Oleh Isna Nur Isnaini
Dulu ketika saya masih SD, orang tua sangat disiplin dalam mendidik anak-anaknya. Meski ayah seorang guru, namun ketika di rumah peran ibu yang hanya sempat mengenyam pendidikan sampai Sekolah Rakyat atau SD saat itu, sangat dominan. Beliau sangat disiplin dalam mendidik kami, bahkan termasuk keras.
Setiap hari, kami, anak-anaknya harus mengikuti jadwal yang sudah dibuat. Jam berapa bangun pagi, mandi, sarapan, berangkat sekolah, tidur siang, bermain dan belajar semua teratur. Bahkan ibu meminta anak-anaknya untuk membuat jadwal dan menempelkannya di dinding dalam kamar.
Batin saya saat itu, bahkan sampai saat di bangku kuliah masih sama. Enak sekali ya menjadi orang tua. Tinggal perintah ini itu, atur sana sini dan anak-anak harus mengikutinya, tidak ada kompromi.
- Iklan -
Kami memang dari kecil dididik untuk sangat disiplin dan mandiri. Ternyata hal tersebut membentuk karakter kami sampai dewasa, menjadi tidak bergantung pada orang lain selama masih bisa mengerjakannya sendiri.
Begitu mempunyai anak yang kini duduk di bangku SD, saya merasakan, ternyata menjadi orang tua tidak semudah bayangan. Saya harus mengikuti perkembangannya dari waktu ke waktu.
Bukan hanya masalah sudah makan apa belum, ada PR atau tidak, main dimana dan sebagainya. Sebagai orang tua ternyata saya harus masuk dalam jiwanya, paham apa yang dirasakan dan mampu memberi solusi. Kalau tidak dia akan lari mencari tempat lain.
Sama seperti orang tua, saya juga ingin memberikan pendidikan terbaik. Dan menemukan tempat bersekolah yang terbaik ternyata tidak mudah. Meski alternatifnya ada banyak, ternyata justru menuntut saya untuk sangat selektif.
Menghadapi anak yang super kritis
Alhamdulillah, saya bersyukur mempunyai 2 anak lelaki yang manis dan sehat. Si kecil berusia dua tahun, aktif dan suka sekali ke masjid. Sedangkan si kakak 8 tahun, sudah paham kewajibannya untuk sholat meski kalau subuh masih harus dengan sabar membangunkannya.
Berbicara mengenai anak pertama, dia termasuk sangat kritis. Apa pun bakal menjadi pertanyaan. Jika mendapat jawaban yang kurang memuaskan justru membuat pertanyaan tersebut akan beranak menjadi banyak.
Bagi seorang ibu, ternyata tidak selalu mudah menghadapinya. Saya harus siap dengan jawaban yang tepat, benar dan dapat diterima akal bocah seusia dia. Tentu bukan hal sepele.
Pertanyaan tersebut seringkali membuat saya heran dan bingung. Apakah anak seusia dia memang sudah sepantasnya berimajinasi sejauh itu. Sedangkan sepertinya saya waktu kecil belum sampai.
Saya pun harus membekali diri dengan banyak pengetahuan. Ibaratnya, saya harus menyelami dunianya. Ketika berinteraksi, harus berperan seolah saya adalah anak SD juga. Mau tidak mau harus banyak mencari literatur untuk bersiap dengan pertanyaan-pertanyaan mengejutkan.
Pernah saya menjelaskan mengenai tidak boleh bertaruh, Kebetulan teman ada yang mengadu ayam. Saya menyampaikan bahwa Allah tidak suka karena itu perbuatan dosa.
Ketika di sekolah, pengajar menyampaikan bahwa seorang anak harus sayang pada ibunya karena sudah bertaruh nyawa untuk melahir. Begitu sampai rumah dia bertanya, “Aku anak haram bukan ya, kok Mama bertaruh nyawa ketika melahirkanku, Bertaruh itu kan dosa.” Saya harus segera meluruskan pemahamannya agar tidak sampai keliru.
Dalam menghadapi anak seperti ini kedekatan orang tua sangat penting. Jangan sampai mereka mendapat jawaban yang tidak tepat. Apalagi dari orang tidak bertanggung jawab yang asal memberi jawaban agar si anak diam.
Usia SD merupakan masa emas. Pemikirannya berkembang sebanding dengan daya ingatnya yang tajam. Karena itu harus mendapat pendampingan yang tepat. Sedangkan waktu belajar di sekolah mungkin belum cukup. Bisa jadi juga pertanyaan tersebut baru terlintas saat di rumah atau malu menanyakan pada gurunya.
Orang tua adalah teman dan guru
Rumah merupakan madrasah pertama dan ibu adalah guru pertamanya. Peran ibu pada pembentukan karakter anak sangat penting. Itulah kenapa seorang ibu, dan ayah tentunya harus terus belajar. Bukan hanya mengenai akhlak atau pemahaman agama, tetapi juga materi di sekolah.
Orang tua harus paham sub bab apa yang diajarkan hari ini, apa poin pentingnya dan bagaimana penjelasannya. Tujuannya adalah agar tidak salah ketika mendampingi anak-anak dalam belajar.
Anak harus menemukan rasa nyaman ketika bersama kedua orang tua. Saya pun terus berusaha untuk hal ini. Salah satu yang saya lakukan adalah mengajak berdialog, mau meminta maaf ketika saya melakukan kesalahan.
Dengan berdialog kita akan paham apa yang dirasakan dan diinginkan oleh buah hati. Meski tidak semua harus dituruti namuan dengan memahaminya, kita dapat menentukan langkah terbaik selanjutnya.
Memberi rasa aman juga penting karena emosi yang ada pada diri anak harus tersalurkan, tentu dengan cara tepat. Jika merasa bahwa berada di dekat orang tua tidak aman, anak akan mencari pelarian di luar rumah, berusaha menemukan perlindungan sendiri.
Sebagai teman
Menjadi teman bagi anak-anak juga tidak mudah. Teman sejati harus memahami permainan apa yang sedang hit dan bagaimana cara menjalankan. Ini pun bukan pekerjaan gampang. Di tengah kesibukan menyelesaikan pekerjaan rumah dan mencari nafkah, masih harus berperan sebagai teman dan bermain dengan anak.
Bayangkan, ketika di dalam pikiran yang ada adalah bagaimana menghandle klien, apa yang harus dilakukan agar pendapatan mencukupi, tiba-tiba anak mengajak main kelereng atau mobil-mobilan. Saya pernah, dan rasanya seperti ingin marah namun juga kasihan pada anak.
Sebagai guru
Peran berikutnya adalah sebagai guru. Banyak wali murid yang protes pada gurunya ketika si anak sampai rumah menanyakan materi pelajaran. “Saya bayar sekolah mahal agar anak-anak menjadi pintar, bukan malah membawa pertanyaan ke rumah. Apa peran guru?” Wah…ini tentu salah besar.
Agama Islam pun mengajarkan bahwa peran orang tua adalah sebagai pendidik dan bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter anak. Hal ini tidak dapat digantikan. Dan mereka harus mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah.
Menjadi pendidik tidak mudah. Harus paham perkembangan dan apa yang dibutuhkan oleh anak-anak. Karena itu harus mau belajar. Orang tua jangan sampai kalah dengan perkembangan dunia luar yang menjadikannya tidak bisa berperan sebagai guru terbaik bagi anak-anak.
Jika anak melakukan kesalahan, maka orang tua tidak boleh langsung menyalahkan. Sebaiknya balik menilai diri sendiri. Kesalahan apa yang sudah dilakukan sehingga anak-anak menirunya. Pendidik juga harus mempunyai rasa sabar yang tinggi. Keras boleh, kasar jangan. Anak-anak bisa menirunya.
Pengaruh teknologi
Pada saat ini teknologi semakin berpengaruh pada kehidupan anak-anak. Mudahnya mengakses internet dengan berbagai media menjadikan orang tua pantas was-was. Tayangan yang memang berlabel khusus untuk anak pun tidak selalu aman. Orang tua tetap harus selektif, tidak kemudian melepaskan anak untuk mengaksesnya tanpa pendampingan.
Begitu tidak mudahnya bagi orang tua. Melarangnya untuk menggunakan perkembangan digital akan membuat mereka tertinggal. Sedang jika memberikan kebebasan bisa menjadi peluang masuknya pengaruh negatif. Sekali lagi, orang tua harus pandai memfilter.
Teknologi, terutama digital memang seperti pisau bermata dua bagi anak-anak. Sangat bermanfaat namun bisa juga merusak generasi masa depan. Apalagi memang harus diakui, keberadaannya sangat mendukung untuk tumbuh kembang anak usia SD. Banyak pengetahuan yang tidak diajarkan di bangku sekolah dapat diperoleh dari mengakses internet. Begitu juga kesempatan untuk mengembangkan diri.
Internet juga dapat mengantarkan anak-anak ke luar dari ranah pemikirannya, menjelajahi dunia. Tidak sedikit anak-anak yang mengukir prestasi dari pengetahuannya di internet. Memberinya kesempatan untuk berkembang dan menjajal hal baru. Namun tidak sedikit pula yang mendapatkan dampak negatif.
Dalam satu bidang, bermanfaat atau tidak tergantung dari pengawasan, pengarahan dan sudut pandang. Sebagai contoh, ketika anak-anak mengakses internet. Tidak sedikit yang menilai akan bahwa berdampak negatif. Namun bagaimana dengan anak yang berprestasi dalam bidang coding karena berawal dari rasa penasaran melihat pengetahuan di internet?
Selalu memastikan bahwa semua baik-baik saja
Berikutnya, orang tua mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan semua kebutuhan anak. Ini hal yang tidak dapat ditawar dan akan diminta pertanggung jawabannya. Kebutuhan dalam hal ini bukan hanya terkait sandang, pangan, tempat tinggal dan pendidikan, tetapi juga kasih sayang dan rasa aman. Kewajiban orang tua untuk meyakinkan anak-anak bahwa semua baik-baik saja.
Untuk menciptakan hal tersebut orang sendiri harus merasa baik terlebih dahulu. Rasa kekhawatiran berlebih akan membuatnya menjadi pesimis dan berdampak negatif. Ini yang mendasari bahwa orang tua perlu mempunyai kepastian secara finansial maupun mental.
Kepastian finansial artinya, mereka harus bekerja agar bisa memberi nafkah secara layak. Sedangkan secara mental, orang tua harus “sehat” dalam arti tidak terbebani segala macam masalah secara berlebih karena dalam kondisi tertentu anak berpotensi menjadi pelampiasan.
Orang tua membutuhkan media dan pengakuan sosial untuk mengurai semua beban mental. Sebagai muslim salah satu caranya adalah dengan beribadah dan berserah diri pada Allah. Dengan demikian semua akan menjadi mudah tertangani.
Perkembangan zaman bisa membuat orang tua merasa serba salah dan kekurangan. Namun kembali, rasa dekat dengan Allah akan membuat hatinya menjadi kaya karena berada dekat dengan zat Maha Pemberi.
Mengurai masalah yang berkaitan dengan pendidikan anak SD pada masa sekarang tidak akan pernah ada habisnya. Mau tidak mau, siap tidak siap sebagai orang tua harus menghadapi dan memastikan bahwa anak-anak akan mendapatkan semua hak dari orang tua.
Semoga anak-anak kita menjadi generasi Qurani terbaik dan orang tua mendapat kemudahan untuk menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Aamiin.
-Isna Nur Isnaini, adalah seorang ibu rumah tangga dengan dua orang anak lelaki. Setelah melepas pekerjaan formal di salah satu lembaga keuangan, Isna, begitu biasa disebut lebih fokus ke anak-anak dan bekerja sebagai conter writer. Ketertarikannya pada dunia literasi membawanya memasuki dunia kepenulisan.