Oleh Irna Maifatur Rohmah
Peralihan generasi memang tidak bisa dipungkiri. Berbagai elemen masyarakat mau tidak mau beradaptasi dan mempelajari bagaimana memperlakukan mereka. Sistem dan pemahaman yang sudah tidak lagi sama, memaksa semua elemen termasuk pendidikan sigap dan tangkas untuk memahaminya.
Dalam pendidikan, guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan harus mahir dalam memahami karakter tiap-tiap generasi. Sebab memperlakukannya tidak bisa mencontoh generasi sebelumnya. Jaman dan informasi yang kian mudah didapat menbentuk generasi kini menginginkan sesuatu yang cepat dan berganti secara continue. Kebosanan seringkali melanda tanpa permisi dan saat itulah guru sigap untuk memfasilitasi. Padahal guru sendiri masih meraba-raba karakter mereka. Belum sepenuhnya memahami apalagi untuk tiap-tiap individu.
Oleh karena itulah guru pantas dibilang pembelajar sepanjang masa. Dalam hal guru selalu membersamai pertumbuhan dan perkembangan generasi ke generasi selanjutnya yang tidak bisa disamakan antar satu dengan lainnya. Untuk itulah, di era yang digembor-gemborkan dengan kurikulum merdeka, guru harus melakukan beberapa hal berikut ini, meskipun cukup sulit terlepas dari budaya mengajar yang sebelumnya.
- Iklan -
Hindari Teacher Centered. Kurikulum merdeka didesain agar apa yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Anak tidak bisa dipaksa harus bisa sampai di materi ini dengan berbagai tuntutan lain. Jaman sudah berbeda. Anak tidak bisa dipaksa seperti beberapa dekade yang lalu. Dengan itu, kini guru bukan pusat dalam pembelajaran. Guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan anak ketika mengalami kendala. Tidak langsung menyampaikan dengan bahasa yang tidak diubah selama bertahun-tahun berikut dengan formatnya. Guru berperan sebagai pendamping anak selama pembelajaran. Membantu seperlunya dan tidak dianjurkan untuk menjelaskan sedetail-detailnya. Hal ini dapat mengurangi kemampuan anak dalam mencari dan memecahkan masalah. Guru berhak memberi penjelasan sebagai pelengkap di akhir pembelajaran. Guru memvalidasi apa yang anak dapatkan selama pembelajaran dan meluruskan ketika ada sesuatu yang belum tepat.
Bersenanglah, jangan jadikan beban. Tuntutan guru untuk memandu anak dalam belajar tidaklah perlu dijadikan beban. Bersenanglah sebab dengan itu, guru tidak perlu terlalu mengeluarkan energy untuk memberikan informasi kepada seisi kelas. Guru cukup memberikan intruksi awal dan membantu di tengah pembelajaran. Jadi seperlunya saja. Tidak disampaikan secara langsung seluruh materi. Guru harus memberi ruang kepada anak untuk mengisi dengan kreatifitas dan buah pikirannya sendiri. Jadi, bersenanglah. Meskipun hasilnya tidak selalu yang diinginkan guru, namun semua butuh proses bukan. Anak bukanlah individu yang sempurna. Jadi bersenanglah mendampingi anak-anak agar anak juga merasa senang. Stop jadikan anak-anak sebagai beban. Tugas guru sudah sangat mulia, jangan rusak dengan menjadikannya beban.
Membuat tujuan pembelajaran sesuai kondisi lapangan. Tujuan pendidikan memang diserempakkan dari pusat. Namun dalam kondisi tertentu, arahan dari pusat tidak sepenuhnya harus baku. Bisa diluweskan sesuai kebutuhan dan kondisi anak. Guru semestinya belajar memahami dan mempelajari kondisi yang dibutuhkan anak agar tepat sasaran. Rasanya senang ketika apa yang dilakukan oleh pendidikan tepat sasaran dan berguna secara langsung oleh anak. Itulah kenapa tujuan pendidikan tidak dipatenkan oleh pusat, namun menyesuaikan kondisi lingkungan dan sosial tempat sekolah itu berada. Jadi, tujuan tiap daerah bisa saja tidak sama, namun masih linear dengan apa yang diberikan oleh pusat.
Gunakan media yang terfokus pada anak. Kurikulum yang digunakan kini terpusat pada anak. Sebagai fasilitator yang baik, guru mesti bisa membuat media yang pas untuk anak. Yang mana media tersebut membuat anak berperan aktif dan bisa berinteraksi secara langsung. Bukan hanya sekadar informasi. Di sinilah kreatifitas guru diuji. Dengan inovasi dan pengalaman mengajar, media yang dipilih mestinya terfokus pada anak, bukan lagi guru. Sehingga anak bisa merasakan, menyentuh, mendengar atau menggunakan indra lainnya untuk belajar secara lebih nyata.
Ya, menjadi guru memang tidak ada habisnya untuk belajar. Perubahan dari satu sisi saja bisa menjadikan pola pendidikan bergeser. Maka dari itu, guru mesti cepat dan tanggap dalam menganalisis perubahan dan feedback yang dapat diberikan dalam pembelajaran. Selain itu, guru juga belajar untuk terus beradaptasi dengan sistem regulasi yang sedang dicanangkan oleh pemerintah. Di samping itu semua, enjoy dalam menjalankan peran sebagai guru juga tidak boleh terlewat agar perasaan senang itu bisa tertular pada anak.
– Irna Maifatur Rohmah, pendidikan UIN Prof KH Saifuddin Zuhri Purwokerto, Pondok Pesantren Nurul Iman Pasir Wetan Banyumas