Oleh: Fathorrozi
Judul Buku : Dan ‘Arsy pun Berguncang!
Penulis : Ahmad Husain Fahasbu
Penerbit : DIVA Press
Cetakan : I, Oktober 2022
Tebal : 230 halaman
ISBN : 978-623-293-727-7
Buku yang ditulis oleh Ahmad Husain Fahasbu ini benar-benar memuat kisah para sahabat Nabi yang menyentuh hati. Dengan membacanya, alam bawah sadar kita dibawa mundur beberapa abad yang lalu sehingga merasa berada di tengah-tengah mereka dan turut menyaksikan kisah hidup mereka.
Membaca kisah para tokoh, –terlebih orang-orang terdekat Nabi Saw., sangatlah penting. Bahkan Ibnu al-Jauzi mengatakan dalam Shayd al-Khathir bahwa seyogianya kita memberi perhatian yang tinggi terhadap kisah perjalanan para salaf (tokoh terdahulu), menelaah karya-karya dan kisah-kisah mereka, serta memperbanyak mempelajari kitab-kitab mereka untuk menyaksikan kisah hidup mereka.
- Iklan -
Banyak sekali buku yang memuat tema kisah sahabat Nabi, tetapi buku berjudul Dan ‘Arsy pun Berguncang! ini tetap memiliki kelebihan secara khusus. Buku ini dirangkai dengan bahasa yang menjaga keakraban antara penulis dengan sidang pembaca sehingga membawa kesan tidak kaku.
Terdapat 36 kisah sahabat yang termuat dalam buku dengan tebal 230 halaman ini. Kisah Sa’ad bin Mu’adz yang menjadi judul buku ini sangat menyentuh. Sa’ad bin Mu’adz terlibat dalam beberapa peperangan, seperti perang Badar, perang Uhud, dan perang Khandaq. Saat perang Uhud, ketika umat Islam terdesak, ia berada di posisi paling depan menjaga dan melindungi Nabi Saw. Pada perang Khandaq, ia tertimpa panah dari Hubban bin al-Arafah. Dari kejadian itu, sekitar satu bulan kemudian, Sa’ad bin Mu’adz wafat karena lukanya yang sangat parah.
Setelah wafat, orang-orang yang menggotong jenazah Sa’ad kaget, sebab jenazahnya tidak berat, bahkan ringan sekali. Padahal postur tubuh Sa’ad tinggi dan besar. Melihat fenomena itu, Nabi Saw mengomentari bahwa para malaikat ikut menggotong jenazah sahabat Sa’ad. Kepada ibu Sa’ad yang sangat sedih karena ditinggal anaknya itu, Nabi bersabda, “Tidaklah berhenti linangan air matamu dan hilang rasa sedihmu. Bukankah anakmu adalah orang yang membuat Allah tersenyum bahagia dan ‘arsy berguncang sebab kematiannya.” (hlm. 118). Sungguh keteladanan yang luar biasa. Di benaknya, yang teringat hanya berjuang di jalan Allah dan pahala yang begitu besar dari-Nya.
Sementara kisah Hanzhalah bin Abi Amir beda lagi. Hanzhalah adalah putra seorang pendeta pada zaman jahiliah. Hanzhalah merupakan seorang muslim yang ikut berperang dalam perang Uhud dan gugur menjadi syahid. Konon, Hanzhalah nyaris berhasil membunuh Abu Sufyan bin Harb saat sudah dalam posisi lemah di depannya. Namun, seketika Syaddad bin al-Aswad datang dan memukul Hanzhalah dengan pedang dari arah belakang sehingga Hanzhalah gugur sebagai syahid.
Hanzhalah yang gugur saat perang Uhud itu menurut Nabi Saw jenazahnya dimandikan oleh malaikat, sebagaimana terekam dalam kitab al-Mustadrak ala ash-Shahihain Nabi bersabda, “Sesungguhnya sahabatmu (Hanzhalah) dimandikan oleh malaikat.” Kemudian para sahabat bertanya kepada istri Hanzhalah. Istri Hanzhalah berkata bahwa ia (Hanzhalah) segera meninggalkan rumah ketika mendengar seruan perang Uhud sekalipun ia dalam keadaan junub. Nabi Saw kemudian bersabda lagi, “Karena itu, ia dimandikan oleh para malaikat.” (hlm. 182).
Selain kisah di atas, buku ini juga mengungkap kisah Abu Tsa’labah al-Khusani, seorang sahabat yang wafat saat sujud. Abu Tsa’labah merupakan sosok sahabat Nabi yang agung, bertakwa, cerdas dan ahli ibadah. Ia juga adalah sahabat yang selalu mengajak ke jalan Allah, pemberani, berbudi luhur, dan berkarakter baik.
Abu Tsa’labah adalah sahabat yang ahli dalam ibadah. Menurut Abu Nuaim, setiap malam, Abu Tsa’labah keluar dari kediamannya dan memandang langit. Kemudian ia merenung mengenai kebesaran Allah. Setelah itu, ia kembali ke kediamannya untuk bersujud kepada Allah.
Mengenai kewafatannya, salah satu murid Abu Tsa’labah bernama Abu Zahiriyah bersaksi. Menurutnya, ia pernah mendengar Abu Tsa’labah berkata, “Aku tak ingin mati sebagaimana kalian mati.” Maka, benar saja, Abu Tsa’labah wafat dalam keadaan sujud. (hlm. 162).
Dan masih sangat banyak kisah sahabat lain yang menggugah dan membangkitkan semangat dalam berjuang di jalan Allah. Semoga kita tercerahkan, mendapatkan tetesan berkah para sahabat, syuhada, serta terus tiada bosan mengajak menuju kebaikan demi meraih ridha Allah dan keselamatan dunia-akhirat.***
*) Fathorrozi, alumnus Magister Manajemen Pendidikan Islam UINKHAS Jember, tinggal di Ledokombo Jember.