Oleh: Suwanto
Sebagaimana dilansir jalandamai.org (23/8/2023) bahwa masyarakat Indonesia kembali dihebohkan dengan penangkapan tersangka teroris dengan latar belakang karyawan PT KAI sebagai salah satu pegawai BUMN. Tersangka teroris berinisial DE (28), menurut keterangan dari Densus 88, sebelum masuk ke BUMN tersebut, telah berbaiat ke ISIS yang tergabung dengan Mujahidin Indonsia Barat (MIB). Bahkan, dari hasil penggeledahan ditemukan belasan pucuk senjata dan amunisi.
Kasus ini seolah mengingatkan kita kembali untuk selalu waspada dan berhati-hati. Doktrin dari terorisme bisa menjangkit siapa saja, tanpa pandang bulu baik rakyat ataupun pejabat. Dan perlu dipahami bahwa penyebaran doktrin terorisme di tubuh lembaga pemerintahan terjadi bukan di ruang vakum. Namun, itu terjadi melalui sistem yang terencana oleh para pengasong ideologi terorisme.
Terorisme merupakan kejahatan yang luar biasa yang dapat menimbulkan kesesatan dalam berideologi. Bahkan, dalam skala masif akan memicu terorisme yang brutal bisa merenggut korban baik jiwa, kesehatan, kerugian harta benda yang besar serta menimbulkan ketakutan/ancaman psikologis yang luas di masyarakat dan kejahatan yang luar biasa ini secara sadar dilakukan oleh orang atau sekelompok orang yang menyasar kepada masyarakat.
- Iklan -
Oleh karenanya, terorisme dikategorikan sebagai sebuah bencana sosial. Bencana yang tak hanya mengancam atau merugikan segelintir orang, tetapi juga berdampak buruk pada masyarakat luas.
Artinya, dalam pandangan ideologi jelas-jelas terorisme ini sangat bertentangan dengan ideologi Pancasila. Sementara dalam pandangan agama, terorisme merupakan bentuk penyelewengan terhadap ajaran agama. Mereka tak segan-segan memanipulasi ayat-ayat jihad menurut perspektifnya sendiri yang amat sesat. Apalagi jikalau terorisme dilakukan oleh lembaga pemerintahan, yang notabene sedari awal disumpah untuk mengabdikan kepada NKRI, tentu ini bisa jadi musuh dalam selimut yang harus kita berantas sampai tuntas.
Melihat begitu berbahayanya terorisme di tubuh lembaga pemerintahan ini, maka dari itu idealnya terorisme agar dapat ditanggulangi secara efektif dan efisien perlu melibatkan multipihak yang setidaknya terdiri dari unsur pemerintah termasuk lembaga pemerintahan, swasta, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok peneliti/akademisi.
Mendasari atas hal tersebut maka direkomendasikan agar unsur-unsur para pihak di atas lebih meningkatkan perannya dalam upaya penanggulangan terorisme dan terorisme termasuk di lembaga pemerintahan. Sinergi ini harus kita terus kita upayakan guna membabat terorisme serta memotong mata rantai penyebarannya.
Kolaborasi multipihak ini penting, mengingat selama ini penanganan terorisme pada umumnya selalu dikaitkan dengan peran lembaga keamanan dan hukum suatu negara seperti kepolisian, militer, pengadilan, dan penjara. Namun demikian dalam beberapa dekade terakhir masyarakat internasional semakin menyadari bahwa terorisme merupakan permasalahan yang kompleks dan membutuhkan pendekatan multidimensi untuk memahami, mencegah, dan menanganinya melalui pelibatan berbagai bidang dan disiplin ilmu termasuk bidang agama, komunikasi dan media massa, humaniora, dan ilmu sosial.
BNPT sebagai leading sector sekaligus institusi negara yang bertugas untuk membabat terorisme tentu perlu juga dukungan, kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak eksternal seperti institusi lain, masyarakat, swasta, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok media massa. Dengan pelibatan berbagai pihak baik internal lembaga pemerintahan maupun eksternal tersebut diharapkan agar hasil kinerja lebih optimal. Pendekatan partisipatif yang demikian tersebut dalam manajemen penanggulangan terorisme di lembaga pemerintahan.
Dalam pelaksanaannya BNPT menggandeng berkolaborasi dengan aparat keamanan TNI dan Polisi, lembaga pemerintahan mulai dari Pemerintah Daerah hingga Pusat, Kemenag, Kominfo sebagai unsur pemerintah; pelajar, mahasiswa, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, berbagai lembaga yayasan, dan Komunitas Relawan Bencana sebagai unsur masyarakat; perusahaan vendor seluler, perusahaan teknologi komunikasi sebagai unsur swasta, segenap media massa sebagai unsur media, serta unsur peneliti dan akademisi.
Semua unsur tersebut sangat mendukung kesuksesan pendekatan partisipasi multipihak dalam pemberantasan terorisme di lembaga pemerintahan. Dengan melibatkan berbagai pihak tersebut diharapkan terorisme di lembaga pemerintahan dapat kita berantas sampai tuntas ke akar-akarnya.