Oleh : Abdul Warits*
Judul : Adab di Atas Ilmu 2
Penulis : Imam Nawawi
Penerbit : Diva Press
Cetakan : Agustus, 2022
Tebal : 264 halaman
ISBN : 978-623-293-711-6
Etika merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh seseorang dalam berbagai bidang kehidupan walaupun keilmuan yang dimiliki telah berada di puncak kemapanan. Dasar tentang pentingnya etika (adab) ini juga ditegaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin yang menyatakan bahwa salah satu tujuan dari ilmu adalah berbuahnya akhlak dan ibadah dalam diri seorang. Maka, orang yang telah memiliki ilmu yang mapan penting untuk dibekali etika yang baik dalam mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-harinya.
Buku Adab di atas ilmu yang dikarang oleh Imam Nawawi ini berisi tentang bagaimana seseorang dalam belajar dan mengajarkan Al-Quran harus mengedepankan etika. Tujuan diuraikannya adab-adab ketika berinteraksi dengan Al-Quran agar memperoleh keberkahan Al-Quran sehingga proses belajar mengajar Al-Quran bisa terus membumi dan bernilai terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Tanpa etika yang baik, mustahil keberkahan ilmu dapat diraih.
- Iklan -
Buku ini berisi secara detail bagaimana dalam memperlakukan Al-Quran dan orang-orang yang mencintai Al-Quran dengan adab yang semestinya dilakukan. Di awal buku ini dijelaskan tentang beberapa keutamaan dalam membaca, mengahafal, dan keutamaan bagi orang yang membaca Al-Quran, memuliakan ahli Al-Quran hingga pada tatanan bagaimana etika dalam mengajar dan belajar Al-Quran, etika bagi penghafal Al-Quran, dan bagaimana etika orang yang berinteraksi dengan Al-Quran.
Salah satu etika yang dijelaskan oleh Imam Nawawi adalah seorang guru tidak boleh menolak mengajari murid yang niatnya masih belum benar sepenuhnya. Karena sejatinya, sebagaimana yang dikatakan oleh Sufyan As-tsauri, bahwa kesediaan murid untuk menuntut ilmu itu sudah merupakan niat yang baik (hal. 50). Imam Nawawi di dalam buku ini memberikan poin penting agar dalam proses belajar mengajar ada kolaborasi antara guru dengan murid dan tidak saling tumpang tindih antara keilmuan dan etika. Esensinya orang berilmu harus memiliki etika dan keilmuan juga perlu terhadap etika. Apalagi dalam proses belajar mengajar Al-Quran.
Memiliki semangat belajar merupakan salah satu kunci dalam proses pembelajaran. Imam Nawawi memberikan nasihat di dalam buku ini agar belajar dilakukan sebelum dirinya menjadi seorang pemimpin. Alasannya karena jika seseorang sudah menjadi pemimpin maka ia tidak akan sempat untuk belajar karena tingginya jabatan dan banyaknya kesibukan. Hal ini juga dijustifikasi oleh pendapat Imam Syafi’i bahwa hendaknya mempelajari ilmu secara mendalam sebelum menjadi pemimpin karena apabila sudah menjadi pemimpin, maka belajar ilmu secara mendalam nyaris tidak ada kesempatan lagi (hal. 60)
Di antara etika seorang penghafal Al-Quran adalah senantiasa berada dalam keadaan (berpenampilan) yang paling sempurna dan berperilaku dengan budi pekerti yang paling mulia. Seorang penghafal al-Quran harus selalu menghindari diri dari segala hal yang dilarang oleh Al-Quran sebagai bbentuk memuliakannya. Sikap-sikap bagi penghafal Al-Quran tentu sudah mayoritas diketahui oleh masyarakat bagaimana etika seorang penghafal Al-Quran seyogyanya benar-benar menjaga betul terhadap hafalan dan isi yang ada di dalam Al-Quran.
Selain itu, etika dalam mengambil upah dari mengajarkan Al-Quran juga menjadi penting diketahui oleh para pengajar Al-Quran. Di dalam buku ini dikatakan bahwa Imam Atha’, Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa mengambil upah dari aktivitas mengajar Al-Quran hukumnya dibolehkan, bahkan meskipun guru tersebut mensyaratkan dan memintanya sebagai upah dengan layak. Kebolehan perihal mengambil upah dari aktivitas mengajar Al-Quran ini berdasarkan kepada hadits-hadits yang shahih (hal. 66).
Ada beberapa kisah para ulama yang bisa dijadikan contoh dalam menghatamkan Al-Quran sehari semalam sebanyak satu kali. Di antaranya adalah sahabat Usman bin Affan, Tamim ad-Dari, Said Bin Jubair, Mujahid, Imam Syafi’i dan sahabat lainnya. Etika yang penting diketahui bagi seorang yang membaca Al-Quran adalah menghadirkan kesedihan dalam hati ketika membaca Al-Quran. Hal ini bisa dilakukan dengan membayangkan peringatan dan ancaman yang begitu keras serta janji-janji atau ikrar yang teguh. Karena menurut Imam Al-Ghazali menangis dalam membaca Al-Quran adalah sunnah.
Buku secara komprehensif menjelaskan dengan detail mulai dari keutamaan dalam membaca, berinteraksi, adab mengajar-belajar Al-Quran, adab membaca hingga penulisan Al-Quran dan cara memuliakannya. Membaca buku ini menjadi tahu etika dalam belajar, mengajar dan memuliakan Al-Quran dengan etika-etika yang baik.
Abdul Warits,
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam
Program Pascasarjana Studi Pendidikan Kepesantrenan,
Instika, Guluk-Guluk Sumenep Madura.