Oleh Isna Nur Isnaini
“Bunda, tadi aku di bully sama temanku, pas makan siang di sekolah” Ucap Senna, anak berusia 8 tahun itu pada ibunya ketika baru saja pulang dari sekolah.”
“Di bully? Siapa yang bully adik? Apa katanya?” Bu Rita, ibunya, langsung menanggapi. Sebagai ibu, meski terlihat tenang dan sabar, sebenarnya dari intonasi bicara terlihat menahan perasaan tidak suka dan amarah karena ada yang membully anaknya.
“Katanya aku kalau makan sedikit, pantas kurus kering. Aku tidak suka. Aku udah kenyang. Makanya hanya makan dikit.” Anak yang sekolah full day itu kembali menjelaskan.
- Iklan -
Sang ibu nampak berusaha tersenyum. Namun di hatinya merasa tidak terima. Sebentar kemudian, sang ibu menarik napas yang terlihat berat. Kali ini bukan hanya rasa kesal yang disebabkan bully yang terjadi pada anaknya. Namun Bu Rita, justru merasa tertohok dengan ucapan Senna. Beliau merasa cukup sering mengatakan sesuatu yang membuat anaknya merasa tidak terima tanpa disadarinya.
Seperti tadi pagi, ketika Senna terlambat bangun 10 menit dari biasanya, Bu Rita sudah teriak-teriak mengatakan bahwa anak bungsunya itu malas. Sedangkan tadi malam, karena ada saudara yang datang bertamu, sang ibu terlambat mengajak Senna untuk segera tidur.
**
Ayah Bunda, kata-kata yang tidak mengenakkan hati bagi anak, tanpa disadari mungkin sering kita ucapkan. Namun karena sudah terbiasa atau merasa sebagai orang tua yang mempunyai hak penuh pada anak, seolah membenarkannya.
Sadarkah bahwa sebagai orang yang paling sering berinteraksi, kita mempunyai potensi besar sebagai pem-bully bagi buah hati? Tentu hal ini seharusnya tidak boleh terjadi. Dari kita, anak-anak belajar banyak hal. Namun karena sikap superior yang dimiliki atau bermaksud mengajari anak, justru kita membuatnya tidak nyaman dan tidak suka.
Dampak bully pada anak-anak
Sikap dan keinginan orang tua untuk menjadikan anaknya yang terbaik secara berlebihan seringkali menjadikan anak merasa kurang nyaman. Ayah Bunda yang menjadi orang terdekat, tanpa disadari bisa saja sering melakukannya. Seharusnya anak merasa bahwa orang tua yang selalu disampingnya merupakan tempat ternyaman dan aman untuknya. Namun tidak sedikit anak yang tidak bisa merasakan hal itu,.
Jika tidak segera menyadarinya dan mengubah cara berkomunikasi, anak bisa mengalami dampak yang bisa mengganggu tumbuh kembangnya. Bahkan efek buruk dari bullying yang diterima, bisa terasa sampai si anak tumbuh besar.
Kesibukan dan keinginan untuk menjadikan anaknya yang terbaik bukan merupakan pembenaran terhadap sikap orang tua yang menyebabkan anak terintimidasi. Anak-anak adalah pribadi kecil yang mempunyai perasaan. Namun karena sikap superior yang kita tunjukkan, menjadikannya tidak punya kesempatan untuk membela diri.
Sejenak, kita bisa merenung dan intropeksi diri. Perkataan atau perbuatan apa yang kita lakukan terhadap anak hari ini dan kemarin yang membuatnya tidak suka. Sebelum terlambat, mari ubah pola komunikasi tersebut dengan sikap atau cara yang jauh lebih menyenangkan untuk anak-anak.
Anak-anak korban bully yang tidak sengaja dilakukan oleh orang tuanya, bisa menunjukan banyak sikap negatif, sekarang maupun sampai dewasa nanti. Ini yang harus kita upayakan agar jangan sampai terjadi. Anak yang mengalami bully di dalam keluarga bisa mempunyai dampak negatif seperti:
Perasaan kecewa
Si kecil adalah duplikat orang dewasa yang mempunyai perasaan dan keinginan. Meski belum mampu mengungkapkan, mereka bisa merasakan kecewa. Dampak perasaan ini sama dengan yang terjadi pada orang dewasa. Anak-anak dapat mengalami gangguan konsentrasi, amarah dan menimbulkan kebencian.
Cara mengolah emosi yang salah dapat berakibat menurunnya prestasi akademik sampai melampiaskan dengan cara salah. Jika kita melihat anak-anak yang sering berbuat kasar pada teman, bisa jadi karena merupakan cara untuk mengekspresikan rasa kecewanya.
Tidak mau dekat lagi
Nah, ini bisa menyebabkan bunda menjadi sedih. Karena merasa kecewa kepada orang tua, si kecil bisa jadi tidak mau dekat lagi. Sedangkan orang tua seharusnya menjadi sosok yang dekat, mengasuh, membimbing dan menjadi panutan bagi anak-anak. Kembali mendapatkan perhatian anak tidak mudah. Bisa jadi sikap jengkel tersebut akan berkepanjangan sampai mereka dewasa.
Rendah diri
Rasa percaya diri merupakan modal bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Anak yang mempunyai percaya diri tinggi bisa menunjukkan kemampuannya tanpa ragu. Banyak prestasi yang bisa ditorehkan dari rasa percaya diri yang terarah.
Sebaliknya, sikap rendah diri menjadikan buah hati akan menarik diri dari lingkungan dan pertemanan. Mereka tidak akan bisa mengeksplor potensi dan berkompetisi untuk mendapatkan prestasi. Karena rasa rendah diri, akhirnya anak-anak tidak bisa mandiri dan kurang bisa berprestasi.
Cemas
Anak yang sering mendapat perlakuan bully baik di rumah maupun lingkungan sekolah anak mudah merasa cemas. Hal kecil yang terjadi bisa memicu perasaan khawatir berlebihan sehingga bisa mengganggu mentalnya. Karena rasa panik yang tidak terkontrol dapat mengganggu konsentrasinya sehingga berpengaruh buruk dalam berbagai hal.
Merasa tidak aman
Dampak bullying berikutnya adalah anak akan merasa tidak aman. Ini bisa menyebabkan susah berinteraksi dengan lingkungan dan tidak mudah menjalin komunikasi dengan orang baru. Sikap tertutup ini bisa berdampak buruk dalam kehidupannya sampai dewasa jika tidak tertangani dengan baik.
Mengganggu kesehatan
Rasa cemas berlebihan dan merasa tidak aman bisa mengganggu kesehatan fisik dan mental buah hati. Anak menjadi susah makan, kurang tidur dan gelisah. Dalam jangka panjang bisa menyebabkan tubuh dan psikis drop sehingga mudah terserang penyakit.
Menurunkan kemampuan akademik
Berikutnya, dampak dari bullying yang dialami anak adalah bisa mengalami penurunan kemampuan dan prestasi akademik. Rasa takut, khawatir, cemas dan panik yang bisa muncul kapan saja menjadikan anak susah untuk berkonsentrasi. Resikonya, tidak bisa menangkap pelajaran sehingga secara akademik mengalami penurunan.
Dampak bullying sangat besar dan dapat berefek panjang. Sebagai orang tua tugas kita adalah memastikan anak-anak berada di lingkungan yang nyaman dan tepat. Jangan sampai justru kita sebagai orang tua menjadi sumber rasa tidak aman tersebut.
Berbicara dan berdiskusi dengan buah hati merupakan salah satu cara membangun komunikasi yang baik antar orang tua dan anak. Anak akan lebih terbuka dan bisa menyampaikan perasaan dan pikirannya.
Orang tua juga bisa introspreksi diri, apakah ada tindakan yang secara tidak langsung membuat anak merasa tidak nyaman. Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak bukan hanya akan membentengi dari dampak buruk lingkungan, tetapi juga bisa mencegah agar lebih berhati-hati dan tidak melakukan bullying pada anak.
Bagaimana orang tua harus bersikap?
Sebagai orang yang paling dekat dengan anak, seharusnya kita merupakan tempat ternyaman untuk mengadu dan bercerita. Jika ayah atau bunda menjadi momok bagi anak-anak karena sering mengecewakan tanpa disadari, anak akan mencari figur di luar rumah. Ini bisa berbahaya dan mengganggu psikologisnya.
Orang dewasa yang mengalami inner child atau luka batin ketika kecil akan membawanya dan melampiaskan. Hal ini menjadikan masalah ini menjadi mata rantai yang susah terputus. Namun saat ini belum terlambat bagi bunda untuk menyadari dan mengambil sikap terbaik.
Penyebab orang tua marah kepada anak seringkali karena emosi yang tidak stabil. Beban pekerjaan rumah, mencari uang bagi yang bekerja dan kondisi pribadi, seperti kelelahan dan hormonal bisa memicu sikap mudah marah. Karena anak yang lebih sering berada di dekatnya, secara tidak langsung bisa menjadi pelampiasan.
Untuk mengatasinya diperlukan keinginan pribadi dan dukungan pasangan. Namun yang lebih penting adalah keinginan untuk bisa mengendalikan diri. Mengalihkan dan menyalurkan emosi dengan cara yang benar sangat penting.
Lebih mendekatkan diri pada ajaran agama dan berkomunitas yang positif bisa menjadi kegiatan untuk mengantisipasi hal ini. Anak-anak adalah cerminan diri kita. Dari mereka kita belajar berbagai hal termasuk bersabar. Sebagian anak merupakan ujian dan cobaan yang Allah kirim untuk menguji dan menaikkan kadar keimanan kita.
-Isna Nur Isnaini, Isna begitu ibu dua anak ini dipanggil adalah mantan bankir yang saat ini menjadi content writer. Tulisannya sudah terbit di berbagai media online dengan berbagai tema, mulai dari parenting, tips, kesehatan dan lainnya. Wanita lulusan Universitas Negeri Sebelas Maret ini tinggal di Kalioso, Karanganyar, Jawa Tengah. Isna bisa dihubungi di FB: Isna Nur Isnaini dan Instagram: Isna_Nurisnaini.