Oleh Sri Rohati
Kata “goblok” yang dilontarkan Gus Miftah sampai hari ini masih menjadi perbincangan, malah makin melebar. Tetangga saya yang kesehariannya jualan di pasar ikut ikutan menyahut, “ Yooo, siapa yang terima kalau dikatai katai kasar seperti itu. Cen kebangetan kok dia itu!”
Saya lantas teringat dengan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Masaro Emoto dari Jepang dalam bukunya The Miracle Of water. Ia menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara air dengan kata-kata. Bila kita mengucapkan kata-kata buruk maka air itu akan mengalami kesakitan, tampak pada molekulnya yang berantakan. Molekul itu akan kembali terbentuk indah manakala kita mengucapkan kata-kata yang baik padanya, sepert”” aku sayang kamu” dan kata-kata positif lainnya. Manusia yang Sebagian besar tubuhnya terdiri dari air mudah menerima getaran energi kata – kata ini.
- Iklan -
Begitulah dasyatnya pengaruh kata-kata. Maka sudah sepantasnya sebelum bicara kita harus memikirkannya berkali kali. Begitu keluar dari bibir ia tak akan bisa ditarik lagi. Pernah saya membaca bahwa di Afrika sana ada sebuah suku yang hidup di lingkungan hutan yang pohonnya masih sangat banyak. Ketika mereka kesulitan untuk menebang pohon yang tinggi maka mereka menggunakan kekuatna kata-kata. Caranya setiap hari mereka mengatakan pada pohon itu , “ matilah kau!” secara bergantian . Maka dalam waktu beberapa minggu pohon itu benar-benar mengering dan mati.
Sekarang marilah kita jadikan pelajaran apa yang sudah dialami oleh Gus Miftah. Saya lebih suka menjadikan pembelajaran daripada menjadikan bahan olok olok sebab mengolok olok hanya akan menghabiskan waktu saja. Disamping itu akan mempengaruhi pandangan generasi muda bahwa kata-kata yang kurang pantas boleh dilontarkan sekehendak hati di tempat umum . Kita harus memberikan pembelajaran untuk menolak carut marutnya kondisi ini kususnya bagi anak muda yang mudah terpengaruh oleh suasana.
Baiklah, kita akan mengalihkan pandangan kita pada kata-kata yang positif. Terakhir kali kapan kita memberikan kata-kata yang positif kepada orang orang di sekeliling, misalnya pada anak, saudara, teman ataupun para anak didik di sekolah? Bagi guru, pada saat pagi hari ketika siswa datang ke sekolah, alangkah baiknya dia dengan wajah sumringah lalu mengucapkan kata – kata yang baik, “ Semoga menjadi anak sholih atau Semangat belajar, ya nak,” dan kata-kata lain yang positif akan menjadi motivasi yang mujarab.
Apakah kita sadar kalau kata-kata seorang guru itu akan selalu diingat anak hingga ia menjelang dewasa. Bila ia telah lulus dari sekolah itu, mereka lebih mudah mengingat kata-kata gurunya dibandingkan dengan teori teori yang disampaikan di kelas. Kalimat itu terekam kuat, menjadi sumber semangat yang membawanya menjadi pribadi yang sukses. Apa yang kita tegaskan pada anak itulah benih . Kelak benih itu akan tumbuh berkecambah, menjadi pohon kecil lalu berangsur-angsur melebat daunnya.
Dan dari pohon itu berbuah, sesuai dengan buah perkataan yang kita tegaskan pada anak-anak kita. Jika kita katakan ,”kau benar-benar anak yang baik,“ maka mereka kan tumbuh dan berbuah kebaikan. Jika kita tohok mereka dengan kata-kata kasar ,”kau anak yang sukar diatur-diatur!“ Maka benar , kelak ia akan menghasilkan sikap yang sukar diatur.
Peran guru sangat strategis
Ucapan tidak hadir begitu saja tanpa rencana. Ia adalah buah dari pikiran yang terlintas di kepala pengucapnya. Bila yang terlintas kegelapan maka buruklah kata-katanya. Bila yang terlintas seberkas cahaya maka mulialah kata – katanya. Kata – kata menujukkan siapa kita, minimal siapa kita pada saat kita sedang mengucapkannya.Warna asli kita tergambar lugas di perkataan yang kita ucapkan setiap hari. Jadi untuk bisa mengeluarkan kata kata yang mulia maka pertama tama kita perlu membersih hati dan pikiran kita dari prasangka, iri hati dan kesombongan .
Bicara dalah bentuk komunikasi yang paling banyak kita gunakan selama hidup. Entah sudah berapa banyak kata yang kita ucapkan dari sejak masih kecil sampai dengan usia saat ini. Bagi pendengar, siapa yang mengucapkan menjadi penting sebab ada kekutan yang berbeda. Seorang guru di madrasah mempunyai kekuatan yang lebih besar kata-katanya dibandingkan seorang penjual makanan di jalan bagi seorang siswa. Siswa lebih percaya bila sang guru yang mengatakannya karena dalam benak siswa sudah tertanam kepercayaan bahwa ia adalah sosok panutan.
Peran guru yang sungguh strategis di sekolah atau madrasah ini bisa untuk membangun karakter atau melumpuhknanya. Maka alangkah baiknya jika para guru mulai menyadari dan berhati hati ketika akan melontarkan ucapkan pada para siswa. Sehingga apa yang keluar dari lisannya adalah hal hal yang membuat hati siswa hangat dan semangat untuk belajar. Seringkali kita sendiri kurang begitu menyadari apa yang kita ucapkan. Seringkali apa yang kita anggap ucapan yang baisa saja bisa menjadi menyakitkan ketika sampai pada hati siswa, entah karena saat itu batin siswa sedang rapuh atau karena suasana kurang tepat.
Slogan 3S
Di banyak madrarah sudah menggunakan slogan 3S , senyum , sapa dan salam, ini merupakan Langkah bagus. Hanya saja seringkali karena kurang pemaknaan maka slogan hanya sampai di slogan saja, belum dilaksanakan sepenuh hati. Mungkin juga karena anaggapan 3S itu tertalu pentying untuk diperhatikan maka warga madrasah abai untuk melakukannya. Lebih mementingkan program yang kelihatan lebih mentereng seperti visi misi madrasah atau sibuk dengan mengejar kejuaraan di sana sini.
Maka saya mengajak pembaca untuk Kembali melaksanakan program 3S sudah kita canangkan sejak dulu. Senyumlah agar para siswa tahu kalau kita bahagia sehingga energi bahagia itu akan menular pada mereka. Mungkin di rumah kita sedang ada masalah tetapi sebagai pekerja profesional kita tak layak membawa wajah manyun ke sekolah, minimal ketika bertatapan dengan siswa.
S yang ke dua adalah Sapa. Sebuah sapaan kecil akan membuat siswa merasa diperhatikan . Tepukan ringan di pundak sambil kita ucapkan , “ semangat ya, “ menjadi cahaya yang menerangi gelap hati siswa-siswa kita. Bila dari rumah mereka sudah cukup membawa beban maka beban itu akan berkurang dengan sapaan kita kala menyambut di pintu gerbang . Dan menambah rasa kerasan belajar di madrasah.
Salam. Syukurlah ucapan salam kita, assalamu’alaikum warohmatullohi wa barokatuh, “ sudah menyebar seantero Indonesia. Siapapun sudah tak asing dengan ucapan salam itu, termasuk di madrasah, dalam sehari puluhan kali diucapkan. Tapi sayangnya seringkali hanya diucapkan sebatas bibir saja, tanpa tahu maknanya. Ada baiknya kita mengajarkan arti dan makna ucapan salam tersebut, bahwa ketika kita mengucapkan salam maka dalam hati telah terikrar untuk berniat menjaga keselamatan teman dari perbuatan kita. Dengan begitu salam yang terucapbenar-benar menjadi aliran doa doa yang tulus.
Jangan pelit pujian.
Kalau kita dapati siswa yang bagus prestasinya jangan pelit pujian. Puji dia dengan ucapan yang tulus, “ selamat ya, kamu hebat,” misalnya. Prestasi tak terbatas bidang akademik, saja. Pembangunan karakter seperti kedisiplinan, tanggung jawab dan kerajinan merupakan prestasi yang tak kalah penting.
Berikan pujian pada siswa yang rajin piket kelas, “ wah kalau lantai bersih sepert ini pasti teman – teman sekelas akan lebih semangat belajarnya, “ misalnya.
Saya yakin bertahun tahun selanjutnya pujian itu akan mekar menjadi bunga yang indah di hati para siswa. Mereka pun akan balik menghormati dan mencintai gurunya karena merasa dihargai keberadaannya , diuwongke. Harga diri tak bisa dibeli dengan uang tapi bisa dibangun dengan pujian. Anak yang dibiasakan dihargai nanti ketika dewasa ia akan tumbuh menjadi pribadi yang menghargai orang lain.
– Sri Rohati, penulis adalah guru di MTs Ma’arif NU Kemalang Klaten