Oleh Prima Trisna Aji
Setiap seseorang memiliki ekspresi bermacam – macam ketika mengalami stimulus yang datang berlebihan ke dalam tubuh. Ada yang melakukan stimulus dengan diam, sedih, menangis, gugup, tidak bisa tidur dan ada juga yang berespon dengan ekspresi marah.
Marah merupakan suatu ekspresi bagi seseorang dengan mengeluarkan sesuatu baik verbal ataupun non verbal dengan cara emosional. Marah merupakan bagian dari perilaku hidup manusia itu sendiri.
Tetapi tahukah kita, bahwa apabila kita terlalu sering marah maka akan berdampak buruk pada diri kita sendiri yang salah satunya adalah bisa menyebabkan kematian lebih dini. Bahkan marah secara terus menerus bisa menyebabkan kematian mendadak.
- Iklan -
Banyak sekali penelitian yang menunjukkan bahwa marah akan berdampak negative bahkan sangat buruk sekali bagi tubuh manusia itu sendiri. Salah satunya penyakit yang bisa menjangkit orang yang sering marah berlebihan adalah penyakit Stroke dan penyakit hipertensi atau dikenal dengan penyakit darah tinggi.
Marah bisa memicu hormon didalam tubuh yang disebut dengan hormon kortisol yang akan membuat seseorang stress secara berkepanjangan, depresi dan bahkan bisa merusak suasana hati.
Bahkan marah bisa menurunkan sistem imun didalam tubuh manusia, yang tentunya akan berdampak terhadap serangan virus penyakit pada diri seseorang.
Salah satu perilaku marah juga bisa membuat seseorang menjurus ke gangguan kejiwaan seperti szizofrenia. Bahkan perilaku marah yang terus dipupuk bisa menyebabkan gangguan jiwa berupa perilaku kekerasan (PK).
Dosen Spesialis Medikal Bedah Prima Trisna Aji menyampaikan dalam teorinya bahwa perilaku marah yang rutin didalam penelitian bisa berisiko terkena penyakit jantung coroner. Hal ini dikarenakan hormon kortisol yang berproduksi secara berlebihan serta respon kekakuan pembuluh darah sehingga terjadi arterosklerosis.
“Dari hasil penelitian terbaru didapatkan banyak fakta bahwa perilaku marah yang berlebihan secara rutin bisa mempengaruhi respon fisiologis seseorang sehingga akan meningkatkan seseorang terkena risiko serangan jantung coroner”, Ucap Prima.
Untuk mengantisipasi dampak marah yang berkepanjangan bisa melakukan terapi baik farmakologis ataupun terapi non farmakologis. Salah satu terapi non farmakologis yang bisa dilakukan yaitu : melakukan relaksasi nafas dalam, melakukan relaksasi distraksi, melakukan spa, membaca al quran, melakukan sholat sunah dan sholat 5 waktu, berwudlu, melakukan liburan rekreasi dan melakukan rendam kaki air hangat.
Terapi non farmakologis yang dilakukan secara rutin bagi seseorang yang mempunyai sifat pemarah bisa menurunkan frekuensi marah hingga pada titik minimal. Hal ini tentunya sudah dilakukan banyak studi penelitian terhadap terapi tersebut. *Red
Penulis : Prima Trisna Aji
Dosen Spesialis Medikal Bedah S3 PhD Lincoln College University Malaysia