Oleh Irna Maifatur Rohmah
Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah dengan sempurna yang memiliki hal-hal yang tidak dimiliki makhluk lainnya seperti malaikat, jin, hewan, dan lain sebagainya. Sebuah kelebihan yang hanya dimiliki manusia dan bisa dirasakan pula kenikmatannya. Dengan dilengkapi akal, ruh, hati, dan nafsu manusia bisa mengoptimalkan ketiga unsur tersebut untuk meraih kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Manusia bisa memilih segala hal yang hendak dilakukannya, mengendalikan diri, dan memutuskan tujuan hidupnya. Hal ini sungguh menyenangkan bukan?
Namun, apa si sebenarnya tujuan manusia diturunkan ke bumi?
Sebelum diturunkan ke bumi, malaikat sempat memprotes kehendak Allah yang mana manusia diturunkan ke bumi selagai khalifah di bumi. Pikir malaikat, manusia hanya akan merusak bumi. Namun, Allah tidak membenarkan sangkaan malaikat itu. Allah tetap menurunkan manusia ke bumi dan menjadikannya khalifah di sana.
- Iklan -
Dari sini, terlihat bukan? Bahwa Allah memberi kepercayaan yang besar kepada manusia untuk menjaga dan mengatur bumi.
Lalu, apa yang harus dilakukan manusia dalam menjaga amanah Allah terkait tugasnya sebagai khalifah yang mana memiliki tanggung jawab sekaligus anugerah kekuasaan untuk mengatur dan membangun dunia, dari berbagai segi kehidupan dan menjadi saksi keagungan Allah di jagat raya ini.
Abu Bakar Muhammad, menyimpulkan tiga bagian pokok tugas kekhalifahan yang dibebankan kepada manusia, yaitu: tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri, dalam keluarga, dan dalam masyarakat.
Dari hal di atas, bagian yang memiliki potensi besar untuk dijejaki yaitu tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri mengingat berumah tangga saja belum apalagi bermasyarakat yang baik. Sejauh ini, kita (re; pelajar/mahasiswa/santri) masih dalam ranah memimpin diri sendiri. Bagaimana pun kita masih belum sepenuhnya bisa memegang masyarakat, terkadang memegang diri sendiri saja belum tentu bisa apalagi masyarakat.
Lalu apa yang sepantasnya dilakukan untuk memenuhi tugas kekhalifahan itu? Sementara kita masih di ranah memimpin diri sendiri?
Tidak perlu takut tidak perlu risau untuk mencoba untuk memenuhi amanah Allah. Dengan itu, kita bisa memimpin diri sendiri untuk mencari ilmu dan menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Hal yang sudah sangat umum di telinga kita bukan? Bahkan hal itu sudah termasuk menjalankan amanah Allah. Masih mau ragu dengan menekunkan kita dalam mencari ilmu?
So, jangan perlu ragu dengan apa yang bertaut dengan Allah. Allah memberi tugas, tak lupa memberikan pedoman untuk melaksanakannya, kok. Allah menurunkan wahyu melalui rasul-Nya yang menjadi pedoman bagi manusia. Iya, kan? Allah tidak membiarkan atau melepas tangan kepada manusia untuk menjaga bumi, Dia selalu menyertai.
Sekarang tinggal pintar-pintarnya kita mempelajari pedoman yang sudah diberikan tersebut. Apalagi caranya kalau bukan dengan belajar, dengan menuntut ilmu. Tuh, kah, ketemu lagi sama yang namanya menuntut atau mencari ilmu.
Ternyata menuntut ilmu bukan hanya kehendak untuk melariskan lembaga pendidikan saja, namun juga menjadi salah satu cara menjaga amanah Allah kepada manusia. Kita menuntut atau mencari ilmu, yang perlahan akan melatih akal kita. Akal kita semakin terlatih dan perlahan akan melembutkan hati kita. Hati kita semakin lembut sehingga menuntun pada akhlak yang mulia yang akan membawa kedamaian dan kelembutan pada sekitar.
Dengan ilmu kita bisa membedakan salah dan benar, boleh dan tidak boleh, dan lain sebagainya yang mana tidak cukup disikapi dengan mengamati kondisi sekitar namun harus dilandasi dengan akal dan ilmu. Melihat kondisi saat ini, yang mana kesamaran terkait benar dan salah sangat rentan menimbulkan kehancuran, baik untuk diri sendiri ataupun orang lain. Kondisi yang menuntut kita harus lebih jeli menyikapi fenomena yang mulai keluar jalur, yang mana hal yang lumrah berubah menjadi sebuah kebenaran tanpa melihat dari sudut pandang lain apakah memang sebuah kebenaran atau hanya sebuah keumuman yang digandrungi mayoritas. Hal ini harus direnungkan terlebih dahulu sebelum menutuskan untuk mengikuti atau meninggalkan. Perlu menghindari menguntit mayoritas hanya karena keramaian dan ketidaktahuan kita. Kita sepantasnya diam sejenak untuk mendapat keputusan yang tetap terkait suatu fenomena.
Dari sini, dengan menuntut atau mencari ilmu, tidak saja berfungsi untuk menambah kecepatan otak saja namun menurun pada tingkah kita dalam menjalankan keseharian. Makna tersembunyi, tugas kekhalifahan yang diselimuti pendidikan.
-Santri pondok Pesantren Nurul Iman, Karanglewas, Banyumas, pendidikan UIN Prof Dr KH Saifuddin Zuhri Purwokerto