran tentang spiritualitas, harmoni sosial, dan pengembangan diri yang luhur menjadi penawar bagi krisis identitas dan erosi nilai-nilai kemanusiaan.
Mengintegrasikan ajaran Serat Wedhatama dalam kurikulum pendidikan utamanya sekarang Kurikulum Merdeka teringrasi deep learning, baik melalui kajian sastra maupun implementasi nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari, dapat menjadi langkah strategis dalam membentuk generasi muda yang berkarakter kuat, berakhlak mulia, dan memiliki kearifan lokal. Serat Wedhatama bukan sekadar warisan budaya, melainkan sumber inspirasi dan pedoman yang tak lekang oleh waktu dalam upaya membangun bangsa yang beradab.
Serat Wedhatama tidak hanya merupakan puncak estetika sastra Jawa abad ke-19, tetapi juga menjadi sumber ajaran pendidikan karakter yang luhur. Menghidupkan kembali nilai-nilai dalam Serat Wedhatama merupakan upaya melestarikan kearifan lokal sekaligus memperkuat pendidikan karakter di era modern. Masalahnya, apakah semua nilai-nilai pendidikan karakter Serat Wedhatama sudah termanifestasikan ke dalam pendidikan dan pembelajaran?
-Penulis adalah pengajar di Program Studi PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Inisnu Temanggung.