Oleh Irna Maifatur Rohmah
Menjadi guru di masa ini terlebih di negara Indonesia menjadi pilihan yang riskan sekali. Di tengah isu-isu serta realitas yang ada di lapangan, guru menjadi profesi yang tidak diidamkan oleh sebagian besar anak muda even yang lulusan pendidikan sekalipun. Begitu kelamnya roadmap seorang guru yang nasibnya menjadi taruhan apabila tidak didukung oleh faktor lain.
- Iklan -
Namun, di tengah kondisi yang demikian masih banyak guru yang mau menjalankan misi presiden yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Meskipun dengan kurikulum yang saat ini figur guru sudah bergeser dan menjadikan perlakuan siswa kepada guru entah masih sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara atau tidak.
Empat Level Guru
Ngomongin guru dan filosofinya, guru memiliki beberapa level yang tiap levelnya sudah memiliki perbedaan orientasi. Berikut empat level yang akan dibahas. Pertama, medium teacher. Pada level ini, guru sebagai pendidik baru berada di tahap menyampaikan materi saja. Apa yang disampaikan oleh guru berasal dari buku yang menjadi acuan dan sama persis. Dengan kondisi demikian, guru menjadi tidak menarik bagi peserta didik karena mereka bisa membacanya sendiri. Guru yang seperti ini akan tersaingi dan tergantikan oleh teknologi. Sebab, teknologi sudah bisa melakukan demikian. Jadi, guru tidak boleh hanya berhenti di level ini.
Kedua, good teacher. Di level ini guru sudah bisa menjelaskan apa yang dibahas. Guru yang seperti ini sudah bisa menjelaskan apa yang ada di buku atau sumber belajar siswa. Dengan kemampuan guru dalam menjelaskan materi, guru sendiri sudah memiliki pemahaman akan materi yang diberikan sehingga bisa mengimprovisasi materi dengan kondisi peserta didik. Dengan ini, guru sudah bisa mengalahkan teknologi. Sebab, guru bisa menjelaskan pada peserta didik sesuai dengan karakter dan kondisi kelas yang berbeda.
Ketiga, excellent teacher. Ketika berada di level ini guru sudah bisa mendemonstrasikan yang dibahas dengan hal atau kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketika guru sudah pada tahap ini, guru memiliki kemampuan untuk mendemonstrasikan materi sesuai dengan dasar yang membangun pengetahuan siswa. Guru sudah bisa connecting ke berbagai hal yang ada di sekitar peserta didik, lingkungan sekolah dan masyarakat. Materi yang secara tekstual sudah bisa dibawa menjadi kontekstual tanpa mengurangi kedalaman materi secara teoretis. Dengan demonstrasi guru bisa menghubungkan materi dengan fenomena dalam kehidupan sehari-hari baik dari segi contoh, pemanfaatan, dampak dan sebagainya.
Keempat, experience teacher. Pada puncaknya guru tidak hanya memberikan pemahaman pada peserta didik namun sudah bisa menjadi inspirasi bagi peserta didik. Di posisi ini guru sudah sesuai dengan harapan Ki Hadjar Dewantara yang mana guru bisa menjadi role model bagi peserta didik. Di level ini guru bisa menjadi sumber inspirasi peserta didik dalam belajar, keilmuan, maupun semangat untuk mencari ilmu.
Dengan itu, pastinya guru mengajak peserta didik untuk menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan sehingga bisa memantik rasa penasaran dan akan terus menggali pemahamannya. Guru sudah tidak menggunakan buku sebagai bahan belajar namun hanya sebagai acuan saja. Guru membangun pemahaman peserta didik dengan praktik langsung atau pendekatan experience dalam belajar. Muaranya, peserta didik dapat membangun pemahamannya secara nyata. Guru yang seperti itu akan menjadi inspirasi bagi peserta didik dalam beberapa hal seperti perilaku, sikap, pemahaman, cara mengajar dan sebagainya. Peserta didik tidak merasa diajari namun menjadi tuntunan dalam membentuk pola berpikir dan bernalar.
Jadi, menjadi guru yang sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara perlu melewati beberapa level serta tidak berhenti dan puas dengan pencapaiannya. Namun perlu terus berkembang dan berusaha mencari sesuatu yang menarik sehingga tidak terkalahkan oleh teknologi. Guru apabila masih di level satu, posisinya riskan sekali untuk ditinggalkan oleh peserta didik karena tidak berbeda dengan teknologi yang jauh bisa memberikan pengetahuan lebih luas. Namun apabila sudah mencapai level dua saja, guru sudah bisa bersaing dengan teknologi karena ada penjelasan-penjelasan yang bisa dirasakan oleh guru dan peserta didik namun tidak ada di ranah teknologi. Apalagi jika sampai di level empat, guru sudah tidak bisa digantikan oleh teknologi.
-Penulis adalah Alumni UIN Prof KH Saifuddin Zuhri Purwokerto dan UMP.