LP. Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah mengadakan kembali diklat moderasi beragama. Kali ini pesertanya adalah kepala sekolah menengah kejuruan (SMK). Dalam acara ini dihadiri oleh Ketua PWNU Jawa Tengah KH. Mohammad Muzammil, Ketua LP. Maarif R. Andi Irawan, Ketua Fraksi PKB Jateng H. Sarif Abdillah, S.Pd.I, Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Jateng Haerudin, S.H., M.H.
Saat acara di Hotel Muria Semarang, (04/12) Ketua PWNU Jawa Tengah menyampaikan bahwa moderasi beragama perlu untuk disampaikan di sekolah-sekolah agar nantinya para siswa mempunyai bekal yang bagus dalam beragama saat di masyakat.
Ketua LP. Maarif NU PWNU Jateng R. Andi Irawan juga menambahkan bahwa moderasi beragama menjadi salah satu materi yang perlu untuk dipelajari terutama bagi sekolah-sekolah di bawah naungan LP. Ma’arif NU Jateng.
Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Jateng Haerudin di dalam paparannya menyampaikan cara penguatan moderasi beragama melalui komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal.
- Iklan -
Selain itu, beliau menyampaikan pesan dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo bahwa “Jawa Tengah harus tetap menjadi benteng Pancasila. Kita harus membuktikan bahwa Jawa Tengah ada pada garda terdepan untuk melakukan perlawanan pada radikalisme dan terorisme. Kita harus menunjukkan nasionalisme sejati bahwa Jawa Tengah untuk Ibu Pertiwi.”
Di dalam diskusi ketua Fraksi PKB Jateng H. Sarif Abdillah mengungkapkan “Agama tidak perlu dimoderasi karena telah mengajarkan prinsip moderasi, keadilan dan keseimbangan. Jadi, yang harus dimoderasi adalah penganut agama dala menjalankan agamanya.”
Selain itu ia juga menambahkan strategi penerapan moderasi beragama dapat dilakukan melaui pendidikan moderasi bergama seja dini, Pendidikan moderasi beragama di Lingkungan Lembaga Pendidikan, Kampanye moderasi beragama di dunia maya, Peran Kyai, Ustadz serta penyuluh agama sebagai pembawa pesan-pesan damai dalam dakwah.
Diakhir paparannya, Sarif Abdillah mengutip pernyataan gusdur yang berbunyi “Agama mengajarkan pesan-pesan damai dan ekstremis memutarbalikkannya. Kita butuh Islam ramah, bukan marah.”(Aklis)