Oleh: Mohammad Sholihul Wafi, S.Pd.
Alumnus S-1 Pendidikan Matematika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Karakter merupakan perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat (Depdiknas, 2010). Sementara itu, orang yang perilakunya sesuai dengan norma-norma disebut insan berkarakter mulia.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, dan Ratna Megawangi (2004) sebagai pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun karakter mulia yang selayaknya diajarkan kepada siswa, yang kemudian disebut sebagai 9 pilar yaitu: 1) cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya; 2) tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; 3) kejujuran; 4) hormat dan santun; 5) kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama; 6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; 7) keadilan dan kepemimpinan; 8) baik dan rendah hati; dan 9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.
- Iklan -
Sejak 2500 tahun yang lalu, Socrates telah berkata bahwa tujuan yang paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi “good and smart”. Manusia yang terdidik seharusnya menjadi orang bijak, yaitu yang dapat menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang baik (beramal shaleh), dan dapat hidup secara bijak dalam seluruh aspek kehidupan berkelu-arga, bertetangga, bermasyarakat, dan bernegara. Oleh karenanya, sebuah sistem pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk manusia-manusia berkarakter yang sangat diperlukan dalam mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang terhormat.
Matematika
Matematika merupakan suatu ilmu yang membutuhkan pemikiran logis, rasional, kritis, jujur, efektif dan efisien. Karenanya, proses pembelajaran matematika tidak akan pernah terlepas dari pengembangan nilai-nilai karakter siswa. Pembelajaran matematika dapat dipandang sebagai suatu keadaan atau sifat atau bahkan nilai yang bersinergis dengan nilai-nilai karakter. Bahkan dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran matematika memiliki peran yang besar dalam mewujudkan karakter siswa.
Oleh karena itulah, pembelajaran matematika di sekolah tidak hanya dimaksudkan untuk membekali siswa agar menguasai matematika dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, namun lebih dari itu, pembelajaran matematika juga dimaksudkan untuk menata nalar siswa dan membentuk kepribadiannya yang sesuai dengan nilai-nilai karakter mulia. Pembelajaran matematika hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga tidak hanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan dalam ranah pengetahuan, tetapi juga untuk mencapai tujuan dalam ranah sikap dan keterampilan.
Pembelajaran matematika yang baik tidak hanya dimaksudkan untuk mencerdaskan siswa, tetapi juga dimaksudkan untuk menghasilkan siswa yang berkepribadian baik. Ironisnya, pembelajaran matematika yang dilakukan sebagian guru selama ini ternyata masih didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada dorongan untuk mengoptimalkan potensi diri siswa, mengembangkan penalaran maupun kreativitasnya.
Hal inilah yang kemudian menjadi kritik bagi para pengajar matematika di negeri ini. Pembelajaran matematika seharusnya mengubah citra dari pembelajaran hanya berkutat pada aspek pengetahuan (dalam KTSP 2006 dikenal dengan aspek kognitif), menjadi pembelajaran yang akan selalu menyeimbangkan antara aspek pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan sosial.
Untuk itu, proses pembelajaran matematika yang sebaiknya selalu dikembangkan oleh seorang guru adalah dengan mengajak siswa aktif mencari, menyelidiki, merumuskan, membuktikan, mengaplikasikan apa yang dipelajari. Artinya, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator. Guru menumbuhkan motivasi dalam diri siswa untuk mempelajari dan memahami matematika secara bermakna serta memberikan dorongan dan fasilitas untuk belajar mandiri maupun kelompok. Sehingga, siswa dapat belajar matematika lengkap dengan maknanya.
Dalam konteks ini, guru perlu memilih model pembelajaran yang sesuai bagi pembangunan karakter siswa. Sebab, disadari atau tidak, model-model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar dapat menjadi sarana untuk mengembangkan nilai-nilai karakter siswa. Melalui penggunaan model-model pembelajaranlah, seorang guru dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membantu dalam menyelesaikan masalah, membantu siswa melihat matematika sebagai studi terhadap pola-pola, termasuk aspek keindahan dan kreativitas, dan membantu siswa mengembangkan sikap-sikap percaya diri, mandiri, penasaran (curiosity), rasa ingin tahu, suka menolong, pemecah masalah, kerja keras, tertantang, dan apresiatif. Wallahu a’lam bis-hshawaab.