Oleh Kurnia Laili Khamida
Maraknya fenomena mandi lumpur oleh beberapa oknum di beranda TikTok, memancing perhatian masyarakat maya. Beraneka ragam respon yang hadir menuai kritik, saran, kekhawatiran dan iba dalam sanubari. Pasalnya pelaku rela berjam-jam merendam dirinya dalam lumpur atau dalam bak air demi mengadang-adang welas asih dengan gift yang bisa ditukarkan dengan uang. Hal ini dianggap sebagai mobilitas pada revolusi dalam teknik mengemis. Mengingat nilai tukar gift dalam Tik Tok yang terbilang bombastis, mulai dari receh hingga jutaan rupiah.
Fitur reward dalam platfoorm ini memungkinkan para penonton memberikan apresiasi bagi pencipta konten. Fitur ini nantinya akan menjadi saldo bagi pemilik konten yang selanjutnya dapat di tukar dengan uang. Fenomena “pengemis online” memanfaatkan fitur ini untuk mendapatkan puing-puing rupiah. Diantaranya ada yang rela live streaming berendam dini hari di sungai untuk memancing rasa iba penonton. Mayoritas pelaku adalah prempuan paruh baya hingga lansia. Entah dorongan dari kondisi ekonomi atau paksaan pihak lain, hal ini masih dalam penyelidikan. Banyak warganet yang menduga mereka adalah suruhan dari anak atau bahkan cucunnya.
Revolusi teknik mengemis ini mendapatkan berbagai respon dari warga net. Diantara mereka akan merasa iba dan memberikan gift sesuai keadaan hati. Sebagian yang lain akan banyak berkomentar supaya orang-orang berhenti memberinya gift, sebab mereka paham bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan yang membahayakan oknum yang tengah berendam. Mengingat kondisi usia pelaku pengemis online yang tak jarang adalah lansia, mereka berendam hingga kedinginan, pucat pada jemari dan badan yang mengigil. Hal ini menjadi sorotan publik, bahkan seorang pengusaha ternama asal Semarang John Lbf juga menyorotinya, dia bahkan menawari pemilik akun berinisil S dengan pekerjaan di perusahaannya agar S berhenti menyuruh neneknya mandi lumpur. Namun, respon dari sang pemilik akun tidak sesuai ekspentasi. Pria asal Lombok ini menolak dan meminta uang 200 juta pada John Lbf guna modal usaha. Padahal dilansir dari postingan S di Facebook dia beberapa kali memamerkan hasil cuan yang didapat dari saweran Tik Tok. Pencapaiannya menjadi sorotan dan membuat iri beberapa warga kantoran di Twitter. Pasalnya S mampu membeli barang-barang mewah seperti dua motor sport secara cash. Merasa kesal, akhirnya John lbf mengancam akan mempolisikan S jika dia kembali membuat konten secara tidak manusiawi lagi.
- Iklan -
Tak berhenti pada John Lbf, Mentri Sosial Rismapun juga menyoroti Fenomena “Ngemis Online”. Beliau berupaya menertibkan “Pengemis Online” dan akan mengirim surat pada Pemda. Staf Khusus Kementrian Sosial Republik Indonesia menyatakan bahwa Fenomena “ngemis online” juga menjadi ranah Kominfo. Mereka masih mengamati aksi tersebut dan dalam tahap telaah undang-undang sebagai landasan dasar mereka dapat melapor pada kepolisian. Jika nantinya berdasarkan UU ITE, maka kominfo akan meminta platfoorm Tik Tok untuk men-takedown-nya. Hingga pada 16 Januari kemarin MenSos mengirim surat edaran pada PemDa. Dari surat edaran nomor 2 Tahun 2023 tentang Penertiban Kegiatan Eksploitasi dan / atau Kegiatan Mengemis yang Memanfaatkan Lanjut Usia, Anak, Penyandang Disabilitas dan /atau Kelompok Rentan Lainnya, beliau menghimbau Gubernur, Bupati/ wali kota untuk mencegah adanya pengemis baik secara luring ataupun daring yang melibatkan beberapa kelompok diatas.
Beberapa landasan teori tentang larangan “Ngemis Online” ialah berdasarkan UU no 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, di paparkan dalam Pasal 40 ayat (2) bahwasanya “Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dilanjutkan pada Pasal 45 ayat (1) “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Fenomena mandi lumpur dapat digolongkan pada penyalahgunaan ITE guna implementasi teknik mengemis modern. Selain itu, fenomena mengemis online juga dapat dinilai sebagai pelangaran kesusilaan sebab konten tersebut diatas merupakan konten yang kurang manusiawi dan tersorot sebagai kegiatan ekploitasi lansia. Sayangnya, belum ada UU khusus mengenai eksploitasi lansia. Sebab mayoritas eksploitasi yang di bahas dalam UU adalah ekploitasi anak. Seperti yang terdapat pada UU nomor 35 tahun 2014 perubahan atas UU nomor 25 tahun 2002 tentang perlindungan anak. UU ini membahas mengenai larangan bagi semua pihak termasuk orang tua untuk melakukan eksploitasi pada anak baik eksploitasi anak maupun eksploitasi seksual.
Menginggat beberapa waktu yang lalu konteks mengemis masih dengan melakukan eksploitasi anak. Dengan memanfaatkan anak-anak gelandangan dan terlantar untuk menghasilkan puing-puing rupiah. Hal ini menyadarkan kehidupan berbangsa kita mengenai implementasi UUD yang belum sepenuhnya terealisasi. Menginggat isi pasal 34 UUD 1945 ayat (1) yang mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Membutuhkan berbagai upaya dalam menertibkan kembali adanya gelandangan yang marak di berbagai perempatan besar kota.
Selanjutnya kita kembali di ingatkan pada ayat (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Realita dari pemerataan jaminan sosial perlu kembali ditingkatkan. Problematika mengenai kemiskinan merupakan “tulang pungung” dari tujuan pembangunan berkelanjutan yang ditargetkan akan selesai pada 2030 nantinya. Menghitung target momentum SGDs yang deadlinenya sudah mulai mendekat, perlu adanya komitmen dan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat setempat guna menyelesaikan permasalahan tersebut.
-Mahasiswa Fakultas Syariah Hukum dan Ekonomi Islam Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung