Oleh Sam Edy Yuswanto*
Judul Buku : Teman Terbaik
Penulis : Nura Lovea Q.B., dkk.
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Cetakan : I, Mei 2022
Tebal : 88 halaman
ISBN : 978-623-253-054-6
Setiap orangtua seyogianya selalu berupaya menjalin kedekatan atau keakraban dengan anak-anaknya. Ini sangat penting, agar orangtua bisa mengetahui segala persoalan yang sedang dihadapi oleh mereka. Jangan sampai orangtua tak tahu-menahu dengan persoalan yang tengah dihadapi oleh anaknya.
Yang paling parah adalah ketika ada orangtua bersikap acuh tak acuh dengan kehidupan dan segala problematika anak-anaknya. Orangtua merasa sudah cukup memberikan beragam fasilitas kemewahan pada anaknya. Lalu, giliran anak mengalami masalah serius, orangtua hanya bisa menyalahkan anak, memarahinya, bahkan memberikan hukuman yang membuat anak membenci orangtuanya. Jangan sampai kita menjadi orangtua semacam itu.
- Iklan -
Persoalan yang dihadapi oleh anak, –terlebih saat ia sudah tumbuh remaja– tentu kompleks. Anak sangat butuh pendampingan dari orangtuanya agar bisa menghadapi persoalan tersebut dengan tenang. Tanpa kedekatan orangtua, anak bisa saja mencari orang lain di luar sana, sebagai tempat mencurahkan persoalan dan melampiaskan amarahnya. Hal ini bisa membahayakan kondisi kejiwaan anak, terlebih bila anak terjebak pada pergaulan tidak sehat.
Salah satu persoalan yang biasa dialami oleh seorang anak ialah tentang perundungan atau aksi pem-bully-an teman-temannya saat berada di sekolah. Ada kisah menarik yang bisa kita simak dan jadikan sebagai bahan renungan bersama, tentang seorang anak yang dikucilkan dan selalu dirundung oleh teman-teman sekolahnya. Kisah tersebut saya baca dalam buku antologi cerpen berjudul Teman Terbaik terbitan Indiva Media Kreasi.
Teman Terbaik adalah salah satu judul cerpen karya Naura Lovea Qurratun’Ain Budiarto yang mengisahkan tentang Vilda, anak baru di SMP Tanaruna Negara yang selalu menjadi korban kenakalan Olin. Vilda selalu terkena olok-olok Olin. Memang, Olin anaknya jago silat, juga dikenal anak pintar. Namun sayangnya, Olin sombong, sok berani, dan senang ketika melihat orang susah. Sementara Vilda, kebalikan dari Olin. Vilda anak yang kurang pintar, tidak suka berkelahi, berkulit gelap, tetapi dia selalu membantu orang lain.
Mendapat perlakuan tak menyenangkan dari teman-temannya tentu membuat siapa pun (yang pernah mengalaminya) merasa sangat sedih. Begitu juga yang dirasakan Vilda. Ia sangat sedih. Tidak ada satupun teman sekelasnya yang mau berteman dengannya. Sekelas pada membencinya. Maka tak heran bila Vilda menjadi anak yang paling pendiam di kelas. Setiap ulangan remedial, teman-temannya pasti mengejeknya, termasuk Olin. Namun, Vilda hanya bisa terdiam. Dan, perundungan yang dilakukan oleh teman Vilda benar-benar sudah kelewat batas, karena menyangkut tentang fisiknya. Vilda diejek karena memiliki kulit gelap.
Vilda hanya mampu mencurahkan segala keluh kesahnya lewat buku harian. Sebenarnya ia ingin menceritakan persoalannya kepada ibu, tapi ia takut ibunya tidak mempercayainya. Hingga suatu hari, buku harian tersebut ditemukan oleh ibunya. Vilda akhirnya mau berterus terang tentang apa yang dialaminya di sekolah. Untunglah ibu percaya dan kemudian berusaha menghibur. Kakaknya, Dara, juga ikut memotivasi dan menghibur adiknya. Dara menyarankan agar Vida berteman dengan buku:
“… kalau kamu di-bully, tidak ada teman, kamu bisa pergi ke perpustakaan. Teman-teman kamu di sana yang tidak pernah membencimu sama sekali. Dia menambahkanmu pengetahuan yang luas. Dia juga selalu memberimu ke arah yang baik. Teman itu adalah buku. Kamu bisa, kok, jadi yang terbaik. Kamu abaikan saja kata-kata mereka. Mereka membencimu karena kamu lebih baik daripada mereka,”
Sejak berteman dengan buku, Vilda perlahan berubah, terlebih saat ia menemukan buku yang memotivasinya untuk menjadi seorang penulis. Ia semakin semangat menulis ketika memiliki teman baru bernama Annie, seorang penulis, meskipun hanya mengenalnya lewat media sosial, tapi pertemanan mereka tampak begitu akrab. Dari Annie, Vilda mendapatkan informasi tentang seputar dunia kepenulisan.
Dan ketika Vilda akhirnya berhasil menerbitkan buku antologi bersama para penulis lainnya dan buku tersebut bertengger di toko buku, teman-temannya pun berubah. Sejak saat itu, tak ada lagi yang memusuhinya, termasuk Olin.
Kisah Vilda yang dirundung oleh teman-temannya di sekolah meninggalkan pesan berharga pada para pembaca, khususnya orangtua, agar berusaha mendeteksi atau mencari tahu tentang apa saja persoalan yang dihadapi oleh putra-putrinya. Lalu, berusaha menghibur, memotivasi, dan membantu memecahkan persoalan tersebut. Ketika anak dirundung oleh teman-temannya, tugas orangtua adalah melindunginya. Bila aksi perundungan tersebut sudah keterlaluan, orangtua harus membicarakannya dengan para guru di sekolah, agar segera mendapatkan penanganan yang tepat.
Selain kisah tentang Vilda, masih ada lima cerpen menarik lainnya yang bisa disimak dalam buku ini. Misalnya cerpen berjudul Rosie dan Penjual Kue karya Adinda Rahayu Fadillah yang berkisah tentang Rosie yang gemar hidup boros karena orangtuanya memiliki kekayaan berlimpah. Rosie mulai menyadari kesalahannya selama ini setelah bersahabat dengan Rahman, anak penjual kue yang memilih berjualan kue keliling untuk membantu biaya hidup ibu dan adik-adiknya.
***
*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.