Oleh : Mochamad Bayu Ari Sasmita
Konon, kata orang-orang yang mengaku memiliki penglihatan gaib, jiwa ayah tidak sedang berada di dalam jasadnya, melainkan berada di tepi sebuah laut dan terpaku di sana; hari ini, ketika mengingatnya lagi, aku membayangkan bahwa jiwa ayah terkesima oleh ombak yang bergulung-gulung di kejauhan dan gugusan bintang di langit ketika malam dan burung camar dan angin laut dan aroma asin dan hal-hal lain yang dapat kautemukan dengan mudah di tepi laut. Jin telah membawanya, menyeretnya keluar pada suatu malam ketika seluruh penghuni rumah terlelap, dari rumah menuju ke tepi laut di sebelah selatan pulau Jawa.
“Lihat,” kata orang itu kepadaku waktu itu ketika ayah berada di ruang tamu sementara kami berada di ruang tengah, “ayahmu lebih sering melamun. Jiwanya tidak berada di sini, jiwanya berada di tempat yang jauh. Kita harus membawanya pulang atau sesuatu yang buruk akan terjadi.”
“Caranya?” tanyaku tanpa rasa penasaran.
- Iklan -
Sebenarnya, ayah sering melamun karena dia lebih sering libur daripada bekerja. Siapa yang tidak melamun ketika tidak pegang uang? Tapi, entah mengapa, aku seolah berada di bawah kendali orang di hadapanku saat itu. Tampaknya, kata-katanya yang seolah berada di pihak keluarga kami itulah yang membuatku kemudian terus mendengarkan setiap perkataannya, serta menuruti setiap anjurannya.
Dia kemudian memberitahuku caranya. Aku harus menyiapkan beberapa benda: botol kaca, plastik, dan karet gelang.
“Benda-benda itu akan kita gunakan untuk memberishkan rumahmu dari jin-jin jahat, setelah kita mengembalikan jiwa ayahmu kembali ke jasadnya agar dia tidak menjadi seorang pelamun lagi.”
Dengan ketetapan hati, aku menganggukkan kepala.
***
Orang itu bilang bahwa rumah kami dikelilingi oleh jin-jin jahat. Mereka mengepung rumah kami dari segala penjuru, juga yang bergelantungan seperti seekor monyet di kayu-kayu penyangga atap. Bahkan ada juga yang masih berada di tengah perjalanan menuju ke rumah kami. Mungkin beberapa dari mereka ada yang terkendala oleh urusan imigrasi atau semacamnya. Wujud mereka beraneka ragam. Terlalu sulit untuk dijelaskan. Cara paling mudah menurutnya, orang yang memiliki penglihatan gaib itu, adalah dengan membandingkannya dengan Leak. “Kau pernah berlibur ke Bali ketika sekolah, bukan?” Aku mengangguk. “Kau melihat pertunjukan tari barong, bukan?” Sekali lagi, aku mengangguk. “Ada tokoh bernama Leak di sana, bukan?” Untuk yang ketiga kali, aku mengangguk. “Kurang lebih, seperti itulah wujudnya.” Jin-jin jahat itu bertugas untuk menghalau rezeki yang akan dilimpahkan kepada keluarga kami.
Aku pernah mendengar sebuah kisah di TPQ bahwa malaikat Mikhail-lah yang bertugas untuk mendatangkan rezeki kepada segenap makhluk di semesta ini. Dia juga yang bertugas mendatangkan hujan karena hujan termasuk rezeki. Kubayangkan bahwa Mikhail hendak berkunjung ke rumah kami untuk mengantarkan segepok uang, satu koper kesehatan, dan sebotol kebahagiaan. Namun, begitu sampai di pelataran rumah kami, dia bertemu makhluk-makhluk berkuku, bergigi, dan berambut panjang dengan mata melotot dan tubuh berwarna belang itu. Makhluk itu kemudian mengusir Mikhail. Dia bisa saja memberantas jin-jin jahat itu dengan sebuah pedang yang diberikan Tuhan kepadanya, tetapi itu bukan tugasnya. Malaikat tidak pernah melakukan improvisasi, mereka hanya menjalankan tugas dari Tuhan, tanpa mengurangi dan melebihi tugas yang telah diberikan. Mereka hanya bekerja sesuai porsi yang diberikan. Mereka tidak mengenal lembur.
Salah satu jin jahat berkata kepada Mikhail, “Pergi dari sini! Kau tidak perlu mengantarkan benda-benda itu ke rumah ini. Rumah ini telah dikutuk agar tidak dapat menerima rezeki lagi.”
Setelah mendengar hal itu, tanpa menjawabnya sepatah kata pun, Mikhail segera berbalik, membentangkan sepasang sayap putihnya yang begitu lebar, dan terbang entah ke mana. Begitu tugas selesai dengan keberhasilan, para jin jahat itu akhirnya mendapatkan imbalan dari si pengasuh, yakni orang yang mempekerjakan mereka. Sulit untuk membayangkan imbalan apa yang mereka terima. Tapi aku pernah mendengar seorang guru Pendidikan Agama Islam di sekolah bahwa bangkai dan tulang-belulang adalah makanan para jin. Si pengasuh itu mungkin memiliki bertong-tong bangkai dan tulang-belulang yang siap ditumpahkan di tengah-tengah kerumunan para jin jahat itu. Begitu isi dari drum-drum dituangkan, mereka akan bersorak-sorai dan melompat-lompat kegirangan. Aku hanya bisa membayangkan bahwa sorak-sorai mereka serupa dengan suara kawanan monyet di lereng gunung yang pernah kulewati di masa lalu.
Lalu, bagaimana dengan Mikhail? Ke mana dia akan membawa segepok uang, satu koper kesehatan, dan sebotol kebahagiaan itu? Ke hadapan Tuhan? Mungkin. Lalu, Tuhan akan menyuruhnya kembali untuk memberikan segepok uang, satu koper kesehatan, dan sebotol kebahagiaan itu kepada keluarga kami. Maka, kembalilah Mikhail ke rumah kami dan dia akan dihadang lagi oleh para jin jahat yang sedang berpesta memakan bangkai dan tulang-belulang. Ah, aku lupa satu hal tentang pengimajinasian ini: bagaimana dengan minuman mereka? Itu pasti cairan yang kotor, najis, dan berbau tidak sedap, mungkin juga pesing dan amis. Sulit untuk mencari padanan atas cairan semacam itu.
“Tuhan menyuruhku untuk mengantarkan segepok uang, satu koper kesehatan, dan sebotol kebahagiaan kepada keluarga di rumah yang kalian kepung itu. Demi Tuhan, sebaiknya kalian memberi jalan,” kata Mikhail.
“Mengapa tidak kautinggalkan saja semua itu di sini?” jawab salah satu jin jahat itu. Mulutnya penuh darah.
“Tidak bisa,” jawab Mikhail bersikukuh. Dia, tentu saja, tidak akan menyalahi tugas yang telah diberikan kepadanya. Dia harus mengantar tiga benda itu ke rumah kami, bukannya meninggalkannya begitu saja di halaman rumah.
“Pasti bisa.”
“Aku tidak bisa melakukannya, ini amanah dari Tuhan. Aku harus membagikan ini kepada yang berhak.”
“Asal kautahu, Mikhail, segala yang akan engkau berikan kepada keluarga yang berada di rumah yang kami kepung ini akan diberikan kepada keluarga yang ada di sebelah.” Salah satu jin jahat itu menunjuk-nunjuk dengan jari telunjuknya yang terlihat kurus dan bengkong rumah di samping rumah kami, rumah yang lebih terlihat mewah daripada rumah kami.
“Begitu?” Mikhail penasaran, dia mulai tergoyahkan. Tidak semestinya malaikat teperdaya.
“Tentu,” jawab salah satu jin itu sambil mengangguk sehingga keyakinan Mikhail goyah.
Mikhail pun memberikan segepok uang, sekoper kesehatan, dan sebotol kebahagiaan itu pada keluarga yang menempati rumah di samping rumah kami. Dia kemudian berjalan beberapa langkah ke selatan dan berhenti tepat di depan pintunya yang tengah terbuka. Dia meletakkan segepok uang, sekoper kesehatan, dan sebotol kebahagiaan di atas meja ruang tamu. Begitu selesai, dia terbang lagi entah ke mana. Begitu selalu, selama bertahun-tahun. Begitulah cara kerja pesugihan yang kuimajinasikan.
***
Keluargamu telah dikutuk untuk kesusahan dalam urusan rezeki selama tujuh turunan. Begitu yang selalu kudengar dari orang itu, baik delapan tahun yang lalu maupun sekarang. Pernyataan itu mengusikku: bagaimana jika aku tidak perlu menikah sehingga tidak akan ada keturunanku yang harus menanggung kutukan itu? Namun, ketika hal itu kutanyakan kepadanya, dia tidak pernah menjawabku. Entah dia tidak tahu atau dia dilarang untuk mengungkapkan sebuah rahasia yang bila dilanggar akan mengharuskanya melakukan sebuah puasa yang begitu sulit.
Kini, di hadapanku, berjajar botol-botol kaca yang sudah tertutup dengan plastik dan plastiknya terikat oleh karet gelang. Botol-botol kaca itu menurutnya telah berisi jin-jin jahat. Setiap botol berisi kira-kira sepuluh jin jahat. Kubayangkan betapa tersiksanya mereka berdesak-desakan di dalam sana, saling dorong dan injak. Mungkin mereka juga merintih kesakitan, “Minta hidup! Minta hidup!”
Menjelang subuh, botol-botol itu dia masukkan ke tasnya dan akan dia buang ke tempat yang jauh. Dia berkata bahwa laut selatan pulau Jawa adalah tempat yang cocok untuk membuang mereka. Segala bentuk kejahatan bermukim di sana. Boleh dikatakan bahwa tempat itu adalah penjara bagi mereka. Sekali mereka dibuang ke sana, kecil kemungkinan mereka dapat kembali ke daratan, ke permukiman manusia. Apa mungkin karena hal itu samudra Hindia terkenal ganas? Dia menganggukkan kepala sambil tersenyum.
September 2022—November 2023
Mochamad Bayu Ari Sasmita. Lahir di Mojokerto pada HUT RI Ke-53. Dapat dihubungi di instagram @sasmita.maruta.