Oleh: Suwanto
Kalau kita telusuri rimba muara pemikiran Gus Dur, kita akan mendapati banyak sekali prinsip pluralisme, di antaranya terkait toleransi. Bapak bangsa ini menganggap bahwa, kita sebagai bangsa yang hidup di negeri bhinneka wajib saling menghormati dan menghargai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menghormati perbedaan dan kemajemukan yang ada di Indonesia adalah sikap yang luhur. Mengingat salah satu prasyarat penting kemajuan suatu bangsa adalah menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, maka sikap saling menghormati sangat penting. Persatuan ini akan sulit tercapai jika tidak adanya sikap toleransi.
Gus Dur pernah berujar bahwa kemajemukan harus bisa diterima, tanpa adanya perbedaan. Tidak penting apapun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, maka orang tidak tanya apa agamamu. Maka, semakin tinggi ilmu seseorang, semakin tinggi toleransinya.
Sejarah juga mencatat bahwa Gus Dur merupakan tokoh yang sangat gigih dalam memperjuangkan toleransi beragama dalam masyarakat majemuk. Sebagaimana diungkapkan oleh Suwardiyamsyah (2017), bagi Gus Dur toleransi bukan persoalan epistemologi, sehingga membutuhkan definisi, tetapi aksiologi dari konsep-konsep yang bersifat normatif dalam Islam. Ia hadir bersamaan dengan topik pembahasan pluralisme.
Apabila pluralisme membicarakan soal bagaimana realitas kemajemukan agama dapat diterima, maka toleransi adalah lebih menekankan bagaimana berperilaku dalam kemajemukan tersebut. Toleransi menurut Gus Dur sesungguhnya bukanlah gagasan yang berdiri sendiri, tetapi menyatu dengan dimensi sosial dalam frame besar kehidupan berbangsa.
- Iklan -
Kalau kita telaah seksama, pemikiran Gus Dur tentang toleransi merupakan hasil dari proses dialogis antara keilmuan agama (ulumuddin), falsafah Pancasila, dan realitas sosial. Metode berfikir yang digunakan oleh Gus Dur tentang toleransi menggabungkan antara metode berpikir induktif dan juga deduktif. Karena itu, toleransi beragama dalam pandangan beliau lebih ditekankan pada persoalan aksiologi yang bersifat aktif, bukan pasif.
Konsep toleransi Gus Dur sangat berhubungan erat dengan pemikirannya tentang pluralisme dan demokrasi. Apabila pluralisme merupakan bagaimana kemajemukan agama itu diterima dan demokrasi adalah sistem kenegaraan yang mewadahi kemajemukan agama tersebut. Maka, toleransi beragama adalah bagaimana berinteraksi dalam kemajemukan agama. Toleransi beragama Gus Dur lebih menekankan pada persoalan aksiologi dan penjagaan terhadap realitas kemajemukan (Suwardiyamsyah, 2017).
Gus Dur menempatkan toleransi dalam bertindak dan berfikir, sikap toleransi tidak bergantung pada tingginya tingkat pendidikan, tetapi persoalan hati dan perilaku. Orang yang bersikap toleran tidak mesti memiliki kekayaan. Bahkan semangat toleransi justru sering dimiliki oleh orang yang tidak pintar, tidak kaya, yang biasanya disebut orang-orang terbaik (Abas, 1997: 16).
Oleh karenanya, toleransi bagi Gus Dur bukan sekadar menghormati atau tenggang rasa, tetapi harus diwujudkan pengembangan rasa saling pengertian yang tulus dan diteruskan dengan saling memiliki (sense of belonging) dalam kehidupan menjadi “ukhuwah basyariyah”. Terkait dengan kehidupan berbangsa, ia menegaskan bahwa kewajiban muslim sebagai pemeluk mayoritas adalah menempatkan ajaran agamanya sebagai faktor komplementer, sebagai komponen yang membentuk dan mengisi kehidupan bermasyarakat di Indonesia (Wahid, 1981: 173).
Lebih lanjut, toleransi dalam pemikiran Gus Dur tampak memberikan artikulasi dari sebuah relasi yang bersifat aktif dalam kerangka besar kehidupan berbangsa. Dalam konteks yang demikian, toleransi Gus Dur ini lebih tepat disebut sebagai toleransi beragama yang berkebangsaan. Artinya, selain membangun relasi aktif dalam responnya terhadap agama lain, juga harus mengarah pada bagaimana terciptanya kehidupan damai, setara, dan berkeadilan dalam kehidupan berbangsa. Toleransi juga tidak tergantung pada kepemilikan materi, sebab toleransi justru sering ditemukan pada orang-orang yang tidak “pintar” maupun kaya.
Dengan kata lain, toleransi beragama sebagaimana yang dimaksud oleh Gus Dur bukan saja mengarah pada penghormatan dan pengakuan, tetapi juga penerimaan atas perbedaan agama dan status sosial. Ruang implementasi inilah yang menjadi titik tekan dari pemikiran Gus Dur tentang toleransi.
Berdasarkan pemikiran Gus Dur mengenai toleransi tersebut, jelas bahwa toleransi adalah sikap yang mutlak harus dimiliki bangsa Indonesia untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Gen pluralisme inilah yang patut bangsa ini warisi untuk meneruskan perjuangan membumikan toleransi dalam rangka menjaga keutuhan NKRI.
-Guru di MTs Negeri 6 Bantul, Yogyakarta