Oleh: Jumadi*
Judul Buku : Gus Miek: Kisah-kisah Nyentrik dan Petuah-petuah Sufistik
Penulis : Fuji N. Iman
Penerbit : Araska Publisher
Tahun Terbit : I, November 2021
Tebal Buku : 284 Halaman
ISBN : 978-623-7537-09-0
Gus Miek adalah salah satu ulama karismatik dan nyentrik. Beliau dikenal dengan metode dakwahnya yang kontroversial; keluar masuk tempat perjudian, klub malam, dan lokalisasi. Jadi, sebelum viral dakwah Gus Miftah, -Pengasuh Pondok Ora Aji Sleman- yang masuk ke klub malam, Gus Miek sudah lama melakukan ini. Bedanya, dulu teknologi belum secanggih sekarang, sehingga lebih viral Gus Miftah.
Meskipun kontroversial bagi kebanyakan orang, namun bagi sebagian kecil masyarakat lainnya tidak menganggap itu hal kontroversi. Para kiai sepuh yang paham betul mengenai dakwah Gus Miek ini mengatakan bahwa dakwah yang dilakukan Gus Miek itu tidaklah mudah. Jadi, para kiai sepuh pun menganjurkan untuk tidak menirunya jika tidak mumpuni, baik secara ilmu maupun yang lainnya. Takutnya malah ikut terjerumus. Padahal tujuan dakwah itu untuk mengajak ke jalan kebenaran.
- Iklan -
Buku ini berisi tentang kisah perjalanan hidup KH. Hamim Tohari Djazuli, -nama asli Gus Miek-, juga karomah-karomahnya. Karomah Gus Miek sudah terlihat semenjak dalam kandungan ibunya. Ibu Gus Miek bermimpi bahwa ia didatangi oleh seseorang yang memberikan gabah atau padi untuk perayaan pesta kelahiran Gus Miek. Mimpi itu terus berulang dan akhirnya menjadi kenyataan bahwa ketika Gus Miek sudah dewasa banyak orang yang memberikan harta tak ternilai harganya, baik yang berkaitan dengan perjuangan Gus Miek atau pemberian secara pribadi. Ada pula bentuk ucapan terima kasih dari orang-orang yang ingin didoakan agar segala urusannya dimudahkan (hlm. 18).
Selain itu, buku ini juga mengisahkan bagaimana Gus Miek membentuk Jama’ah Mujahadah Layliyah, -embrio Jama’ah Dzikrul Ghofilin dan juga Sema’an Al-Qur’an Jantiko Mantab. Jama’ah tersebut kini sudah menyebar ke seluruh pelosok negeri, terutama Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY.
Jantiko Mantab dirintis Gus Miek karena prihatin, Al-Qur’an sebagai kitab suci, -di mana mendengarkan atau membacanya merupakan sebuah ibadah-, ternyata dengan bergantinya zaman dan kemajuan teknologi hal tersebut menjadi sangat jarang dilakukan oleh masyarakat lagi. Sehingga pada tahun 1986, Gus Miek merintis Jantiko Mantab (Jama’ah Anti Koler Majlis Nawaitu Tapa Brata) (hlm 44).
Di dalam buku ini, banyak hal yang bisa kita kaji, terutama petuah-petuah Gus Miek tentang kehidupan dan segala hal yang melingkupinya. Gus Miek mengatakan, “Persoalan mengenai hakikat hidup di dunia masih sering kita anggap remeh. Oleh karena itu, sangat perlu dilakukan sebentuk muhasabah. Sejauh mana tauhid kita, misalnya. Dan, ternyata kita belum apa-apa. Kita belum menjadi mukmin dan muslim yang sejati.” (hlm 183).
Di samping itu, Gus Miek juga memberikan petuah yang solutif untuk menghadapi ruwetnya masalah hidup seperti saat ini. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan, susah cari uang untuk memberi nafkah anak istri karena dampak Covid-19, dan segala keruwetan duniawi lainnya. Kepada para jamaahnya, Gus Miek selalu menyarankan agar ikut menghadiri sema’an Al-Qur’an. Sebab, membaca Al-Qur’an pada hakikatnya adalah berbincang dengan Allah. Kepada Zat Yang Maha Mendengar inilah kita seharusnya menempuh segala keluhan.
Dengan Al-Qur’an, Gus Miek menyadarkan bahwa masih ada Allah, sumber harapan yang sejati. Ketika persoalan hidup demikian berat, ketika masalah begitu menindih, dan problem begitu menghebat, kita selayaknya meminta pertolongan kepada Allah yang menguasai alam semesta. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Alam semesta yang demikian besar, jagat raya yang luasnya tak terperikan ini adalah ciptaan Allah. Jika Allah kuasa menciptakan semua ini, tentu bukan hal berat bagi-Nya untuk membantu masalah kita (hlm 262-263).
Membaca Al-Qur’an merupakan salah satu obat hati. Ketika ada yang bertanya kepada Gus Miek, “Periuk terguling, anak-istri rewel, hati sumpek, pikiran ruwet, apa perlu pikulan ini (tanggung jawab keluarga) saya lepaskan untuk mencari sungai yang dalam (buat bunuh diri)?” Gus Miek pun menjawab, “Jangan kecil hati, siapa ingin berbincang-bincang dengan Allah, bacalah Al-Qur’an.” (hlm 265). Itulah salah satu solusi yang sering Gus Miek katakan kepada jama’ahnya.
Akhir kata, buku yang ditulis oleh Fuji N. Iman ini layak Anda miliki sebagai bacaan yang mengandung suri teladan dan pesan-pesan yang sangat bermanfaat bagi hidup kita di dunia saat ini dan di akhirat kelak. Ada banyak sekali petuah-petuah dari Gus Miek di dalam buku ini yang bisa kita teguk sebagai pelepas dahaga duniawi kita saat ini.
*Jumadi, Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pria kelahiran Pati-Jawa Tengah ini kini bermukim di Jejeran, Pleret, Bantul, DIY.