Oleh Hamidulloh Ibda
Benar, literasi di Indonesia masih rendah. Literasi hakikatnya menjadi kemampuan seseorang dalam membaca, menulis, dan memahami informasi. Tingkat literasi yang rendah memiliki dampak negatif terhadap pembangunan sosial dan ekonomi suatu negara. Terdapat sejumlah alasan mengapa literasi di Indonesia masih rendah. Pertama, kurangnya minat membaca. Banyak penduduk Indonesia tidak memiliki minat membaca yang kuat. Faktor-faktor seperti kurangnya kesadaran akan pentingnya membaca, kurangnya peran orang tua dalam mendorong membaca, dan dominasi media elektronik mengurangi minat membaca buku.
Kedua, kurangnya bahan bacaan yang tersedia. Meskipun Indonesia memiliki budaya yang kaya dalam bentuk sastra, masih ada kekurangan bahan bacaan yang berkualitas dan terjangkau, terutama bagi masyarakat dengan pendapatan rendah. Ketiga, kurangnya pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan di Indonesia juga masih menjadi masalah. Banyak sekolah yang tidak memprioritaskan pengembangan literasi dan fokus pada pendidikan yang hanya berorientasi pada ujian.
Keempat, tantangan multibahasa. Indonesia memiliki beragam bahasa daerah yang berbeda, dan hal ini dapat menjadi tantangan dalam pengembangan literasi. Beberapa daerah mungkin menghadapi kesulitan dalam mempelajari bahasa Indonesia secara efektif, yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis. Kelima, akses terbatas. Salah satu alasan utama adalah akses terbatas terhadap pendidikan dan sumber daya literasi. Banyak daerah di Indonesia, terutama di wilayah pedesaan, masih memiliki keterbatasan akses terhadap sekolah, perpustakaan, dan bahan bacaan.
- Iklan -
Untuk meningkatkan literasi di Indonesia, diperlukan upaya kolaboratif dari pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain: meningkatkan akses terhadap pendidikan, mempromosikan minat membaca sejak dini, menyediakan bahan bacaan yang beragam dan terjangkau, meningkatkan kualitas pendidikan, serta meningkatkan dukungan dari berbagai pihak dalam memajukan literasi di Indonesia.
Indonesia Masih Buta Aksara?
Buta aksara adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak bisa membaca atau menulis. Dalam konteks ini, “buta” mengacu pada ketidakmampuan seseorang dalam mengenali, memahami, dan menggunakan sistem tulisan aksara atau huruf yang digunakan dalam suatu bahasa.
Buta aksara bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti kurangnya akses pendidikan formal, kekurangan fasilitas dan sumber daya, atau kesulitan belajar. Dalam masyarakat modern, buta aksara menjadi semakin jarang karena peningkatan akses ke pendidikan dan kemajuan teknologi.
Untuk membantu mengatasi masalah buta aksara, program-program pendidikan dan literasi telah dikembangkan di banyak negara. Upaya ini bertujuan untuk memberikan akses pendidikan dan pelatihan yang memadai kepada mereka yang belum bisa membaca atau menulis. Dengan bantuan pendidikan dan pelatihan yang tepat, banyak orang dewasa yang sebelumnya buta aksara dapat belajar membaca dan menulis serta meningkatkan keterampilan literasi mereka.
Pemberantasan Buta Aksara
Pemberantasan buta aksara merupakan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan tingkat buta aksara dalam suatu populasi atau masyarakat. Buta aksara merujuk pada kondisi di mana seseorang tidak dapat membaca atau menulis dengan baik atau sama sekali tidak bisa membaca dan menulis.
Pemberantasan buta aksara sangat penting karena membantu meningkatkan taraf hidup dan kesempatan bagi individu yang terkena dampaknya. Orang yang buta aksara sering kali menghadapi kesulitan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti mencari pekerjaan, mengakses informasi, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
Terdapat sejumlah strategi bernas dalam pemberantasan buta aksara. Pertama, program pelatihan. Menyelenggarakan program pelatihan khusus bagi orang dewasa yang buta aksara. Program ini dapat mencakup kelas membaca dan menulis, serta keterampilan dasar lainnya yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, teknologi dan akses informasi. Memanfaatkan teknologi seperti komputer, internet, dan perangkat mobile untuk memberikan akses kepada individu yang buta aksara. Program komputer pembelajaran mandiri dan aplikasi mobile dapat membantu individu belajar secara mandiri.
Ketiga, kolaborasi dengan organisasi non-pemerintah. Kerjasama dengan organisasi non-pemerintah yang fokus pada pendidikan dan pemberdayaan masyarakat dapat memperluas jangkauan upaya pemberantasan buta aksara. Keempat, dukungan pemerintah. Pemerintah dapat memberikan dukungan finansial, sumber daya, dan kebijakan yang mendukung pemberantasan buta aksara. Hal ini termasuk penyediaan anggaran untuk pendidikan, pelatihan guru, dan program-program pemberantasan buta aksara.
Kelima, dendidikan dasar. Menyediakan akses pendidikan dasar yang berkualitas adalah langkah pertama dalam pemberantasan buta aksara. Hal ini melibatkan pendirian sekolah dan penyediaan program pendidikan yang terjangkau dan terbuka untuk semua individu. Keenam, kampanye kesadaran. Mengadakan kampanye kesadaran tentang pentingnya membaca dan menulis serta konsekuensi negatif buta aksara. Kampanye tersebut dapat dilakukan melalui media massa, iklan, dan kegiatan sosial lainnya untuk menciptakan kesadaran masyarakat.
Pemberantasan buta aksara bukanlah tugas yang mudah dan membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, organisasi non-pemerintah, dan individu. Dengan upaya yang berkelanjutan dan komitmen yang kuat, diharapkan tingkat buta aksara dapat dikurangi dan akhirnya dihapuskan sepenuhnya.
– Dosen Mata Kuliah Pembelajaran Literasi Pendidikan Dasar Program Studi PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan INISNU Temanggung