Oleh : Asih Fitriana
Sebagai seorang guru bantu atau guru pengganti di salah satu SD (sekolah dasar) di Temanggung, saya telah mengajar selama hampir satu bulan. Pengalaman mengajar ini tentu saja telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi saya. Saya bertemu dengan anak-anak yang sungguh luar biasa, anak-anak yang sifat dan karakternya beragam dan berbeda satu sama lain. Saya tentu saja sangat senang bisa bertemu mereka, tetapi ada satu hal yang mengganggu dan membuat saya berpikir sampai sekarang. Bagaimana bisa hal ini terjadi?
Di salah satu kelas yang saya ajar, yaitu kelas 6, sering kali saya mendengar anak-anak memanggil teman mereka dengan nama yang bukan nama asli mereka. Saya merasa bingung dan memutuskan untuk bertanya pada salah satu siswa, “Mengapa kamu memanggil teman kamu dengan nama yang berbeda?” Siswa itu menjawab dengan santai, “Itu adalah nama bapak/ibunya, Bu.”
Saat itu, saya merasa terkejut dan bingung. Bagaimana bisa mereka memanggil teman mereka dengan nama lain, terlebih lagi nama itu adalah nama orang tua teman-teman mereka? mereka memanggil nama temannya dengan nama orang tua mereka disertai ejekan, Saya merasa ini tidak sopan dan tidak pantas dilakukan. Siswa-siswa ini hampir remaja, mereka berada di kelas 6, seharusnya mereka sudah bisa memahami etika dan sopan santun dalam berkomunikasi. mengapa mereka tidak menyadari hal ini?
- Iklan -
Saya memutuskan untuk bertanya lebih lanjut kepada mereka. Saya berkata, “Mengapa kamu melakukan hal tersebut?” Mereka menjawab dengan polos, ” Itu sudah biasa bu, karena Si A juga melakukan hal yang sama padaku, Bu. Jadi itu adalah hal yang wajar.” Mendengar jawaban itu, saya semakin terkejut. Mereka menganggap bahwa tindakan tersebut adalah hal yang biasa dan wajar karena mereka melihat teman mereka melakukannya juga.
Kemudian saya menjelaskan bahwa hal itu tidak boleh dilakukan karena itu tidak sopan dan termasuk tindakan bullying secara verbal. Saya menjelaskan betapa pentingnya menghormati nama asli teman-teman mereka dan bagaimana tindakan memanggil dengan nama orang tua dapat merugikan dan melukai perasaan orang lain. memanggil seseorang dengan nama yang bukan nama asli mereka adalah tindakan yang tidak sopan dan tidak menghormati. Saya mengajak siswa-siswa itu untuk berempati dan memahami bagaimana perasaan orang lain bisa terluka ketika mereka dipanggil dengan nama yang salah.
namun salah satu siswa berkata kembali, ” itu bukan bullying bu, kita tidak melakukan bullying karena tidak memukuli dia” , saya terhenyak ternyata yang mereka pahami, bullying adalah ketika mereka memukul teman-teman mereka. Hal tersebut tentu saja sangat salah. betapa ironisnya keadaan ini. Siswa berperilaku salah, tetapi mereka menganggap itu hal wajar. Padahal tindakan mereka jelas-jelas sudah termasuk bullying secara verbal.
Dampak Bullying Verbal
Dari contoh di atas, jika hal itu terus dilakukan ,maka bullying verbal dapat menyebabkan luka emosional yang dalam dan merusak kesejahteraan psikologis seseorang. Dampak dari bullying verbal dapat terjadi dalam berbagai bidang kehidupan korban. Berikut adalah beberapa dampak yang biasanya terjadi:
Pertama, dampak emosional dan psikologis: Bullying verbal dapat menyebabkan kerusakan emosional yang signifikan pada korban. Penghinaan yang berulang atau ejekan dapat membuat korban merasa malu, rendah diri, sedih, dan cemas. Mereka mungkin mengalami depresi, kecemasan, dan stres yang berkepanjangan. Dalam beberapa kasus, ini dapat berdampak pada kesehatan mental jangka panjang korban.
Kedua, penurunan diri: Bullying verbal dapat merusak kepercayaan diri korban. Mereka mungkin meragukan kemampuan dan nilai diri mereka sendiri. Hal ini bisa menghambat perkembangan pribadi dan merugikan prestasi akademik. Korban mungkin menjadi ragu untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau mengambil risiko karena takut diejek atau dihina.
Ketiga, gangguan akademik: Dampak bullying verbal juga dapat mempengaruhi kinerja akademik korban. Konsentrasi dan fokus mereka dapat terganggu oleh tekanan dan stres yang dihasilkan dari penghinaan dan ejekan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan nilai, absensi, atau bahkan penghentian sekolah secara keseluruhan. Kehadiran yang rendah dan ketidakmampuan untuk fokus pada pembelajaran dapat menghambat perkembangan akademik korban.
Keempat, isolasi sosial: Bullying verbal dapat menyebabkan korban merasa terisolasi secara sosial. Mereka mungkin menghindari interaksi dengan teman sebaya dan merasa kesepian. Rasa malu dan rasa tidak aman yang dihasilkan dari penghinaan dan ejekan dapat membuat korban merasa sulit untuk membentuk persahabatan yang sehat. Isolasi sosial ini dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental dan emosional korban.
Kelima, perilaku merugikan diri: Dalam kasus yang ekstrem, bullying verbal dapat menyebabkan korban mengembangkan pemikiran atau perilaku merugikan diri. Korban mungkin merasa terjebak dan tanpa harapan, yang dapat mengarah pada depresi yang parah atau lebih parahnya bahkan percobaan bunuh diri.
Pentingnya Pendidikan Karakter
Menurut saya, untuk mengatasi bullying verbal dan mencegah dampak negatifnya, penting untuk memperkuat pendidikan karakter di lingkungan pendidikan. Pendidikan karakter merupakan pendekatan yang holistik dalam membentuk nilai-nilai, sikap, dan perilaku positif pada individu. Berikut adalah beberapa alasan mengapa pendidikan karakter penting dalam mengatasi bullying verbal:
Pertama, Membangun Kesadaran Empati: Pendidikan karakter dapat membantu siswa mengembangkan empati terhadap orang lain. Dengan memahami perspektif dan perasaan orang lain, siswa akan lebih mampu menghargai dampak yang timbul dari tindakan mereka, termasuk penggunaan kata-kata yang merendahkan.
Kedua, Mendorong Sikap Menghormati: Pendidikan karakter memperkuat pentingnya menghormati setiap individu, termasuk menghormati nama asli mereka. Siswa diajarkan untuk melihat nilai dan martabat dalam setiap orang dan memperlakukan mereka dengan hormat dan kesopanan.
Ketiga, Membentuk Tanggung Jawab: Pendidikan karakter membantu siswa menyadakan tanggung jawab atas tindakan dan kata-kata mereka. Mereka diajarkan untuk menyadari konsekuensi dari tindakan mereka dan mengambil tanggung jawab penuh atas dampak yang mereka timbulkan pada orang lain.
Keempat, Mengembangkan Keterampilan Komunikasi yang Positif: Pendidikan karakter membantu siswa mengembangkan keterampilan komunikasi yang positif. Mereka belajar untuk mengungkapkan diri dengan cara yang menghormati dan tidak merendahkan orang lain. Membangun keterampilan komunikasi yang baik dapat membantu mencegah konflik dan penghinaan verbal.
Kelima, Mendorong Kolaborasi dan Kerjasama: Pendidikan karakter mengajarkan pentingnya kolaborasi dan kerjasama. Siswa diajarkan bahwa kekuatan tim dan kerjasama saling menghormati merupakan fondasi yang kuat dalam menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif di sekolah. Ini mengurangi kemungkinan terjadinya bullying verbal.
Keenam, Membentuk Lingkungan Sekolah yang Aman: Pendidikan karakter memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan mendukung. Melalui nilai-nilai seperti toleransi, penghargaan, dan kesetaraan, siswa diajarkan untuk menghormati perbedaan dan mencegah segala bentuk kekerasan, termasuk bullying verbal.
Ketujuh, Membangun Resiliensi: Pendidikan karakter membantu siswa mengembangkan ketahanan mental dan emosional. Mereka belajar cara menghadapi tantangan, termasuk bullying verbal, dengan sikap yang positif dan keyakinan diri. Ini membantu mereka mengatasi dampak negatif dan mempertahankan kesejahteraan psikologis.
Pendidikan karakter harus menjadi bagian integral dari kurikulum sekolah untuk mengatasi bullying verbal. Guru dan staf sekolah harus terlibat secara aktif dalam memberikan pembelajaran dan bimbingan yang mempromosikan nilai-nilai karakter. Selain itu, melibatkan orang tua dalam pendidikan karakter juga penting agar pesan ini diperkuat di rumah dan di sekolah.
Dengan pendidikan karakter yang kuat, kita dapat membangun budaya yang menghargai keragaman, menghormati orang lain, dan mencegah terjadinya bullying verbal. Ini tidak hanya memberikan perlindungan bagi korban, tetapi juga membentuk generasi muda yang empati, bertanggung jawab, dan mampu berkomunikasi dengan baik. Bagaimana menurutmu?
– Mahasiswa Prodi PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan INISNU Temanggung