Oleh Sam Edy Yuswanto*
Sebagaimana kita ketahui bersama, manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Dalam tulisannya, Farah Fadila (Gramedia Blog) memaparkan bahwa pada dasarnya manusia lahir sebagai makhluk individual yang tidak terpisah, tidak terbagai antara jiwa dan raganya. Perkembangan manusia sebagai makhluk individu tidak hanya berarti kesatuan jiwa dan raga. Manusia sebagai makhluk individu memiliki makna yang lebih luas dari itu, yakni manusia memiliki ciri khas dengan corak kepribadiannya sendiri. Meskipun memiliki saudara kembar kepribadian seorang individu dengan individu lainnya sangatlah berbeda. Orang yang terlahir kembar tidak akan memiliki ciri fisik dan ciri psikis yang sama persis.
Selain sebagai makhluk individu, manusia juga dikenal sebagai makhluk sosial. Meskipun dalam waktu-waktu tertentu manusia membutuhkan ketenangan, kesendirian, dan hal-hal bersifat privasi lainnya, tetapi di waktu yang lain ia pasti membutuhkan kehadiran atau keberadaan orang lain. Ya, karena rasanya sangat mustahil bila ada manusia yang dapat hidup seorang diri. Nabi Adam a.s. saja tak betah dan merasa kesepian hidup sendiri di surga, lantas beliau memohon teman (pendamping) kepada Allah. Barulah kemudian Allah menciptakan Hawa, perempuan yang kemudian menjadi pendamping hidup beliau.
Perihal manusia sebagai makhluk sosial, Wida Kurniasih dalam tulisannya (Gramedia Blog) menerangkan, manusia adalah makhluk yang selalu melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang ia inginkan tanpa bantuan dari manusia lain. Manusia menjalankan perannya dengan menggunakan sebuah simbol. Simbol itu digunakan untuk mengkomunikasikan pikiran serta perasaan yang ia rasakan.
- Iklan -
Menurut Wida, manusia sebagai makhluk sosial memiliki arti bahwa manusia membutuhkan manusia lain. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat menjalankan hidupnya sendiri. Bahkan dalam memenuhi kebutuhannya, manusia memerlukan manusia lain untuk membantunya. Hal ini berlaku untuk semua manusia. Tidak mengenal sebuah kedudukan bahkan sebuah kekayaan. Setiap manusia selalu membutuhkan manusia lainnya (Gramedia Blog).
Pendidikan Sosial bagi Anak
Mengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial, maka sudah seyogianya pendidikan sosial menjadi bahan atau mata pelajaran di sekolah-sekolah. Hal ini sangatlah penting agar anak-anak kelak dapat tumbuh menjadi manusia-manusia dewasa yang tidak mementingkan dirinya sendiri. Bukankah sudah banyak bukti memaparakn, orang-orang seperti kaum pejabat, yang meskipun mereka memiliki pendidikan dan gelar tinggi tetapi nyatanya mereka tak begitu menguasai pendidikan sosial. Buktinya, mereka gemar melakukan korupsi, meminta kenaikan gaji yang kesemuanya itu untuk memperkaya diri sendiri dan anggota keluarganya, atau orang-orang yang satu pandangan politik dengan mereka. Kebiasaan korupsi kaum pejabat mengindikasikan ketidakpekaan sosial dalm diri mereka. Mereka abai dengan rakyat yang hidupnya dalam gelimang kemiskinan.
Arti atau definisi pendidikan sosial, menurut catatan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kegiatan sekolah yang direncanakan dan diarahkan untuk memelihara pembelajaran sosial dan meningkatkan kemampuan sosial (kbbi.lektur.id). Kemampuan sosial anak mestinya harus terus ditingkatkan oleh setiap lembaga pendidikan. Ada banyak cara untuk mendidik kepekaan sosial anak. Misalnya ketika ada teman sekolah yang sakit, guru mengajak seluruh anak untuk menengoknya. Atau, ketika ada anak yang kurang mampu secara finansial di kelas, guru mengajak anak untuk membantunya. Misalnya dengan berbagi makanan kepadanya.
Saya merasa sangat yakin, ketika sekolah-sekolah selalu menerapkan pendidikan sosial kepada seluruh muridnya, kelak anak dapat tumbuh menjadi pribadi menyenangkan yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi saat terjun ke tengah-tengah masyarakat. Tentu, keteladanan dalam hal pendidikan sosial ini menjadi hal yang niscaya. Artinya, saat di sekolah, para guru juga harus memberikan contoh secara nyata kepada anak, bukan hanya contoh yang dibacakan dari kisah dalam buku-buku belaka.
Pendidikan sosial mengajarkan anak bergaul dengan sesama tanpa pandang bulu. Tanpa ada perbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin, orang terpandang maupun orang biasa. Semuanya sama rata dan membuat satu sama lain merasa memiliki kepedulian dan selalu ingin melindungi serta membantu teman yang lemah atau yang kondisi perekonomiannya lebih sulit ketimbang dirinya.
Pendidikan sosial juga mengajarkan kepada anak perihal cara menjalin hubungan (relasi) yang baik dengan orang lain. Orangtua di rumah juga berperan penting dalam mengajarkan pendidikan sosial kepada putra-putrinya. Jangan hanya mengandalkan sekolah saja. Jangan lantas merasa anak sudah disekolahkan, lantas orangtua memberikan kebebasan tanpa kontrol dan pengawasan terhadap anak-anaknya.
Femi Olivia, dalam buku ‘Otak Kiri dan Otak Kanan Sama Penting’ menjelaskan bahwa kita harus mendorong anak agar selalu bergaul sejak dini, baik dengan teman seusianya, orang yang lebih tua atau dengan yang lebih muda, bukan hanya sekolah saja. Keterampilan sosial justru akan lebih mendukung anak untuk meraih cita-cita dan kesuksesannya. Karena anak akan mempunyai banyak teman, percaya diri dalam bergaul, menghargai lawan bicara, mempunyai sikap empati, tidak egois (selalu peduli pada orang lain), mudah menerima hal-hal baru, dan kreatif.
***
*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.