Judul : Suluk Majemuk; Merawat Keberagaman, Menakar Kebangsaan
Penulis : Achiar M. Permana, dkk
Penerbit : Cipta Prima Nusantara
Cetakan : Pertama, September 2021
Tebal : xxviii+96 halaman
ISBN : 978-623-380-010-5
Peresensi : Reni Asih Widiyastuti, Alumni SMK Muhammadiyah 1 Semarang
Karya sastra adalah hasil sastra, baik berupa puisi, prosa, cerita pendek, maupun lakon. Di dalam kemajemukan karya sastra, sudah pasti terdapat perbedaan. Namun, perbedaan itu justru mampu memberikan warna lain, sehingga sebuah karya sastra tidak akan habis untuk diulas dan diperbincangkan.
Beberapa perbedaan dalam kemajemukan karya sastra antara lain: gaya bahasa dan integritas karya. Menanamkan gaya bahasa yang khas dan cerdik dalam menonjolkan integritas suatu karya adalah cara agar karya tersebut mudah diingat dan dikenang sepanjang masa. Kedua hal ini bisa ditemukan dalam buku berjudul “Suluk Majemuk”, karya Achiar M. Permana, dkk.
Buku ini berisikan tentang pidato dan sambutan, cerita pendek, juga beberapa puisi dari penulis tanah air. Dalam pidato dan sambutan yang ditulis oleh Gunawan Budi Susanto dan Harjanto Halim misalnya. Keduanya sama-sama membahas tentang kemerdekaan Indonesia. Namun, berbeda dalam penyampaiannya. Gunawan Budi Susanto menuliskan:
- Iklan -
Sungguh, sumpah mampus, aku tak pernah bermimpi kehidupan di negeri ini harus selalu bersih licin kayak pantolan barusan keluar dari rumah binatu. Oleh karena itulah, sembari berjalan, terus berjalan, dari entah ke entah, tak habis-habis aku bertanya: kapan kita benar-benar bisa merdeka? (hal. 4).
Sedangkan Harjanto Halim memberikan sambutan tentang kemerdekaan Indonesia sambil menyanyi:
Pancasila itu jiwa dan raga kita
Ada di aliran darah dan detak jantung kita
Perekat keutuhan bangsa dan negara (hal. 9)
Ada pula cerita pendek dari Gunawan Budi Susanto yang secara keseluruhan memakai bahasa Jawa. Menceritakan tentang perbedaan agama di Indonesia. Bahwa walaupun berbeda, harus tetap saling menghargai satu sama lain (hal. 22).
Kemajemukan karya sastra melalui gaya bahasa dan integritasnya juga dirangkum oleh Achiar M. Permana dalam beberapa puisinya tentang tahlil, duka, virus, dan menyelipkan kalimat berbahasa Jawa (hal. 40-41).
Sedangkan Timur Sinar Suprabana tak kalah dengan beberapa puisi yang berkalimat serius, seperti:
O, kekasih
Lihatlah bagaimana Hujan dan hujan berselisih
: lihatlah debar menggeletar
kerna rindu dan kangen bertengkar sepenuh debar (hql. 92)
Buku “Suluk Majemuk” ini tidak hanya memiliki fungsi sebagai bahan bacaan bagi jiwa yang ingin berkhalwat: mengasingkan diri di tempat yang sunyi untuk bertafakur, beribadah dan sebagainya. Mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, agar selalu diingatkan, salah satunya perihal menghargai sesama manusia, walau berbeda agama. Namun, juga dapat dinikmati oleh pecinta sastra secara lebih universal, umum (berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh dunia.
Reni Asih Widiyastuti ialah penulis asal Semarang, Alumnus SMK Muhammadiyah 1 Semarang. Karya-karyanya berupa cerpen, puisi dan resensi buku telah dimuat di berbagai media, seperti: Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Waspada Medan, Analisa Medan, Singgalang, Maarif NU Jateng dan Harakatuna.com. Buku tunggalnya telah terbit, yaitu Pagi untuk Sam. Penulis bisa dihubungi melalui email; reniasih17@gmail.com