Oleh: Salman Akif Faylasuf *
Dalam kehidupan dunia, ada banyak orang bermimpi, tetapi tidak pernah berhasil mewujudkannya menjadi nyata-kenyataan. Kenapa demikian? Karena mereka tidak mengenali jalan menuju mimpinya itu.
Itu artinya, mengenali jalan menuju mimpi haruslah memahami apa yang kita perlukan untuk sampai pada mimpi. Tahu apa yang harus kita lakukan. Maka dari itu, kita harus menyusun rencana aksi.
Sebuah pepatah mengatakan: “Allah Swt mampu merealisasikan cita-citamu dari sebuah mimpi menjadi kenyataan, minta tolonglah kepada-Nya.” Senada dengan apa yang dikatakan Bung Karno, “Gantungkan Cita-Citamu Setinggi Langit! Bermimpilah Setinggi Langit. Jika Engkau Jatuh, Engkau Akan Jatuh diantara Bintang-bintang.”
- Iklan -
Memang, ada begitu banyak orang berniat untuk mencapai sesuatu, tapi tidak kunjung melakukan hal-hal yang membuatnya mencapai hal itu. Bayangkan saja, seseorang yang bangun pada pagi hari. Di benaknya, ia berniat untuk makan telur ceplok.
Tentu saja, yang harus ia lakukan adalah pergi ke dapur, ambil telur dari kulkas. Nyalakan kompor, letakkan wajan di situ, beri minyak goreng secukupnya. Lalu, pecahkan telur, masukkan isinya ke wajan tadi. Tambahkan garam, balik telurnya, kemudian angkat. Kalau langkah-langkah itu dilakukan, bisa dipastikan orang itu mendapatkan telur ceplok. Begitupun pada hal-hal yang lain.
Namun, yang sering terjadi adalah, orang yang ingin telur ceplok itu tidak beranjak dari tempat tidur. Justru ia bermalas-malasan dalam bungkusan selimut hangat. Atau, ia bangun, lalu duduk menonton TV, atau sibuk dengan gawainya. Lalu, akankah ia mendapatkan telur ceplok yang dia inginkan? Tidak.
Demikian pula, ada pula orang yang ingin berubah. Ia menginginkan telur dadar, tidak lagi telur ceplok seperti hari-hari sebelumnya. Lalu ia bertindak. Ia pergi ke dapur, mengambil telur dari kulkas. Ia menyalakan kompor, lalu meletakkan wajan di situ, dan ia beri minyak goreng secukupnya. Lalu, ia pecahkan telur, dan ia masukkan isinya ke wajan tadi. Ia tambahkan garam, kemudian ia balik telurnya, kemudian ia angkat. Apa yang ia dapatkan? Bukan telur dadar, melainkan telur ceplok. Ini berbalik.
Menginginkan perubahan
Syahdan. Banyak orang ingin berubah, ingin mendapatkan hasil yang berbeda. Banyak orang menginginkan hal-hal baru. Tetapi ia tetap melakukan hal-hal atau kebiasaan lama. Maka, ia tidak akan mendapatkan hal-hal baru. Hal-hal baru hanya bisa didapat dengan tindakan baru. Dalam hal ini, perubahan hanya bisa didapat dengan melakukan perubahan tindakan. Kata Einstein, “kegilaan adalah melakukan hal yang sama berkali-kali dengan mengharapkan hasil yang berbeda.” Tanpa sadar, banyak orang melakukan kegilaan itu.
Pertanyaan adalah, apa makna sebuah resolusi di awal tahun 2024 nantinya? Jawabannya resolusi itu rumusan tekad, sebuah mimpi. Tapi kita tahu, rumusan saja tidak akan mewujudkan sesuatu. Rumusan itu harus diuraikan menjadi daftar tindakan yang harus dilakukan.
Itu sebabnya, untuk mencapai sesuatu kita mesti tahu jalan yang harus dilalui untuk mencapainya. Jadi, rumusan resolusi saja tidak cukup. Kita harus menyediakan jawaban atas pertanyaan. Misalnya bagaimana mencapainya? Apa yang harus dilakukan, dan apa saja yang diperlukan?. Kata pepatah “Jadilah seorang yang kakinya berada di atas tanah. Sedangkan cita-citanya setinggi bintang Tsurayya.”
Perubahan itu mutlak diperlukan
Setelah tahu akan jalan (ini bukan akhir), masih ada lagi rumusan rencana. Kapan, di mana, dengan siapa, biaya berapa, dan sebagainya. Detail itu adalah hal yang penting. Banyak orang tahu apa yang hendak dilakukan, tetapi tidak melakukannya. Alasannya adalah sibuk.
Sebenarnya ia tidak sangat sibuk. Ia hanya gagal dalam perencanaan, sehingga banyak waktunya yang terbuang. Atau, alasannya ia tak punya dana. Padahal ia punya. Hanya saja, ia tidak menyusun perencanaan keuangan yang baik, sehingga ia melakukan banyak pemborosan. Waktu dan dana sering terbuang percuma kalau kita bertindak tanpa rencana.
Betapapun, bahwa puncak terpenting dari resolusi adalah tindakan atau aksi. Satu demi satu tindakan yang sudah direncanakan dilaksanakan, dan diukur hasilnya. Persis seperti saat kita mengikuti panduan navigasi Google Maps. Kita selalu melihat titik tujuan, serta titik biru tempat kita berada saat ini.
Misalnya selangkah kita maju, kita cek dan pastikan langkah itu membuat kita lebih dekat ke titik tujuan, bukan ke arah lain. Namun, bila ternyata kita melenceng, kita harus melakukan langkah koreksi untuk membenarkannya.
Alih-alih melakukan langkah, tidak jarang orang berhenti di tengah jalan, karena merasa lelah. Bahkan, banyak yang berhenti pada langkah pertama. Kenapa? Mungkin karena ia enggan berubah. Ya, perubahan sering terasa menyakitkan. Pikiran menginginkan perubahan, tapi badan ingin tetap berada di wilayah status quo. Maka, kunci terpenting untuk melakukan perubahan adalah dengan menyadari bahwa perubahan itu mutlak diperlukan.
Masih tentang perubahan. Salah satu kuncinya adalah dengan menikmati tindakan baru. Apapun langkah yang dipilih itu adalah langkah berat. Masalahnya, ia akan jadi lebih berat lagi kalau tidak dinikmati.
Kuncinya adalah, rumuskan rencana yang realistis untuk diri sendiri. Jangan jadikan rencana orang lain sebagai rencana diri sendiri, karena bisa jadi tidak cocok. Cukup jadikan rencana atau langkah orang lain sebagai referensi saja.
Yang tak kalah pentingnya adalah menggunakan dukungan dari berbagai pihak. Melakukan tindakan bersama dalam komunitas bisa membantu memberi semangat. Tapi ingat, efeknya bisa pula sebaliknya, yaitu memberi beban berlebihan.
Bagilah rencana aksi dalam beberapa tahap. Tandai awal dan akhir tahapnya. Itu akan membuat rencana itu jadi lebih pendek, sehingga lebih mudah dicapai. Dengan begitu kejenuhan bisa dikurangi. Pencapaian tahap demi tahap akan memberi energi tambahan. Kesadaran bahwa kita membuat kemajuan dan semakin dekat pada tujuan adalah salah satu sumber energi yang penting.
Open dalam melakukan perubahan
Biasanya, orang yang gagal membuat perubahan karena ia hanya memasang target, tanpa rencana. Rencana meliputi target besar dalam suatu rentang waktu yang panjang. Sederhananya, rencana itu harus dipecah-pecah menjadi target-target kecil, dalam rentang waktu yang lebih pendek.
Anda bisa membayangkan saat hendak mendaki gunung. Saat Anda berada di base camp di kaki gunung, Anda lihat ke puncak yang hendak di tuju. Apa yang Anda rasakan? Pasti jauh. Kelihatannya berat. Tapi bisa juga menantang.
Sebab itu, setiap pendaki gunung, ia sadar bahwa dirinya harus mendaki selangkah demi selangkah. Ia harus menghabiskan ribuan langkah untuk sampai di puncak sana. Kesadaran itu memberi kita keyakinan bahwa tujuan itu bisa dicapai.
Ketika seseorang mulai mendaki, apakah ia terus menerus menatap puncak tujuannya? Tentu saja tidak. Ia fokus pada langkah kakinya. Ia perhatikan jalan di depannya, ada halangan apa di situ, dan bagaimana melewatinya. Melihat ke puncak sana cukup sekali-sekali saja.
Itulah yang harus dilakukan oleh orang yang sedang membuat perubahan. Fokuslah pada apa yang ada di depan kita sekarang. Tapi dengan kesadaran, bahwa yang kita kerjakan ini sedang menuju kepada suatu tujuan.
Nah, untuk memastikan bahwa setiap langkah kita menuju tujuan itulah maka diperlukan perencanaan. Target-target kecil dalam rentang waktu pendek tadi kita pastikan tercapai dengan langkah-langkah maju kita. Dalam pendakian, kita bagi jalur pendakian kita menjadi beberapa etape.
Setiap etape yang berhasil kita lewati memberi kesempatan pada kita untuk istirahat sejenak. Tapi fungsi yang lebih pentingnya adalah, menyadarkan kita bahwa kita membuat kemajuan. Ini akan menjadi sumber energi yang besar untuk melangkah lebih maju lagi.
Akhiran, kita sadar dan menyadari, bahwa perubahan besar tidak datang sekaligus, melainkan datang dalam serpihan-serpihan kecil. Kita susun strategi agar kita bisa bersabar dalam menapaki setiap langkah menuju ke tujuan kita. Wallahu a’lam bisshawaab.
*) Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jawa Timur.