Oleh Ribut Lupiyanto
Wayang mendadak viral dan menjadi buah bibir nasional. Bukan karena dalang, cerita, pertunjukan atau lainnya. Melainkan polemik akibat potongan video ceramah seorang ustadz yang mengarah pada pelabelan haram. Klarifikasi sudah diberikan bahwa ceramah utuh diklaim tidak mengharamkan.
Apapun itu, pembelajaran positif dapat dipetik dari polemik. Publik menjadi ingat kembali akan eksistensi wayang sebagai khasanah budaya nusantara yang fenomenal, namun semakin terkikis budaya modern. Wayang dan Islam di nusantara bagai mata uang. Hampir setiap etnis di negeri ini memiliki ragam pewayangan, seperti wayang kulit, wayang golek, wayang suket, dan lainnya. Dakwah penyebaran Islam oleh Wali Songo, salah satunya mengandalkan media wayang.
Islam menunjukkan kearifannya terhadap budaya lokal. Sejak zaman Rasulullah SAW, Islam disebarkan tanpa memberangus total eksistensi budaya. Strategi akulturasi justru dilakukan untuk mengoptimalkan budaya bagi dakwah Islam.
- Iklan -
Purifikasi dakwah tentu tidak serta merta menegasikan sektor kultural. Dakwah kultural penting dioptimalkan ditengah kepungan budaya pop modern, hedonis, dan sekuler. Urgensi dakwah kultural juga diperlukan bagi optimalisasi pembangunan bangsa.
Historiografi Dakwah
Tonggak dakwah di nusantara ditancapkan oleh Wali Songo. Prosesnya yang moderat, damai dan efektif mestinya terus dilestarikan dalam konteks kekinian. Dakwah nusantara dengan tetap menjaga orisinalitas ajaran agama penting dibangkitkan kembali. Revivalisme dakwah berbasis historiografi nusantara dibutuhkan di tengah era keterbukaan dengan gempuran budaya eksternal yang tajam ini.
Sejarah nusantara merupakan guru dan modal sangat berharga. Kunci membangun keunggulan SDM yang berkarakter nusantara adalah memahami sejarah dan meneladani segenap nilai-nilai yang telah diletakkan para pendahulu bangsa.
Sejarah adalah sumber inspirasi sekaligus keteladanan. Aristoteles mengartikan sejarah sebagai suatu sistem yang mengidentifikasi kejadian dalam bentuk kronologi, yang menjelaskan kronologi dari terjadinya suatu peristiwa. Ia juga menyatakan bahwa sejarah menjadi sesuatu yang terjadi di masa lampau dan dapat dibuktikan dengan adanya catatan-catatan.
Topata (2020) menjabarkan bahwa historiografi memiliki empat fungsi. Pertama adalah fungsi pembelajaran. Edukasi atau pembelajaran sangat membutuhkan sejarah sebagai bahan ilmu pengetahuan. Namun tak hanya untuk bahan ilmu pengetahuan saja, sejarah menjadi salah satu guru terbaik yang dapat diambil hikmahnya. Anda bisa belajar dari kejadian masa lampau, dari sejarah yang tak akan terulang, untuk membangun kehidupan yang jauh lebih baik lagi.
Kedua adalah fungsi instruktif. Maksud dari fungsi sejarah sebagai fungsi instruktif adalah bahwa sejarah menjadi ilmu pengetahuan yang bisa dijadikan sebagai sebuah landasan teori. Teori yang lahir dari konsep dalam sejarah dapat digunakan dalam berbagai macam bidang, seperti dalam bidang konstruksi. Berbagai macam teknik konstruksi kuno menjadi salah satu bahan pembelajaran di bidang konstruksi. Selain itu, juga menjadi sebuah pelajaran bagaimana kehidupan masyarakat atau cara-cara mereka bertahan hidup di zaman dulu.
Ketiga adalah fungsi inspirasi. Untuk masa sekarang, sejarah menjadi hal penting. Dengan mengingat kegemilangan dan kesuksesan sesuatu melalui sejarah, akan membuat setiap orang tergugah untuk mencapai hal-hal yang sama baiknya, bahkan lebih dari pencapaian yang telah ditorehkan oleh sejarah. Misal inspirasi dalam bidang kuliner, kebudayaan, maupun lainnya.
Terakhir yaitu fungsi rekreasi. Banyak tempat-tempat bersejarah yang dijadikan sebagai objek wisata. Bangunan-bangunan kuno kini justru banyak dikunjungi oleh orang-orang untuk berwisata. Museum juga menjadi tempat penyimpanan sejarah zaman lalu yang banyak dikunjungi oleh wisatawan.
Sejarah tentu tidak sekadar ditempatkan dalam romantisme. Ia adalah guru yang harus digali nilai keteladanannya untuk dikontekstualisasikan dengan perkembangan zaman.
Spiritualitas Pembangunan
Pembangunan merupakan keniscayaan dan kebutuhan untuk menuju kemajuan suatu wilayah. Hanya saja atas nama pembangunan, pemimpin mestinya tidak semena-mena terhadap rakyatnya. Pembangunan penting dijalankan secara berkeadilan berorientasi kesejahteraan rakyat dan terjamin keberlanjutannya. Partisipasi semua komponen bangsa dibutuhkan dan penting disinergiskan.
Indonesia memiliki banyak potensi sosial budaya. Peran sektor spiritual atau keagamaan layak diberdayakan mengingat bangsa ini merupakan negara yang meyakini eksistensi agama. Kontribusi bagi pembangunan dapat diwujudkan melalui optimalisasi dakwah.
Qardhawi (1999) memaparkan bahwa manusia tanpa agama itu seperti binatang buas dan jahat. Kebudayaan dan undang-undang tidak mungkin sanggup menghadapi dan menumpulkan kuku-kuku dan taringnya. Manusia memiliki kelemahan pada psikis yang rapuh, sehingga oleh Allah SWT diberi alat penunjang berupa bakat beragama (Djamil, 2003).
Indonesia patut bersyukur karena menjadi negara yang meyakini keberadaan agama. Dimana agama terbesar yang dianut adalah Islam. Islam diakui sejarah telah berkontribusi banyak bagi bangsa dan negara, sejak merebut hingga mengisi kemerdekaan melalui pembangunan.
Islam lahir di sebuah wilayah yang kala itu bukanlah pusat peradaban manusia. Jazirah Arab hanyalah gurun gersang yang awalnya ditemukan oleh Ibrahim dan Hajar. Sejarah mencatat, kondisi Arab saat itu diwarnai dengan tradisi pembunuhan bayi perempuan hidup-hidup, perbudakan yang tidak manusiawi, paganisme, free sex, minuman keras, serta kerusakan sosial budaya lainnya.
Islam juga tidak lahir kepada penguasa atau orang istimewa di sana. Muhammad, sang penerima risalah ajaran Islam adalah seorang papa secara materi dan buta huruf. Keuletan dan kecermatannya-lah beliau membuat strategi da’wah disertai dengan keteladanan yang kuat, membuktikan pada dunia bahwa Islam mampu cepat berkembang bahkan sampai pada dua pertiga dunia.
Pembangunan tidak mungkin terlaksana optimal dengan pendekatan parsial. Peran spiritual agama sangat vital dalam membingkai sistem pembangunan. Ia adalah pondasi kehidupan manusia yang fundamental.
Agenda Dakwah
Dakwah merupakan upaya transformasi nilai-nilai keagamaan yang aplikatif. Ruang lingkup dakwah tidak semata pada aspek ritual, namun mestinya mampu menjangkau seluruh aspek kehidupan. Beberapa hal penting diupayakan dalam rangka optimalisasi kebangkitan dakwah bagi pembangunan bangsa dan peradaban dunia.
Pertama adalah holistik dan komprehensif. Dakwah mesti menjangkau mulai dari hal mikro hingga hal stategis atau makro. Seluruh aspek juga mesti tidak luput dari teropongnya. Sasaran pembangunan tidak hanya sekadar fisik sarana dan prasarana belaka. Aspek kualitatif berupa pembangunan manusia penting dioptimalkan secara utuh dan menyeluruh. Dialektika antara ajaran dengan modernitas dibutuhkan hingga tataran implementasi. Variasi metode dakwah dibutuhkan sesuai tahap atau kondisinya.
Kedua adalah profesional dan kontinu. Dakwah tidak boleh hanya dilakukan secara insidental. Dakwah dalam doktrin Islam adalah kewajiban sepanjang kehidupan. Dakwah juga mesti dilakukan secara sungguh-sungguh dan meyakinkan. Argumentasi atau landasan teologis yang dipadukan dengan gelaran ilmiah diperlukan dalam upaya ini.
Ketiga adalah inklusif. Islam bukanlan ajaran ekslusif, maka dakwah pun juga demikian. Islam bahkan terbuka dan membutuhkan kerjasama lintas agama dalam konteks keduniawian. Kementerian Agama dan otoritas atau ormas keagamaan dapat dioptimalkan koordinasinya.
Dakwah dapat dioptimalkan kontribusinya untuk menggali dan membumikan nilai-nilai Islam. Nilai-nilai yang berpangkal spiritual tersebut juga penting didayagunakan bagi pembangunan daerah agar menyejahterakan, berkeadilan dan berkelanjutan. Wayang hanyalah salah satu media yang dapat dioptimalkan guna mendakwahkan spiritualisme yang berorientasi pada penyuksesan pembangunan bangsa.
-RIBUT LUPIYANTO, Deputi Direktur Center for Public Capacity Acceleration (C-PubliCA)