Oleh Irna Maifatur Rohmah
Memiliki seorang anak memang hal yang menyenangkan. Apalagi jika anak memiliki keterampilan atau bakat sedari dini. Bunda pasti akan sangat senang melihatnya dari bawah panggung. Bahkan ada yang sampai menitikkan air mata ketika anaknya naik ke panggung. Di usia yang masih belia, berani maju di hadapan orang menjadi salah satu indikator tingkat kepercayadirian anak. Kepercayadirian dimaknai secara dhohirnya saja. Percaya diri yang diartikan berani untuk maju di depan orang banyak.
Percaya diri adalah kemampuan dalam menyakinkan diri pada kemampuan yang kita miliki atau kemampuan untuk mengembangkan penilaian positif baik untuk diri sendiri ataupun lingkungan sekitar. Dari pengertian tersebut, percaya diri tidak ada dijabarkan dengan keberanian untuk maju ke depan. Tapi lebih ke meyakinkan diri pada kemampuan yang dimiliki. Toh belum tentu juga ketika sudah maju ke depan hasilnya sesuai dengan harapan. Alih-alih grogi dan tantrum, itu bukan percaya diri bukan?
Lalu apa si yang menyebabkan anak percaya diri? Mari kita simak berikut ini bund!
- Iklan -
Tidak membentak anak. Sikap anak-anak yang masih belum mengetahui batas bahaya kadang membuat orang tua gemas. Tujuannya baik, untuk memberi pemahaman pada anak terkait hal yang membahayakan. Namun, apakah itu yang ditangkap oleh anak? Tentu bukan, bund. Psikis anak akan terganggu oleh bentakan-bentakan apalagi terus menerus. Ibarat psikis anak adalah air dalam botol, setiap kali dibentak akan muncrat keluar dan perlahan menjadi kosong. Padahal ember itu harus terisi penuh agar tidak mudah goyah. Dengan tanpa isi, botol tersebut akan mudah sekali roboh dan terjatuh bahkan sebab tiupan angin yang tidak besar. Seperti itulah kiranya bund. Jika anak dibentak kondisi psikisnya yang akan terganggu. Untuk menciptakan rasa percaya diri harus kokoh dan tidak mudah roboh. Dengan kata lain botol itu harus terisi air dengan penuh. Bagaimana ketika anak mendapat bentakan akan menjadi anak yang percaya diri. Dalam psikisnya saja kosong.
Tidak memaksa anak. Kita perlu mengingat kembali, anak bukanlah orang dewasa dalam versi lite. Tapi ya memang masih anak-anak. Belum dewasa yang harus diperlakukan sebagai anak-anak. Anak harus diberi ruang untuk eksplore hal di sekitarnya. Namun jangan sampai memaksa anak tersebut. Anak secara naluriah anak akan mencoba apa saja yang ada di sekitarnya. Namun semua tidak langsung begitu saja. Perlu pengenalan dan adaptasi terlebih dahulu. Orang dewasa saja perlu adaptasi ketika berada di tempat baru. Perlu proses dan merasa aman terlebih dahulu baru anak mau mencobanya. Sikap kita sebagai orang tua yakni memberikan rasa aman terhadap anak di kondisi apapun agar anak mau mencoba dan terus mengeksplore apa yang mereka inginkan.
Penuhilah kasih sayang anak. Dalam diri anak, kasih sayang masih sangat dibutuhkan terutama dari orang tua. Bagaimanapun kondisinya, anak pasti selalu menginginkan kasih sayang orang tua. Mengisi tangki kasih sayang kepada anak juga bisa menumbuhkan rasa percaya diri anak. Dengan terpenuhinya rasa kasih sayang, anak tidak lagi mencarinya di luar. Sebab sudah terpenuhi di rumah. Dengan itu, anak bisa percaya dengan dirinya sendiri.
Berikan dorongan dan rasa percaya pada anak. Kembali lagi, anak sedang berada di fase pertumbuhan dan perkembangan yang sangat membutuhkan sosok teladan. Sebagai orang tua, menjadi teladan tidak hanya sebagai figure yang dicontoh. Namun anak juga membutuhkan peran dan aksi orang tua sebagai super hero yang nyata bagi keberlangsungan hidup anak. Anak tidak selamanya berada di lingkungan rumah dan berkembang di satu lingkungan saja. Tetapi perlu melihat dan merasakan lingkungan yang berbeda. Oleh sebab itu, anak sepantasnya mendapat dorongan dari orang tua untuk mengobservasi dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru tersebut. Dengan dorongan, anak menjadi tervalidasi bahwa dirinya sudah dan harus percaya dengan dirinya.
Rasa percaya diri anak tidak serta merta dilihat dari keberanian tampil di depan. Namun banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi rasa tersebut. Terlebih dari orang terdekatnya, orang tua. Bagaimana bisa timbul rasa percaya diri jika dalam psikis anak tersebut kosong sebab bentakan, makian, dan bentuk perundungan kecil lainnya. Yang ada anak semakin minder dan tidak percaya pada diri sendiri.
-Irna Maifatur Rohmah, pendidikan UIN Prof KH Saifuddin Zuhri Purwokerto, Pondok Pesantren Nurul Iman Pasir Wetan, Karanglewas, Banyumas