Oleh Sam Edy Yuswanto*
Hal yang mungkin diabaikan oleh para guru, khususnya guru bahasa Indonesia, ialah tidak memberikan pelajaran mengarang kepada murid-muridnya. Yang sangat memprihatinkan seandainya ada guru bahasa Indonesia yang tidak bisa mengarang. Dia hanya pandai menyampaikan teori atau materi tentang kepengarangan dalam buku. Lalu setelah itu, menyuruh murid-muridnya mengerjakan tugas mengarang, misalnya membuat karya tulis berupa cerpen atau puisi. Menurut saya, hal ini tentu akan membingungkan para muridnya.
Bagus Priambodo (21/1/2021) menjelaskan, salah satu aktivitas yang disarankan untuk membentuk pelajar yang bernalar kritis dan kreatif adalah menulis. Dengan menulis, siswa akan terbiasa membangun sebuah gagasan sekaligus mengomunikasikannya secara runtut. Karena yang ditulis adalah ide atau gagasan, maka aktivitas menulis ini dapat diaplikasikan di semua mata pelajaran. Namun, seperti halnya orang Jawa menganggap ‘guru’ sebagai orang yang digugu dan ditiru (dipercaya dan diikuti), maka sudah sewajarnya apabila sebelum mengajak siswanya terbiasa menulis, guru sudah harus terbiasa menulis terlebih dahulu. Dengan kata lain, guru harus bisa menjadi role model bagi siswa dalam menulis (Jelita/lpmpjatim.kemdikbud.go.id).
Menurut saya pribadi, setiap guru, terlebih guru bahasa Indonesia memang sangat penting untuk membekali dirinya dengan keterampilan menulis atau mengarang. Jangan sampai dia hanya memahami teori kepenulisan tapi tidak bisa mempraktikkan teori tersebut. Ironisnya, sudah tidak bisa mempraktikkan tapi malah justru menyuruh para peserta didiknya untuk membuat karangan atau karya tulis. Ini kan aneh, aneh bin ajaib malah.
- Iklan -
Titik Komariah, S.Pd. dalam buku Belajar Mengarang (2010) menguraikan bahwa mengarang sebagai ilmu menulis memang sudah selayaknya diajarkan pada siswa sekolah dasar sejak dini. Mengarang bukanlah penugasan kepada siswa untuk sekaligus menghasilkan karangan sendiri dari ratusan kata, melainkan memberikan pengertian kepada siswa bahwa mengarang merupakan pengembangan gagasan secara bertahap. Tahap-tahap mengarang tersebut adalah menyusun kalimat, menyusun paragraf dan akhirnya menyusun wacana. Tema karangan untuk siswa SD tidak harus yang sulit. Mereka bisa mengambil tema-tema tentang keluarga, keindahan alam, tempat hiburan, binatang, pengalaman menarik dan lain-lainnya.
Menurut saya, salah satu hal yang menyebabkan seorang murid tak mampu menuliskan kata-kata atau kalimat yang baik dan benar, misalnya saat dia membuat status di media sosial, adalah karena dia tak diajarkan tentang cara atau kiat membuat sebuah karangan. Mungkin dia sudah pernah mendapatkan materi dan mendapat tugas mengarang dari guru bahasa Indonesianya, akan tetapi karena gurunya sendiri hanya sekadar menyuruh tapi tidak mengarahkan atau mencontohkan, maka akhirnya dia hanya asal membuat karangan, atau (ini yang berbahaya) mengcopy-paste karya orang lain. Inilah salah satu dampak negatif ketika anak tidak dibekali dengan pelajaran mengarang sejak usia dini oleh gurunya.
Kegiatan berbahasa, sebagaimana disampaikan oleh Titik Komariah, S.Pd. dalam buku Belajar Mengarang, dibagi menjadi empat bagian, yaitu mendengarkan, membaca, menulis dan berbicara. Keempatnya saling berhubungan dan tidak bisa dipisahkan atau berdiri sendiri. Manusia dituntut untuk dapat menguasai empat kemampuan berbahasa tersebut. Kemampuan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup yang lain.
Manfaat Mengarang
Perihal manfaat menulis atau mengarang, tentu sangat banyak dan sudah banyak pula yang menerangkannya. Mengutip laman parenting.co.id secara umum, budaya menulis memiliki banyak sekali manfaat. Di antaranya sebagai media penyaluran emosi maupun ekspresi diri, belajar beropini, melatih kesabaran, mengasah komitmen, dan banyak lagi. Seperti menggambar atau melukis, menulis juga bermanfaat melatih kreativitas dan mengembangkan imajinasi. Khususnya bagi anak-anak, menurut Amelia Hirawan, psikolog anak sekaligus art therapist dan writing coach, ada 3 manfaat besar kegiatan menulis, yakni meningkatkan inteligensi, media terapi atau katarsis, dan berlatih memecahkan masalah dan mengambil kesimpulan.
Menulis juga sangat bermanfaat, baik untuk para guru maupun murid-muridnya, sebagai sarana yang efektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa dengan baik dan benar. Hal ini tentu akan menjadi nilai plus bagi anak dan guru, karena ketika sudah terbiasa membuat karya tulis, dia akan mampu mengutarakan atau menyampaikan gagasannya dengan baik, runtut, ringkas, tidak berbelit-belit, sehingga gagasan tersebut dapat dipahami dengan baik oleh orang lain.
Semoga tulisan sederhana ini dapat menjadi semacam refleksi bersama. Saya sangat berharap, semoga para guru dapat termotivasi untuk membekali dirinya dengan keterampilan mengarang atau menulis, lalu berusaha mengajarkannnya pada anak-anak didiknya.
***
*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.