Oleh: Untung Wahyudi
Judul : Identitas Arab Itu Ilusi
Penulis : Musa Kazim Alhabsyi
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : Pertama, April 2022
Tebal : 224 Halaman
ISBN : 978-602-441-279-1
Selama ini, isu Arabisasi begitu santer di masyarakat. Tidak hanya dalam praktik berbahasa (dialek), tetapi juga pada cara berpakaian. Tidak sedikit orang-orang pribumi yang meniru cara berpakaian orang Arab karena kekaguman mereka pada sejumlah tokoh keturunan Arab.
Kekaguman terhadap para muwallad (peranakan) begitu kental, sehingga, bagi sebagian orang, identitas Arab kerap diidentikkan dengan nilai-nilai keimanan. Padahal, nilai keimanan dan ketaatan seseorang pada agama tidak sekadar diukur oleh pakaian yang dikenakan, tetapi lebih pada perilaku dan akhlak sehari-hari.
- Iklan -
Disadari atau tidak, fenomena kearab-araban yang marak di Indonesia belakangan ini menjadi pelatuk sentimen rasial dan konflik politik. Hal ini tentu bisa merusak kesatuan bangsa sehingga ada pengotak-kotakan antara yang pro-Arab dan tidak. Bahkan, sejak sejumlah tokoh muwallad Arab terjun ke dunia politik praktis, banyak orang yang mengklaim bahwa pandangan politik mereka yang paling benar dan baik untuk diikuti. Sedangkan yang berbeda pendapat atau pandangan dianggap “anti-Islam”.
Buku Identitas Arab Itu Ilusi yang ditulis Musa Kazhim Alhabsyi, seorang Alawi Hadhrami—sekarang lebih akrab disebut Habib—berusaha meluruskan polemik yang berkembang di masyarakat. Buku ini sekaligus menjadi kritik terhadap banyak orang yang selama ini terlalu mengagungkan para keturunan Arab. Bahkan, mereka yang turut mengikuti tren cara berpakaian orang-orang Arab.
Dalam pengantar buku ini, penulis menjelaskan bahwa kehadiran buku Identitas Arab Itu Ilusi merupakan upaya menampung luapan perasaan dan pengalaman penulis. Ia tidak ditulis dengan pretensi akademis yang muluk-muluk. Isinya lebih merupakan perasan perenungan kritis yang menggunakan pendekatan eklektik dan multidisipliner—dari linguistik, hermeneutik, filsafat, sampai sosiologi dan sejarah (hal. 31).
Penulis menjelaskan, identitas Arab di Nusantara tidak lepas dari kehadiran para diaspora Hadhrami di Indonesia—yang sering disebut sebagai keturunan Arab—dalam perspektif fenomenologis. Kalangan sayid telah datang ke Nusantara dalam beberapa fase yang berbeda. Pada fase-fase awal, pendahulu datang secara perlahan-lahan jauh sebelum era kolonial. Para sayid pendahulu datang untuk berdakwah dan berdagang.
Dakwah mereka pun dilakukan dengan cara yang damai, akomodatif, dan cerdas. Mereka datang untuk menetap dan melebur dalam lebenswelt (alam kehidupan) Nusantara. Karena itu, dalam waktu yang relatif singkat, sebagian mereka berhasil menjadi pemimpin di kawasan ini.
Arabisasi, Ujaran Kebencian dan Kadar Keimanan
Dalam buku ini, Musa Kazim mengkritisi sekelompok orang yang gampang terpengaruh, bahkan sekadar ikut-ikutan “meng-Arabkan” diri agar terlihat lebih saleh, lebih beriman, atau lebih taat pada agama. Padahal, kesalihan seseorang tidak bisa diukur oleh pakaian atau penampilan luarnya saja. Perilaku keseharian dan praktik keberagamaan yang sesuai dengan ajaran Islam lah yang lebih diutamakan.
Namun, tak dapat dimungkiri bahwa, selama ini identitas Arab, yang merupakan bahasa wahyu yang suci, disalahgunakan atau diklaim palsu para pendomplengnya dan juga intrik politisasi yang mengekploitasinya. Karena itu, identitas Arab perlu diselamatkan dari kontestasi politik, juga dari potensi ujaran kebencian terhadap perilaku satu-dua anggota komunitas yang disebut sebagai keturunan Arab (hal 33).
Kehadiran buku setebal 224 halaman ini dapat memperkaya wawasan pembaca tentang identitas Arab dan Arabisasi yang sering kali disalahpahami. Tidak hanya itu, dalam buku ini pembaca akan lebih banyak mengetahui tentang definisi Arab, asal-usul bahasa ‘Arabi dan ‘Ajami, kekayaan makna dalam bahasa Arab, siapa itu Habib, hingga tentang dakwah damai para Alawiyyin yang turut berperan dalam penyebaran Islam di Nusantara.
Tentang Penulis:
*) Untung Wahyudi, lulusan UIN Sunan Ampel, Surabaya