JAM JAM KENANGAN PELADANG DI BULAN JUNI
suatu waktu aku bisa mati
saat menjalani kenangan seperti ini
- Iklan -
seperti kembang randu bermekaran
sebelum kemarau panjang
sebelum segalanya menghilang
dari bulan Juni, kumulai kisah puisi
di tengah kemarau panjang
kita pernah membayangkan
mengasuh anak anak
berlari, riang, berkejaran
diatas rumput gajahan
menemani ritus kehidupan
yang nantinya bakal terjal dan berbatu
“Hidup penuh perseteruan dan kebusukan”
katamu, tapi kita perlu menunggu
musim keluar membawa ketentraman
tentang kesabaran pohon srikaya, ketabahan alang-alang, suka duka burung kutilang
waktu mengambang
kabut menyelimuti kembang
kita masih bersama hidup serumah
diterpa kemelaratan menghadapi bencana
yang tak pernah direncanakan
“apa kau lelah”
ini bulan Juni, malam biasa dingin
ada kenangan mahar selimut berenda
ini bisa menyelimuti tubuh kita
menjadi sedikit hangat, sampai tua, sampai renta
ini bulan Juni, sayang
coba lihat hamparan ladang
dingin, kering, hanya tumbuh sedikit jagung
kau membawanya tidur, aku membawanya kedalam mimpi
diam, lengang, seperti kisah roman-
“menunggu hujan di bulan Juni”
SUNGAI
besuk bisa jadi
tak ada yang mengalir
hulu tak mampu membawanya
ke hilir
kanak- kanak
berenang dalam akuarium
bergaun warna warni
seperti air kemasan terpajang di toko toko
PAGI , BUNGKUSAN NASI, SUNGAI
ke sungai hidup bertiup menyusun
urub
pagi adalah keberangkatan
ke arah bentangan ladang
hijau dan dipenuhi impian
sebungkus nasi adalah keinginan
dimana kau sembunyikan
berkah rumah beserta kesetiaan
sungai adalah isyarat
tentang tautan hidup
ada alir- ada alur
KARTU POS
kartu pos tersimpan rapi
ada mimpi orang lain
tentang kau, aku, dia
arsip, kartu pos, rute
dimana sesungguhnya jalan
aku mengingatmu
saat kita jatuh dan jauh
SUATU SIANG DI KLEDUNG
“Pada dinginya gunung, cinta kita saling terhubung”
di di Kledung kita bertemu
pada meja dua satu
kita berbicara rindu
kau cantik siang ini
dengan bibir merah merona
balutan lipstik make over
memerah seperti kelopak mawar
kau mewanan siang ini
dari sekian hati
selalu menanti
“Air mineral Frozen, Es Teh
Sepaket Chiken Steak”
menu pembuka
sebelum kita berbicara
“aku tak biasa dengan sendok garpu
Saat menikmati sajian”
tiba-tiba
dengan lekat, penuh tersirat
aku menemukan sesuatu
pada dirimu
pada relung hatimu
kau sederhana
menyimpan makna
kita di pertemukan kembali
melalui rentetan aplikasi
baik shopee
dan rekapan hari ini
“di Kledung Par kita mengukir kerinduan”
Lemon tea hangat
sebagai pemintal akrab
kau cantik siang ini
dalam sendiri
dengan cinta penuh misteri
di pertemuan selanjutnya
tak akan lupa
seperti halnya siang ini
“bukankah kerinduan
ada setelah pertemuan”
Niam At Majha, lahir Mojo Jatenan dan tinggal di Pati. Sembari bekerja jualan kopi dan buku. Karya puisinya terangkum dalam pelbagai bunga rampai bersama teman teman pegiat sastra. Buku puisi tunggalnya Nostalgi dan Melankoli (2018) dan Sebuah Catatan Tentang Cinta (2023)