Oleh Sam Edy Yuswanto*
Judul Buku : Kepiting Emas dalam Perahu
Penulis : Inung Setyami
Penerbit : Jagat Litera
Cetakan : I, September 2021
Tebal : x + 58 halaman
ISBN : 978-623-97602-9-8
Pendidikan karakter termasuk hal urgen yang harus ditanamkan pada anak-anak sejak dini. Pendidikan karakter, –sebagaimana dipaparkan oleh Sudaryanti dalam journal.uny.ac.id,– mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral. Pendidikan karakter bukan sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, tetapi membantu anak-anak merasakan nilai-nilai yang baik, mau dan mampu melakukannya.
Pembentukan karakter pribadi anak sebaiknya dimulai dalam keluarga karena interaksi pertama anak terjadi dalam lingkungan keluarga. Dari ayah, ibu, dan anggota keluarga yang lain. Kebiasaan kedua orangtua dan anggota keluarga, disadari atau tidak, akan turut berperan dalam pembentukan karakter anak. Artinya, ketika orangtua memiliki kebiasaan positif, secara tak langsung mereka sedang memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya. Begitu juga sebaliknya. Kebiasaan negatif orangtua kelak akan dicontoh oleh anak. Misal, orangtua gemar buang sampah sembarangan atau kebiasaan makan-minum sambil berdiri (ini hanya contoh kecil) maka akan ditiru juga oleh anak-anaknya.
- Iklan -
Ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh para orangtua untuk menanamkan pendidikan karakter pada anak-anaknya. Selain memberikan keteladanan atau contoh yang baik ketika di rumah, menyediakan beragam buku-buku bacaan juga bisa dijadikan sebagai pilihan yang menarik. Buku-buku motivasi atau buku-buku cerita yang tak hanya menghibur tapi juga mendidik misalnya.
Buku cerita anak bertajuk Kepiting Emas dalam Perahu ini dapat dijadikan sebagai salah satu bacaan yang menghibur sekaligus menanamkan pendidikan karakter pada anak-anak. Fahrul Khakim, dosen Sejarah Universitas Negeri Malang, dalam kata pengantar buku ini mengatakan, cerita anak-anak dalam buku ini mengusung beragam tema, dari berbagai masa yang tak sama, tempat-tempat berbeda, tapi terjalin pesan cerita yang kuat. Gaya bahasa dan alur dalam kumpulan cerita anak ini mudah dicerna, baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Buku yang memuat lima judul cerita anak ini dipastikan dapat menghibur sekaligus memiliki muatan nilai pendidikan karakter.
Cerita berjudul Kepiting Emas dalam Perahu, berkisah tentang sepasang suami-istri yang masih memiliki tubuh yang kuat meski usianya sudah renta. Orang-orang memanggil mereka dengan sebutan Kakek dan Nenek. Pekerjaan si Kakek sebagai nelayan, sementara si Nenek berkebun di samping rumah. Kehidupan mereka terbilang sederhana. Setiap hari mereka pergi ke pasar untuk menjual ikan dan kepiting hasil tangkapan Kakek serta umbi-umbian hasil kebun Nenek.
Hingga suatu hari sebuah kejadian aneh membuat segalanya berubah. Tepatnya ketika si Kakek bertemu seekor kepiting bercangkang emas bisa bicara. Kepiting emas yang terjerat dalam jaring tersebut memohon pada Kakek agar dibebaskan, dikembalikan ke sungai. Akhirnya Kakek pun mengabulkannya. Sebagai balasan atas kebaikan hati Kakek, si Kepiting akan mengabulkan apa pun permintaan Kakek.
Ketika Kakek pulang ke rumah dan menceritakan pengalaman anehnya itu pada istrinya, Nenek pun meminta Kakek agar kembali ke sungai dan meminta pada Kepiting emas agar diberi uang buat beli beras. Kepiting emas pun mengabulkan. Kakek meminta Nenek agar jangan meminta apa-apa lagi pada Kepiting. Tapi Nenek bersikeras ingin meminta hal lain yang terdengar sangat konyol, yakni meminta pada Kepiting agar Nenek kembali menjadi muda dan ingin diberi rumah megah dan beberapa pembantu. Intinya, Nenek sudah bosan hidup miskin dan kekurangan. Sehingga ia ingin menjadi orang kaya raya dan kembali tampil muda.
Singkat cerita, Kepiting emas pun mengabulkan. Sayangnya, si Nenek masih belum puas. Ia ingin memiliki sesuatu yang lebih lagi. Hingga akhirnya, bukannya harta benda dan kemewahan yang diperoleh, tapi ia kembali miskin dan kembali tua. Bahkan tanaman buah dan sayur di kebun Nenek hancur. Sementara perahu satu-satunya milik Kakek juga hancur. Pelajaran penting yang bisa dipetik dalam cerita ini adalah bahwa sifat serakah itu mestinya dihilangkan dalam diri manusia. Sifat tak terpuji ini dapat membuat kehidupan manusia menjadi hancur. Cerita ini secara tak langsung juga menyelipkan pesan penting agar kita selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini.
Cerita berjudul Sepiring Nasi Oseng Pare juga menyimpan pelajaran berharga untuk anak. Menceritakan tentang gadis kecil bernama Aida yang dimarahi Nenek gara-gara membuang nasi dan lauk oseng pare ke tempat sampah. Oleh ibunya, Aida lantas dinasihati bahwa tidak boleh membuang makanan yang masih bisa dimakan, karena itu tidak mensyukuri nikmat dan karunia Tuhan (hal 54).
Pendidikan karakter lainnya juga bisa diperoleh lewat cerita berjudul Mutiara Hijau Hadiah dari Ayah. Mengisahkan gadis bernama Dinda yang tengah galau apakah bisa melanjutkan ke SMP atau tidak. Ia sepenuhnya menyadari bahwa dirinya tak seperti teman-teman lainnya yang dari kalangan berada. Terlebih sejak ayah Dinda meninggal dunia, ibulah yang kemudian menjadi tulang punggung keluarga, menjadi tukang cuci pakaian para tetangganya. Namun, cita-cita Dinda untuk terus melanjutkan sekolah akhirnya tercapai setelah bebek-bebek piaraannya (yang merupakan hadiah dari ayah dulu) mulai tumbuh besar dan bertelur. Hasil penjualan telur-telur itu lalu ditabung untuk kebutuhan sekolahnya (hal 42).
Terbitnya buku kumpulan cerita ini layak diapresiasi dan bisa menjadi salah satu sarana pendukung untuk menanamkan pendidikan karakter pada anak-anak, baik di rumah maupun di sekolah.
***
*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.