Oleh : Iva Azhariyah
seorang perempuan muda
menyampirkan sisa nasib
pada retak meja
- Iklan -
radio yang bersuara
surat-surat lama yang bercerita
tentang camar dusun
revolusi yang enggan
dan suara kebisuan
–selembar potret kusam, pasang surut kata-kata
“J’altendrai, suara yang rapuh”
Sore itu, Puji Pistols, lebih akrab di panggil Mbah Puji sedang mengaduk gelas kopi untuk pelanggan yang datang ke Kedai Kopinya. Ia adalah sastrawan asal Kabupaten Pati yang belakangan karya-karyanya memenuhi laman bacapetra dan basabasi.co dalam bentuk puisi. Tidak hanya itu, karya Puji Pistols juga banyak mengisi laman-laman berita lokal dan sesekali dimuat dalam koran. Buku-buku antologi puisinya sudah ramai diperjualbelikan dan ditelaah sebagai bahan studi. Banyak gelar wicara dan kelas menulis telah ia isi dengan gagasan dan proses menulisnya yang menarik perhatian.
Perjalanan menulisnya dimulai sejak tahun 2000, masa-masa remaja penuh cinta yang membuat Puji berkirim surat cinta untuk pujaan hatinya. Ia mengatakan bahwa perjalanan menulis puisinya diawali dari penolakan pujaan hatinya yang terjadi terus menerus. Dari kegagalan cinta itu, puisi-puisi Puji lahir melahirkan antologi puisi yang mengisahkan kehidupan pribadinya ketika masih muda.
Sejak puisinya diterbitkan di berbagai media massa, pergaulannya dengan para penyair dan pembaca puisinya makin luas. Beberapa di antara para penyair dan pembaca puisinya tersebut tidak hanya menjalin hubungan persahabatan dengannya, namun juga mendiskusikan baik dunia puisi secara umum maupun kecenderungan puisi-puisinya. Lingkaran inilah yang membentuk Puji Pistols dari seorang otodidak menjadi seorang pelajar di dunia penulisan puisi.
Menulis sebagai Hobi
Bagi Puji Pistols, menulis bukan menjadi pekerjaan sehari-hari. Menurutnya, ia lebih suka berdagang kopi di kedai kopi samping rumahnya. Selain untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, berdagang baginya adalah sarana untuk bertukar cerita dengan pelanggan yang datang untuk minum kopi. Ia mengaku tidak pernah menjadikan menulis sebagai pekerjaan utama karena menulis adalah pekerjaan sampingan semata buatnya.
Puji Pistols adalah lulusan SLTP. Pendidikannya terpaksa berhenti karena faktor ekonomi. Sejak muda sudah memulai bekerja sana sini untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dalam kesibukannya yang riuh tersebut, Puji Pistols mulai mengisi waktu senggangnya dengan membaca buku-buku puisi. Maka dari itu, hingga sekarang menulis adalah hal sampingan dan tidak menjadi pekerjaan pokok yang penghasilannya diandalkan.
“Saya pekerja. Tidak pernah punya angan-angan untuk menulis. Saya kerja sehari-hari dan menulis jika senggang. Kebetulan ada beberapa naskah yang diapresiasi dan dijadikan naskah teater di Universitas Muria Kudus sekitar tahun 2008 atau 2009. Puisi saya dijadikan naskah teater. Itu adalah awal perjalanan menulis saya, karya saya dikenal para seniman di Karesidenan Pati sejak saat itu.” ungkapnya.
Dukungan Penulis Perempuan
“Kalau kamu serius, kamu bisa menulis. Kamu punya sense of poetica yang bagus dan punya bakat dalam puisi.” demikian ujar Puji Pistols mengutip ucapan Hanna Fransisca, pemenang tokoh sastra majalah Tempo tahun 2011 yang berteman akrab dengan Puji Pistols.
Menyadari bakat Puji Pistols dalam menulis puisi, Hanna mengirimkan setidaknya 50 buku kepada Puji Pistols untuk dipelajari. Dukungan besar dari Hanna sukses membuat Puji Pistols menerbitkan buku keduanya dan meraih penghargaan 15 besar lomba buku puisi nasional tahun 2019. Berangkat dari kemenangan tersebut, Puji Pistols sempat diundang ke Yogyakarta International Library Festival 2019 sebagai pembicara. Hingga kini, buku-buku yang diberikan Hanna masih tertata rapi di kediaman Puji Pistols.
“Buku-buku mahal ini mengantar saya menerbitkan antologi cerpen yang kedua. Dan dari buku-buku itu, saya semakin nyaman dengan sastra latin hingga sekarang.” ujar beliau.
Dari buku keduanya itu, Puji Pistols kini tergabung dalam Dewan Kesenian Kabupaten Pati. Ia kini menjadi sastrawan yang terkenal di kalangan seniman lokal, beberapa penerbit besar seperti Basabasi.co dan Bacapetra.co dan tokoh literasi lainnya. Tulisan-tulisannya mengisi banyak laman media hingga masuk dalam karya Pemenang Kritik Sastra. Rekam jejak beliau kian melalangbuana melalui publikasi puisi-puisinya yang semakin meluas.
Perjalanan Karir
Buku antologi puisi Puji Pistols yang pertama ditulis berdasarkan pengalaman pribadinya. Ia berhasil menerbitkan buku antologi puisi pertamanya dan dibaca banyak orang kala itu. Kendati demikian, Puji Pistols menjelaskan bahwa meski ia berhasil menerbitkan buku, karya-karya dalam antologi pertama yang menceritakan pengalaman pribadinya dinilai gagal oleh Dwi Cipta, Penulis yang sering mengisi laman Bacapetra.co. Dwi Cipta beranggapan karya Puji Pistols dalam antologi pertamanya berjudul Anjing Tetanggaku Anjing secara standar puisi masih banyak kelemahan, terlalu panjang dan boros kata. Dwi Cipta beranggapan dalam antologi pertama Puji Pistols mengambil karya penulis lain, masih banyak ditemui nuansa puisi Joko Pinurbo, Triyanto Tiwikromo, atau Hana Fransiska.
Belajar dari kegagalan pertama, Puji Pistols kembali mencoba menulis persoalan serius selain pengalaman pribadinya. Ia mencoba menulis puisi tentang tokoh yang dibaca, folklor, sinema, cerita rakyat Jepang dan Tiongkok, serta budaya-budaya barat. Ia mencoba membuat karakter tulisan kendati menuangkan nuansa puisi milik sastrawan kenamaan seperti buku pertamanya.
Puji Pistols kemudian menjelajah novel-novel latin. Ia mengaku lebih senang membaca sastra latin dibandingkan karya sastra milik sastrawan Indonesia. Ia juga lebih sering membaca folklor-folklor Jepang atau Tiongkok, menjelajahi cerita hantu dan budaya asli bangsa tersebut. Menurut pengakuannya sendiri, ketertarikannya untuk menulis puisi yang berangkat dari karya maupun kehidupan seniman dan tokoh-tokoh legendaris Tiongkok berangkat dari pandangan totalitas seniman dan tokoh-tokoh sejarah Tiongkok dalam menjalani hidup dan berkarya. Ketertarikannya pada filsafat Jepang, terutama pada ajaran Zen, lebih didasari karena ketenangan ajaran hidup mereka dalam menghadapi dunia yang gaduh. Dari proses membaca yang panjang tersebut, lahirlah antologi puisi kedua berjudul Sepuluh Lompatan Puitik Puji Pistols.
“Puji Pistols tak lagi gegabah menulis puisi yang panjang dengan kata-kata yang boros seperti di buku pertamanya.Ketika kita memasuki puisi Puji Pistols dan berinteraksi secara langsung dengan teks-teks aslinya, pembaca akan sampai pada pemahaman bahwa sang penyair telah membahasakan teks-teks itu sesuai dengan ekosistem pengetahuan dan orientasi puitiknya sendiri. “ demikian ulasan Dwi Cipta tentang antologi puisi Sepuluh Lompatan Puitik Puji Pistols yang dimuat dalam Bacapetra.co.
Ketika ditanya rencana karirnya dalam menulis, Ia mengaku belum memiliki rencana yang spesifik. Baginya, menulis adalah hobi dan tetap tak ingin menjadikan perjalanan menulisnya sebagai sebuah pekerjaan tetap yang penghasilannya diandalkan. Menulis baginya adalah hal yang harus dinikmati tanpa ada orientasi materi atau keuntungan.
“saya menulis bukan untuk siapa-siapa. Saya menulis karena senang.” ujar beliau.
Kini Puji Pistols tinggal di kediamannya, sebuah rumah di tengah Kecamatan Kota. Ia kini memulai usaha baru berjualan nasi sayur tempe di dekat SMA Nasional Pati. Di sela-sela pekerjaannya itu, ia tetap menulis puisi dengan berpegang pada prinsipnya—menulis untuk bahagia.
Iva Azhariyah, Lahir di Pati, Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia. Gemar buku, musik, dan film. Senang berkelana, mencintai semesta. Akun media social @ivaazhariyah