Oleh: Saiful Bari
Beberapa hari yang lalu, sebagian masyarakat Indonesia dihebohkan atas terungkapnya ratusan kotak amal di Lampung yang diduga milik jaringan Jamaah Islamiyah (JI), dilansir dari suara.com, (9/11/2021). Peristiwa ini menunjukkan bahwa, penyalahgunaan dana filantropi untuk aksi terorisme masih kerap terjadi di Indonesia.
Menurut pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan (2021), Lampung merupakan daerah yang menjadi tempat penggalangan dana melalui kotak amal. Hal itu karena jiwa sosial masyarakat Lampung yang tinggi.
Pada tahap ini, disinilah letak urgensinya Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) sebagai gerakan filantropi kini dan masa depan. Dengan kata lain, LAZISNU adalah jawaban atas penyalahgunaan dana filantropi untuk aksi terorisme di Indonesia.
- Iklan -
Atas dasar ini, muncul sebuah pertanyaan, apa itu LAZISNU? Kemudian, apa saja indikator LAZISNU sebagai gerakan filantropi kini dan masa depan? Terakhir, mengapa LAZISNU menjadi jawaban atas penyalahgunaan dana filantropi untuk aksi terorisme?
Dana Filantropi
Namun sebelum menjawab pertanyaan di atas, maka perlu diketahui apa itu dana filantropi. Menurut Ahmad Ishomuddin (2021), dana filantropi itu lahir dari semangat seseorang untuk berdonasi. Pada umumnya itu dilakukan dengan niat dan tujuan yang baik, demi kemanusiaan dan untuk menolong sesama. Mereka dengan ikhlas mengamanatkan donasinya itu kepada perorangan atau lembaga yang mengatasnamakan diri untuk suatu kegiatan filantropis.
Sayangnya, tak jarang dan sudah banyak bukti nyata bahwa amanat itu tidak mencapai tujuannya. Dana filantropi disalahgunakan untuk tujuan lainnya, seperti untuk memperkaya diri, untuk berpoligami, dan bahkan hingga untuk mendanai kegiatan terorisme. Suatu tujuan yang amat jauh menyimpang dari pencapaian nilai-nilai kemanusiaan yang dituju oleh filantropi.
Jika pemaknaan yang dirumuskan oleh Ahmad Ishomuddin itu dapat diterima dan kemudian dikorelasikan dengan peristiwa ratusan kotak amal JI maka, amat jelas bahwa peristiwa di Lampung itu ironis bagi bangsa ini.
LAZISNU Wadah Gerakan Filantropi
Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama atau yang kerap disebut LAZISNU merupakan wadah gerakan filantropi kalangan nahdliyyin. Tujuannya agar tidak terjadi lagi dana sosial yang seharusnya dikelola oleh lembaganya NU dan untuk kepentingan serta kemaslahatan warga NU justru malah dikelola oleh lembaga yang tidak berafiliasi dengan NU dan bahkan bertolak belakang dengan NU itu sendiri.
Jika kita telusuri keberadaan LAZISNU, dalam ensiklopedia NU (2014), LAZISNU sudah lama ada di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), tetapi selalu mengalami pergantian nama. Meskipun demikian, tak ada perubahan yang substansi dalam pelaksanaan tugasnya.
LAZISNU beberapakali mengalami perkembangan dari waktu ke waktu semenjak didirikan secara resmi di Muktamar Donohudan, Solo, yang dipimpin oleh Prof. Dr. Fathurrahman Rouf. Sebagai lembaga baru di tubuh NU, LAZISNU sudah mengumpulkan rata-rata Rp. 800 juta per tahun, dari tahun 2004 sampai dengan 2010.
Perkembangan mulai dirasakan ketika fase kedua setelah Muktamar di Makassar, LAZISNU dipimpin oleh KH. Masyhuri Malik, pada perkembangan di era ini LAZISNU berkembang dengan performa manajemen yang lebih modern. Potret yang bisa kita lihat dari perolehan LAZISNU setiap tahunnya di rata-rata Rp. 6 miliar dimulai dari 2010 sampai dengan 2015.
Kemudian selepas Muktamar ke-33 NU di Jombang, LAZISNU dipimpin oleh Syamsul Huda harus berjuang keras untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat karena beban yang harus ditanggung sebagai Lembaga Zakat Nasional. Lembaga Zakat Nasional seperti LAZISNU harus mampu mengumpulkan perolehan fundraising minimal Rp. 50 miliar. Untungnya, pada awal 2016, beban yang diwajibkan kepada LAZISNU dalam perolehan minimal satu tahun Rp. 50 miliar sudah terpenuhi.
Sekarang, LAZISNU yang melakukan rebranding NU CARE-LAZISNU memiliki komitmen untuk menggerakkan spirit NU dalam kesadaran “berbagi bagi sesama”. Pada saat yang sama, sosialisasi tentang pentingnya filantropi selalu digalakkan sampai sekarang.
Oleh karena itu, seiring bertambahnya warga NU di Indonesia maka, hadirnya LAZISNU tak hanya sekadar melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengelola zakat tapi, LAZISNU harus mampu menyadarkan masyarakat yang hartawan tentang wajibnya berzakat dan atau keutamaan menjadi dermawan.
LAZISNU Kini dan Masa Depan
Keberadaan LAZISNU dalam konteks masa kini maupun masa depan itu dapat diukur dari tiga faktor pertama, meningkatnya temuan penyalahgunaan dana filantropi untuk aksi terorisme. Kedua, pandemi covid-19 yang berlangsung hampir 2 tahun ini turut mendongkrak pentingnya keberadaan LAZISNU.
Ketiga, yang terupdate, LAZISNU memperoleh predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan hasil audit keuangan dari kantor akuntan publik atas program kemaslahatan NU-Care LAZISNU X BPKH tahun 2020.
Dengan demikian, LAZISNU sebagai wadah gerakan filantropi kaum nahdliyin ini tidaklah mustahil akan menjadi icon perubahan kemandirian ekonomi umat. Bahkan, keberadaannya mampu menjadi jawaban atas penyalahgunaan dana filantropi untuk aksi terorisme.
Akhirnya, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa LAZISNU wadah gerakan filantropi rakyat Indonesia kini dan masa depan.